Semfak387Avatar border
TS
Semfak387
Melangkah dalamnya tujuh
“Benar khan…?”

“Iya emang bener itu namanya.., tapi kok kamu bisa tau namanya?”

“Dia dulu pacarku Can…”

“Pacarmu Ian, wah celaka aku.”

“Cilaka bagaimana?”

“Udah kamu apakan aja Ian, jangan-jangan udah tak prawan…?”

“Ya tak aku apa-apakan, emangnya ku apakan? Tak prawan gimana? Emangnya aku sebejad itu?!”

“Ya siapa tau…!”

“Wah kamu tega amat Can, berpikiran begitu padaku,”

“Tapi sudah kamu cium?”

“Cuma sedikit…”

“Awas nanti kalau ternyata telah tak perawan, kita tuntaskan dengan golok…”

“Kita lihat aja nanti…”

Begitulah, akhirnya Macan menikah dengan Idaraya, dan sampai sekarang, hubungan dia dan aku melebihi dari seorang saudara sekandung.

Kulihat Macan keluar dari kamar, lalu menghampiriku, di wajahnya masih mengurat cap bantal tidur, lalu dia menyalamiku,

“Dah dari tadi Ian?”

“Baru aja datang… aku dipesan kyai tuk nemuimu…”

“Kamu baru dari Banten?”

“Enggak, aku dari rumah, aku ketemu kyai di Subang,”

“Dipesan apa sama kyai?”

“Disuruh ngajak kamu ngedan…”

“Byuuh, giak sanggup aku ngedan, kalau mau jadi orang gila, kamu aja sendiri, aku.. kekkekekikik, apa kata anakku kalau aku menjadi orang gila, kalau kamu ngajak aku mukulin orang, ayo sekarang juga berangkat, tapi kalau ngajak aku jadi orang gila, aku angkat tangan, aku punya istri, punya anak, la kamu..?”

Aku tak kaget kalau Macan tak mau, karena kyai telah mengatakan sebelumnya.

“Yah kalau kamu tak mau ya udah….” kataku melemah.

“Terus terang Ian, kalau amalan-amalan lain, aku sanggup menjalani, tapi kalau amalan ngedan, byuuh, aku tak sianggup Ian, aku tak sanggup orang mengatakan wah si Macan yang hebat itu sekarang uedan, keberatan ilmu, apa tak malu aku nantinya, lagian menurutku apa gunanya ngedan itu?”

“Ee kamu ini bagaimana sih Can, waliyulloh syaih Abdul qodir aljailani, melakukan, kok kamu menyangsikan gimana kamu?”

“Bukan menyangsikan begitu, aku ini kan bekas orang bujad, tentu tak semengerti kamu.”

“Baiklah, memang kyai sendiri tak pernah menjelaskan akan manfaatnya, tapi setelah aku membaca kitab manakibnya syaih Abdulqodir, aku dapat menarik kesimpulan, bahwa laku ngedan itu dilakukan untuk membersihkan hati.”

“Membersihkan hati yang bagaimana Ian… aku ndak mudeng sama sekali.”

“Dalam hati manusia, cenderung mempunyai sifat sombong, iri, dengki, membanggakan diri, dianggap unggul, pengen dianggap gagah, dimulyakan manusia lain, dianggap kaya, dianggap berilmu dan dianggap-dianggap yang lain, ah apa untungnya dianggap tak ada kan? Juga dalam hati manusia itu selalu ada perasaan mencela orang lain, perlawanan dari sifat ingin dianggap, hati manusia juga tak ingin dicela, dan sifat-sifat itu semua mengotori hati, sehingga hati tertutup oleh cahaya ilmu Alloh Taala, maka jika manusia sadar, harus berusaha menghilangkan segala macam penutup hati itu, nah jalan yang mencakup pembersihan menyeluruh, adalah dengan cara menjadi gila..”

“Jelaskanlah lebih detail lagi Ian, biar aku ngerti…” inilah yang ku suka dari Macan, biarpun dia tak mengerti ilmu agama, tapi dia selalu bersemangat kalau diajak ngomong masalah ilmu.

“Yah dalam diri orang gila apa sih yang perlu disombongkan, dibanggakan, diiri didengki, dipuja, tak ada orang yang melihat orang gila, lalu bilang orang gila itu hebat, kebanyakan orang pasti dicemooh, nah saat dihina itulah, kita menempatkan hati, menguatkannya, membuat hilang perasaan pengen dianggap Wah dan hebat, yang tiada guna sama sekali, dipuja sampai ujung tenggorokan saja, kamu lihat para pemimpin negara kita, di depan dihormati, tapi di belakang dihujad, apa enaknya hidup palsu seperti itu. Apalagi tidak dimulyakan tapi pengen dianggap mulya, bukankah itu palsu di atas palsu. Maka dalam nggila itu, kalau kita sudah mampu menghilangkan dari hati segala macam sifat, yang menurut manusia itu muliya, tapi teramat tercela itu, langkah selanjutnya, belajar memasrahkan diri pada takdir Alloh, atas tubuh kita, memasrahkan sepasrah pasrahnya.

“Kita berusaha sepasrah mungkin, pasrah atas rizqi, pasrah atas nasib, menerima apapun dari Alloh tiada menolak, kalau sudah dalam tanggungan Alloh hati akan senang, tak ada beban, tak ada susah, tak ada kekawatiran, sekalipun saat itu nyawa dicabut, karena semua adalah kehendakNya, kalau sudah begitu pikiran akan tenang, dan hati lapang, karena ilmu Alloh yang masuk ke dalam hati, tak ada penghalang lagi… ketentraman dan kedamaian haqiqi. Sesungguhnya para wali ALLAH itu tiada rasa takut, dan tiada susah.”

Kataku mengakhiri pembicaraan sambil menyruput kopi dan menyalakan rokok djisamsoe filter.

“Walaupun begitu aku belum berani menjalankan Ian, kelihatannya berat sekali.” kata Macan sambil ikut menyalakan rokok djisamsoe kretek.

Aku hanya menginap semalam di rumah Macan, malam itu aku dan dia duduk di samping rumah di bawah pohon nangka. Di mana ada meja memanjang dan dua kursi kayu panjang, suasana sangat sepi. Kami nikmati secangkir kopi dan ketela goreng.

Macan mengeluarkan hpnya,

“Ian pernah gak kamu memotret hantu?” tanya Macan.

“Motret hantu Can, emang bisa…?”tanyaku balik heran.

“Aku kemaren motret diri sendiri Ian, tapi ada bayangan orang tua di belakangku, coba lihat ini..?” Macan mengangsurkan hpnya ke depanku setelah membuka galerinya.

Kulihat wajah Macan, dan memang ada bayangan orang tua, seperti asap tapi jelas.

“Wah kok bisa begitu ya?” kataku, ”Berarti bener bisa dipotret hantu itu.”

“Coba Ian kamu yang ilmunya lebih tinggi, kamu tarik hantu yang ada di sekitar sini, biar aku potret…” idenya.

“Apa bisa…?” tanyaku ragu.

“Ya namanya juga nyoba, ya belum tau…” katanya sambil tertawa.

Aku mulai mempersiapkan diri, sambil duduk di kursi tubuh ku tegakkan, kutarik nafas panjang, kusimpan di perut, wirid yang biasanya kubaca puluhan ribu, ku baca tiga kali-tiga kali tanpa napas, terasa tenaga yang di pusarku bangkit, terasa dingin, mengalir seperti ribuan semut berjalan, juga kurasakan aliran tenaga di bawah dadaku sebelah kanan terasa panas, mengalir kearah pertengahan dadaku, bertemu dengan tenaga dingin sehingga terasa ada pusaran, kusalurkan ke arah tanganku, kedua tenaga itu berpencar yang dingin kearah tangan kanan, dan yang panas kearah tangan kiri. Ku rasakan tangan kananku dingin seakan mengeluarkan uap dingin, lalu tangan kananku kuangkat, aku rasakan setiap mengarahkan kearah tertentu, ada getaran halus, seperti getaran kalau tubuh sedang merinding, atau terasa seperti jutaan semut, atau terasa tapak tangan menebal, setelah yakin, aku konsentrasikan, tapak tanganku seakan menyedot sesuatu, menahan dengan tapak kiriku.

Tiba-tiba angin keras menerpa kami dari segala penjuru, sampai baju yang ku kenakan dan yang dikenakan Macan berkibaran, dan beberapa daun nangka berguguran, hampir menimpa kami.

“Ini Can… kamu photo di depan, sudah berkumpul…”

Macan segera menjepretkan ngawur saja ke depanku, beberapa kali.

“Sudah-sudah cukup…!” katanya karena takut dan memang aku sendiri teramat merinding,

Ku hempaskan tanganku ke depan. Kembali angin bertiup tapi kali ini seperti meninggalkan kami.

Aku mengusap keringat yang membasahi pelipisku, kemudian menyeruput kopi yang tinggal sedikit, karena tenggorokanku terasa kering.

Ku ambil sebatang djisamsu filter dan menyalakan.

“Gimana Can, berhasil?” tanyaku yang melihat dia memutar-mutar galeri.

Lanjuutt....》》
0
898
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan