BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Mengenal ciri-ciri fintech pinjam meminjam ilegal

Perwakilan dari Komunitas Smartphone Photographer, Ariana Octavia (kiri), memberikan materi memotret produk dengan smartphone saat acara pekan cerdik digital era milenial di Kampus Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung, Jawa Barat, Senin (12/11/2018).
Bisnis usaha rintisan (start up) di Indonesia terus berkembang. Salah satu yang kini merajarela adalah sebuah industri baru financial technology atau biasa disebut fintech.

Keberadaan fintech bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan, mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi serta inklusi keuangan masyarakat Indonesia. Berbagai perusahaan fintech di Indonesia didominasi oleh start up dengan potensi besar.

Namun, pertumbuhan bisnis fintech belakangan ini bagaikan pisau bermata dua. Terutama fintech yang bergerak di bidang bisnis pinjam meminjam atau peer to peer lending (P2P).

Keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang banyak dan cepat bisa membuat para pelaku bisnis fintech menjadi gelap mata. Bisa saja fintech melakukan penipuan dengan menyedot uang para peminjam atau nasabah sebanyak-banyaknya tanpa mengikuti peraturan yang telah dibuat OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Hingga awal November 2018, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berhasil menutup 341 akses berkedok fintech P2P Lending ilegal atau tidak terdaftar pada OJK alias bodong. Hal ini lanjutan dari pengaduan masyarakat yang merasa resah dan dirugikan oleh fintech tersebut.

OJK pun bergerak. Demi meningkatkan perlindungan konsumen atau nasabah, OJK memberikan ciri-ciri fintech bodong yang perlu diketahui oleh masyarakat.
Bunga tinggi
Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi OJK, Tongam L Tobing, menjelaskan fintech ilegal dalam praktiknya memiliki kejanggalan-kejanggalan yang sebenarnya bisa dikenali.

Fintech ilegal biasanya menerapkan bunga yang sangat tinggi antara 2 persen - 3 persen per hari dan tidak transparan dalam memberikan struktur perhitungan secara detail. "Fintech bodong biasanya akan memberikan bunga yang sangat tinggi hingga cara penagihan yang meresahkan," ujar Tongam dalam siaran resmi yang dikutip Sabtu (1/12/2018).

OJK memang tidak menetapkan bunga fintech dalam regulasi, tapi Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menerapkan prinsip perlindungan konsumen. Ini tentu sudah disepakati oleh perusahaan fintech P2P Lending yang terdaftar di OJK.

Prinsip tersebut di antaranya masa penagihan hanya boleh dilakukan maksimal 90 hari dari tenggat waktu pembayaran dengan biaya-biaya keseluruhan tidak boleh melebihi 100 persen dari nilai pokok. Artinya, jumlah biaya pinjaman dan pokok dijamin tidak akan bertambah

Perusahaan fintech P2P Lending ilegal juga selalu menjanjikan kemudahan dalam memberikan layanan pinjam meminjam kepada calon nasabahnya. Tujuannya tentu untuk menarik minat banyak nasabah.

Misalnya pencairan dana yang diajukan bisa cair dengan sangat cepat, yaitu sekitar 15 menit hingga 30 menit setelah aplikasi masuk. Padahal, praktik sesungguhnya yang dilakukan fintech legal adalah memeriksa semua data aplikasi pinjaman dari calon nasabah secara detail, serta kelengkapan persyaratan.
Tanpa identitas perusahaan
Pada umumnya perusahaan yang bergerak dibidang apapun akan terbuka perihal identitas perusahaan agar diketahui banyak orang; mulai dari alamat kantor, nomor telepon dan sebagainya. Namun, berbeda halnya dengan perusahaan yang memiliki niat buruk atau ingin melakukan penipuan.

Oknum penipuan yang mengatasnamakan fintech P2P Lending biasanya sengaja menyamarkan identitas perusahaannya. Penyamaran juga dilakukan karyawannya, yakni mengganti nama asli dengan nama samaran.

Tujuannya untuk menghindari adanya laporan nasabah ke polisi yang merasa dirugikan atau mencurigai adanya penipuan sehingga pihak berwajib sulit melakukan pencarian perusahaan tersebut.
Mencuri data nasabah
Selain, memberikan akses yang sangat mudah, fintech lending memiliki kejelekan berupa perangkap. Mereka akan menyalin semua nomor kontak calon nasabah yang ada di ponsel setelah pengguna mengunduh aplikasi fintech tersebut.

Ini jebakan. Pada kemudian hari ketika nasabah gagal melunasi pinjaman, pengelola fintech ilegal akan menyebarluaskan kegagalan itu kepada semua kontak telepon yang sudah disalinnya.

Praktik culas tersebut tidak mungkin dilakukan oleh fintech yang sudah terdaftar di OJK. Sebab, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) melarang tindakan penyalinan data nasabah. Jika terbukti melanggar, OJK akan mencabut izin fintech tersebut.

Namun apabila nasabah terlanjur terjerumus dalam praktik fintech ilegal, menurut Kemenko, nasabah tidak perlu mengembalikan pinjaman mereka.

Alasannya, perusahaan fintech tersebut ilegal atau tidak sah secara hukum. Dengan begitu, kegiatan maupun kesepakatan yang dijalankan perusahaan itu pun ilegal.

"Jadi, peminjamnya itu pinjam saja sebanyak-banyaknya, sebab pihak pemberi pinjaman tidak resmi kok. Enggak usah dibalikin. Kan ilegal," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel Pangerapan, Senin (26/11).

Semuel mengimbau masyarakat untuk melaporkan fintech ilegal yang mereka ketahui ataupun merugikan mereka ke pihak berwenang, seperti Kemkominfo, OJK, dan Kepolisian.

Satgas Waspada Investasi juga meminta masyarakat tidak melakukan kegiatan dengan entitas tanpa izin tersebut. Karena tidak berada di bawah pengawasan OJK, masyarakat berpotensi dirugikan.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...eminjam-ilegal

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Debat Pilpres bakal digelar lima kali

- Pemerintah akan tetapkan tarif kebersihan pada wisatawan

- Polemik korupsi di Indonesia ibarat kanker stadium 4

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
3.3K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan