Dimasa yang akan datang, bumi diprediksi akan dipenuhi oleh kedua hewan ini. Bukan karena mempunyai kekuatan super atau membahayakan.
Kedua hewan ini justru mudah beradaptasi, sehingga jumlahnya kelak bisa membeludak dan mengisi seisi bumi.

Quote:
Kumpulan burung merpati | Pixabay
Spesies yang mudah beradaptasi menjadi penguasa dan bisa menggeser spesies ikonik di suatu area. Merpati dan tikus mungkin kelak bisa jadi penguasa Bumi.
Akan ada ketidakseimbangan populasi hewan di suatu area jika manusia terus merusak lingkungan. Lebih dari itu, mungkin berujung pada penggusuran suatu spesies oleh spesies lain.
Baru-baru ini Cadiz, salah satu kota di Spanyol mencanangkan relokasi ribuan burung merpati sejauh ratusan kilometer.
Mereka akan mulai ditangkap dan dipindahkan tahun depan ke lokasi pinggiran kota di timur Spanyol. Hal ini dilakukan karena populasi mereka membludak sehingga mengganggu para turis yang kongko di kafe. Selain itu, terlalu banyak merpati juga berdampak pada aspek kesehatan dan lingkungan.
Ketika merpati-merpati itu lapar mereka akan menjadi “liar” dan bisa menyerang para turis yang membawa makanan atau sedang makan. Belum lagi kotorannya yang mengontaminasi peralatan makan dan minum.
Peran manusia kembali menjadi penyebab populasi suatu spesies yang tak terkendali. Dalam kasus ini, populasi merpati menjadi membludak karena aktivitas memberi makan populer. Di Cadiz ini adalah salah satu aktivitas wajib bagi para turis.
Sejalan dengan kasus di atas, sebuah studi yang dipublikasikan di PLOS Biology, menemukan ketika manusia memodifikasi lingkungan untuk tujuan pertanian, perumahan, atau urbanisasi, kita secara negatif memengaruhi spesies yang secara alami mendiami area tersebut.
Tidak hanya hewan bahkan tanaman ikonik bisa segera tergantikan oleh spesies yang mampu mengisi lingkungan yang dimodifikasi. Spesies-spesies yang dapat ditemukan di banyak tempat berbeda secara global, seperti merpati di dalam kota dan tikus di lahan pertanian.
Hanya sedikit sudut dunia yang tetap tak tersentuh. Lingkungan liar Bumi perlahan-lahan habis setelah ekspansi manusia tanpa henti.
Ketika kita mendirikan kota dan ladang pertanian, secara langsung ini mengganggu ekosistem yang beragam. Ekosistem yang menjadi tuan rumah sejumlah spesies. Ketika rumah mereka diubah, banyak dari spesies ini merasa tidak mungkin beradaptasi dan akhirnya hilang.
Penelitian yang dipimpin oleh Tim Newbold dari University College London dan Andy Purvis dari Natural History Museum di London, Inggris menggunakan data dari 81 negara—mencakup 20.000 spesies--yang disediakan oleh lebih dari 500 peneliti di seluruh dunia.
Mereka menemukan spesies yang dapat beradaptasi menjadi pemenang dan dapat hidup di berbagai ekosistem. Hal ini merugikan spesies yang beradaptasi dengan baik hanya ke ekosistem tertentu. Spesies-spesies tertentu ini termasuk badak dan harimau.
"Sebagai manusia, kita menempatkan nilai besar pada hewan dan tumbuhan yang terbatas pada lokasi tertentu," kata Newbold. “Kami berkeliling dunia untuk melihat hewan seperti harimau di Asia atau badak di Afrika, dan hewan dan tumbuhan yang sering dijadikan lambang nasional kita.”
Purvis memberi perumpamaan keadaan ini layaknya sebuah pemukiman yang dipenuhi toko-toko dan restoran kecil. Ketika ada supermarket besar datang maka akan berdampak negatif pada bisnis kecil.
"Karena kecil, pengecer independen akan keluar dari bisnis, rantai besar mendominasi," katanya dikutip dari BBC (5/12). “Hal itu membuat semua kota terlihat sama, dan kurang mudah untuk mengetahui di mana Anda berada. Sama halnya, orang-orang memengaruhi alam di mana pun mereka pergi, dan di mana-mana ada spesies lokal yang berjuang untuk mencari makan. ”
Ketika manusia mengganggu habitat kecil, ia dapat mendorong organisme lebih dekat ke ambang kepunahan dan mengurangi tingkat keragaman.
Purvis berkata sangatlah penting memiliki dataset sangat luas, yang mencakup begitu banyak kelompok taksonomi. Ini diperlukan karena para peneliti termasuk dirinya ingin tahu apa yang terjadi secara global.
“Banyak yang kita ketahui tentang keadaan alam, kita tahu dari sejumlah kecil kelompok taksonomi. Tetapi melihat kelompok-kelompok yang paling terkenal mungkin tidak memberi Anda gambaran yang akurat tentang apa yang terjadi pada keanekaragaman hayati di seluruh dunia secara keseluruhan.”
Banyak ilmuwan berpendapat bahwa Bumi telah memasuki zaman geologi baru yang disebut Antroposen (fail PDF).
Suatu periode di mana aktivitas manusia adalah pengaruh terbesar pada lingkungan alam. Penggunaan lahan adalah salah satu tekanan utama pada keanekaragaman hayati, karena manusia mengubah hutan dan padang rumput menjadi pemukiman atau lahan pertanian.
Untuk menghindari homogenisasi margasatwa dan melestarikan hewan yang penting secara budaya dan ekologi, kita mungkin harus menyesuaikan strategi konservasi. Ini memberi hewan kecil kesempatan untuk mendiami sejumlah ruang yang sesuai dengan habitatnya, sebelum merpati dan tikus menguasai Bumi.
Bumi yang sehat adalah yang beragam secara biologis. Karena setiap makhluk hidup memainkan peran penting bagi keberlangsungan planet ini.
Kembali lagi ke kita gan ternyata, semua penyebabnya yah kita-kita manusia ini.
Seperti membiasakan memberi makanan pada merpati dikota-kota modern membuat pertumbuhan mereka meningkat, serta pembangunan yang terus menerus sehingga hewan-hewan terkikis dan hanya menyisakan hewan yang mudah beradaptasi seperti tikus dan merpati contohnya.
Semua kembali kepada kita nih, apa jadinya bumi kita kelak tergantung apa yang kita lakukan saat ini