Saya suka menonton film dokumenter yang mendokumentasikan berbagai kegiatan para pahlawan tanpa tanda jasa di sekolah-sekolah terpencil.

Banyak hal yang disuguhkan dalam film yang tampak sederhana tersebut, diantaranya :

1. Keindahan alam yang masih sangat asri, yang sudah sangat langka bagi kita yang tinggal di kota.

2. Rumah-rumah sederhana, tapi penuh cinta.

3. Senja di kampung yang terasa sangat hidup dan semarak oleh suara anak-anak yang sedang mengaji.

4. Semangat para murid dan guru untuk belajar dan mengajar di tengah keprihatinan mereka.

Hati saya selalu terenyuh melihat semangat anak-anak Indonesia di pedalaman untuk belajar. Mereka rela melewati berbagai tantangan untuk menuju sekolahnya.

Ada yang berjalan kaki melintasi hutan ataupun jalanan berlumpur berkilo-kilo meter jauhnya, ada yang menyebrang dengan perahu, ada pula yang menyeberang sungai dengan berjalan perlahan.

Tak hanya murid, para tenaga pengajar juga memiliki kisah yang tak kalah mengharukan. Mereka datang dari kota, meninggalkan kehidupan mereka dan keluarga mereka.

Ada pula diantara mereka yang berselisih dengan orang tua atas pilihan hidupnya untuk menjadi guru di pedalaman.

Sejumlah kesulitan dialami bagi mereka yang baru saja menjadi guru di sekolah terpencil, seperti sulit berkomunikasi dengan keluarga tercinta karena harus mencari tempat tinggi dulu untuk menelpon, sekedar menyapa melepas kerinduan atau kemana pun pergi, sekalipun itu sangat jauh, mereka harus berjalan kaki.



Bicara soal guru di pelosok. Gansis jangan salah sangka. Tak sedikit yang mengajar di pedalaman adalah orang-orang dari kalangan berada dan berpendidikan tinggi.

Ada diantara mereka yang rela meninggalkan perusahaan keluarganya, kenyamanan dan fasilitas yang mereka miliki demi menjadi guru.

Yang saya saksikan di televisi, mereka semua berusia muda. Ibu dan Pak gurunya cantik-cantik dan ganteng-ganteng.


Kondisi sekolah mereka sangat memprihatinkan. Jauh dari kata nyaman bahkan tak layak pakai karena gedung yang sudah tua dan mau roboh. Padahal, kenyamanan sangat penting dalam proses belajar-mengajar.

Saya pernah menonton beberapa episode dimana sekolah terpaksa diliburkan beberapa hari karena musim hujan.

Selain sekolah menjadi banjir dan berlumpur, hujan terus-menerus juga membuat akses jalan yang dilalui anak-anak untuk menuju sekolah menjadi berlumpur dan arus sungai menjadi deras.

Oleh karena itu, sejumlah orang tua melarang anak mereka untuk pergi ke sekolah di kala musim hujan karena khawatir anak mereka kenapa-kenapa di tengah hutan akibat jalanan berlumpur atau terseret arus sungai.

Jika sudah seperti itu, ada beberapa guru yang tergerak hatinya untuk mendatangi rumah murid dan belajar bersama di rumah salah satu murid untuk mengejar pelajaran yang tertinggal.

Selain menjadi guru pendidikan formal, ada pula beberapa guru yang merangkap menjadi guru ngaji karena minimnya pengetahuan agama di lingkungan tempat ia mengajar.

Ikhtiar untuk menjaga akidah, katanya.



Dalam beberapa episode, pernah ditampilkan pula beberapa sosok murid yang berhasil memenangkan kompetisi tingkat kabupaten hingga diantaranya ada yang hendak terbang ke Jakarta untuk mengikuti kompetisi tingkat selanjutnya.

Ia berhasil mengalahkan peserta dari sekolah lain, sekolah yang jauh lebih bagus dengan fasilitas yang jauh lebih lengkap dibandingkan sekolahnya yang sangat memprihatinkan.

Namun, menurut guru pembimbingnya, anak didik mereka belum pernah menang di tingkat yang lebih tinggi karena lawan mereka akan lebih berat.

Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai di sekolah mereka, ditenggarai sebagai faktor utama kekalahan mereka.

Sungguh, saya salut dan bangga dengan anak-anak pedalaman di Indonesia. Meskipun untuk sekolah mereka harus menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan, tapi mereka tetap berkeinginan kuat untuk belajar.

Tak hanya semangat untuk belajar, mereka juga mampu mengukir prestasi di tengah minimnya sarana dan prasarana yang sekolah mereka miliki.

Bagi para guru yang sudah bersedia membagi ilmunya di sana, kalian benar-benar pahlawan! Lentera dalam kegelapan.

Harapan Saya

Sudah saatnya, pemerintah, dinas pendidikan dan pihak terkait untuk turun tangan, menghilangkan kesenjangan pendidikan antara kota dengan pelosok.

Banyak anak-anak di pedalaman sana yang sangat ingin belajar, benar-benar niat untuk pergi ke sekolah.

Dukung lah dan berikan lah hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak dengan menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai standar demi menunjang kualitas belajar mereka.

Baik itu laboratorium, komputer, fasilitas penunjang kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.

Berikan juga, penghargaan yang pantas atas pengorbanan dan pengabdian guru-guru di pedalaman. Dengan begitu, jumlah guru di pedalaman akan meningkat.

Kemudahan akses jalan menuju sekolah juga perlu di pertimbangkan. Jika mungkin, pihak-pihak terkait dapat menambah jumlah sekolah agar lebih dekat dengan pemukiman warga sehingga orang tua tidak perlu merasa cemas dan khawatir lagi ketika anaknya bersekolah.

Akhir Kata

Saya, sebagai penulis hanya mampu membuat thread sederhana seperti ini. Saya mohon maaf jika ada hal-hal yang salah dalam penulisan akibat pengetahuan saya yang terbatas.

Sesungguhnya, saya hanya seorang penonton yang sedang berbicara melalui tulisan sehingga saya menulis melalui apa yang saya lihat dan saya ketahui.

Saya yakin, setidaknya dunia pendidikan di tahun 2018 ini lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Namun, sebentar lagi tahun 2019. Pendidikan harus jauh lebih baik daripada tahun ini, aamiin.

Saya berharap, GanSis setidaknya dapat ikut berdoa bersama saya. Mari, kita berdoa kepada Tuhan, siapapun kita, apapun agama kita, kita berdoa agar hati pemimpin dan pihak-pihak yang terkait bisa tersentak dan tergerak untuk memperhatikan dan membantu sekolah-sekolah di pelosok negeri ini.

Mari berdoa agar pemerintah dapat segera mewujudkan pemerataan pendidikan, tak hanya di kota, tapi juga di daerah terpencil.

Dengan begitu, anak-anak dan orang tuanya dapat merasa nyaman dan aman karena terpenuhinya hal-hal di atas.