- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Ketika Orang Gila Memilih


TS
mae273
Ketika Orang Gila Memilih
Apa yang pertama kali terfikir dari kata “orang gila” ?

Orang yang biasa kita temui dijalanan, bericara sendiri, tidak peduli penampilan, ketawa sendiri, diem dan bengong kosong serta engga bisa diajak komunikasi. Yups, tadi sedikit gambaran yang biasa kita lihat. Mereka orang-orang yang secara kejiwaan terganggu yang mengakibatkan dia tidak berkehidupan normal seperti manusia pada umumnya. Orang yang mengalamin gangguan jiwa memerlukan perhatian yang lebih, dimana dia tidak mampu mengontrol dirinya sendiri dan hal ini menyulitkannya untuk berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan bahkan tak jarang dengan dirinya sendiri.
Baru-baru ini penulis membaca sebuah berita bahwa orang gila masuk DPT (Data Pemiliih Tetap) di KPU, hal ini berdasarkan PKPU No. 11 Tahun 2018 yang di dalamnya disebutkan bahwa semua orang yang memiliki kartu identitas, termasuk penyandang gangguan mental harus dimasukkan ke daftar DPT.
OMG
, bagi penulis ini di luar nalar. Kenapa begitu? Untuk memahami dirinya saja mereka tidak mampu, bahkan berkomunikasi dengan orang lain pun tidak bisa lantas bagaimana mereka berfikir. Bagiku, memilih adalah salah satu keputusan yang sangat vital bukan hanya menambah nilai untuk sebuah suara melainkan berfikir dari siapa untuk kemajuan negara. Sedangkan kita bisa lihat jumlah orang gila di Indonesia lumayan tinggi, misal saja di KPU Kota Cirebon sendiri sudah mendata 134 orang yang gangguan mental masuk DPT. Banyangkan jika jumlah itu dikalkulasi dari beberapa daerah di Indonesia.
Sedangkan dalam KUHP Pasal 44 sendiri di sebutkan seseorang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana jika terdapat kecacatan jiwa atau ketergangguan karena penyakit. Nah lo, gimana ? Dalam beribadah kecakapan jiwa juga merupakan unsur penting menjadi syarat wajib. Seperti di Islam sendiri, dalam syarat wajib Sholat yaitu Islam, Baligh, Berakal sehat. Islam sendiri menunjukan identitas diri dalam pelaksanaan kewajiban tersebut, Baligh sebagai indikator usia dalam pelaksanaan kewajiban dan akal sebagai dasar fikir agar tercapai ketepatan dan kebenaran dalam pelaksaan sholat itu. Selain itu, apabila orang gila itu memberontak maka tenaga yang menanganinya 2-3 orang dewasa. Bisa kebayang riuhnya,

Pemilihan umum di Indonesia sendiri pada era reformasi berasaskan “JURDIL” yaitu Jujur dan Adil. Dari asas Jujur sendiri, bermakna bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara yang memilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyatnya. Sedangkan Adil, adalah perlauan yang sama kepada setiap pemilih.
Dari asas tadi penulis masih dalam suasana heran, alas an dibalik penetapan aturan baru di KPU sendiri karena jika di nilai sendiri, bagaimana mampu mereka berfikir untuk menentukan pilihannya, dan konsep kejujuran pada kondisi ini perlu dipertimbangkan. Apakah yakin orang gila mampu mengikuti aturan? seperti tatacara mencoblos yang hanya dibeberapa tempat tertentu yang akan dianggap sah, apakah yakin tidak akan ada pengordiniran suara? Sedangkan mereka tidak mampu berfikir logis dan benar. JIka demikian luntur sudah asas Keadilan dong.
Menurut pendapatmu dengan aturan itu?

Orang yang biasa kita temui dijalanan, bericara sendiri, tidak peduli penampilan, ketawa sendiri, diem dan bengong kosong serta engga bisa diajak komunikasi. Yups, tadi sedikit gambaran yang biasa kita lihat. Mereka orang-orang yang secara kejiwaan terganggu yang mengakibatkan dia tidak berkehidupan normal seperti manusia pada umumnya. Orang yang mengalamin gangguan jiwa memerlukan perhatian yang lebih, dimana dia tidak mampu mengontrol dirinya sendiri dan hal ini menyulitkannya untuk berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan bahkan tak jarang dengan dirinya sendiri.
Baru-baru ini penulis membaca sebuah berita bahwa orang gila masuk DPT (Data Pemiliih Tetap) di KPU, hal ini berdasarkan PKPU No. 11 Tahun 2018 yang di dalamnya disebutkan bahwa semua orang yang memiliki kartu identitas, termasuk penyandang gangguan mental harus dimasukkan ke daftar DPT.
OMG

Sedangkan dalam KUHP Pasal 44 sendiri di sebutkan seseorang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pidana jika terdapat kecacatan jiwa atau ketergangguan karena penyakit. Nah lo, gimana ? Dalam beribadah kecakapan jiwa juga merupakan unsur penting menjadi syarat wajib. Seperti di Islam sendiri, dalam syarat wajib Sholat yaitu Islam, Baligh, Berakal sehat. Islam sendiri menunjukan identitas diri dalam pelaksanaan kewajiban tersebut, Baligh sebagai indikator usia dalam pelaksanaan kewajiban dan akal sebagai dasar fikir agar tercapai ketepatan dan kebenaran dalam pelaksaan sholat itu. Selain itu, apabila orang gila itu memberontak maka tenaga yang menanganinya 2-3 orang dewasa. Bisa kebayang riuhnya,


Pemilihan umum di Indonesia sendiri pada era reformasi berasaskan “JURDIL” yaitu Jujur dan Adil. Dari asas Jujur sendiri, bermakna bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara yang memilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyatnya. Sedangkan Adil, adalah perlauan yang sama kepada setiap pemilih.
Dari asas tadi penulis masih dalam suasana heran, alas an dibalik penetapan aturan baru di KPU sendiri karena jika di nilai sendiri, bagaimana mampu mereka berfikir untuk menentukan pilihannya, dan konsep kejujuran pada kondisi ini perlu dipertimbangkan. Apakah yakin orang gila mampu mengikuti aturan? seperti tatacara mencoblos yang hanya dibeberapa tempat tertentu yang akan dianggap sah, apakah yakin tidak akan ada pengordiniran suara? Sedangkan mereka tidak mampu berfikir logis dan benar. JIka demikian luntur sudah asas Keadilan dong.
Menurut pendapatmu dengan aturan itu?


provocator.3301 memberi reputasi
2
13K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan