- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Zaman Ahok Warga Mengadu ke Balai Kota, Zaman Anie Warga Mengadu ke Hotman Paris


TS
putri..mia
Zaman Ahok Warga Mengadu ke Balai Kota, Zaman Anie Warga Mengadu ke Hotman Paris
Quote:
Zaman Ahok Warga Mengadu ke Balai Kota, Zaman Anies Baswedan Warga Mengadu ke Hotman Paris
tribun news Nov 24, 2018 4:33 PM
Zaman Ahok Warga Mengadu ke Balai Kota, Zaman Anies Baswedan Warga Mengadu ke Hotman Paris
Anies dan Ahok. (TRIBUNNEWS.COM)
TRIBUN-MEDAN.com - Sejak DKI Jakarta dipimpin oleh Basuki Thaja Purnama atau Ahok, ada sebuah tradisi di Balai Kota DKI Jakarta, yaitu tradisi pelayanan pengaduan warga di pendopo Balai Kota.
Basuki atau Ahok pernah bercerita mengenai awal mula terjadinya kebiasaan pelayanan aduan warga setiap pagi di Balai Kota DKI.
Dia mengatakan, hal itu bermula ketika warga merasa tidak cukup dengan mengadu melalui layanan pesan singkat (short message service/SMS) saja.
"Aku bilang kalau enggak puas, tungguin saja deh aku di depan mobil di Balai Kota. Aku kan kalau turun dari mobil pasti jalan dulu buat masuk, enggak mungkin tahu-tahu aku di ruang kerja," kata Ahok di Jalan Darmawangsa, Kebayoran Baru, Minggu (23/10/2016).
Setelah itu, mulai banyak warga yang mencegatnya turun dari mobil saat tiba di Balai Kota. Pada zaman Ahok, warga mengadu tentang berbagai hal seperti masalah rusun, biaya sekolah, hingga rumah sakit.
Ahok merasa kasihan melihat warga yang berdiri lama di pendopo Balai Kota DKI karena menunggu dia tiba.
Akhirnya, dia membeli empat set kursi khas Betawi dan diletakkan di pendopo Balai Kota DKI. "Begitu dikasih kursi, eh tambah ramai," ujar Ahok.
Semakin lama, semakin banyak inovasi yang dilakukan pada sesi pengaduan warga ini. Ahok memulai tradisi menyiapkan teh, kopi, dan biskuit untuk warga yang menunggunya.
Kemudian, Ahok juga minta untuk didampingi oleh pegawai negeri sipil (PNS) terkait saat melayani aduan.
Ahok menyadari rutinitas setiap pagi itu kini sudah menjadi semacam kebiasaan. Akhirnya, bukan hanya melayani pengaduan masyarakat, Ahok juga melayani permintaan untuk berfoto bersama.
"Sekarang bahkan orang dari luar kota ke Jakarta, sebelum pulang ke bandara, mereka mampir ke Balkot dulu untuk foto. Kita harus sabar melayani satu per satu," ujar Ahok.
Diperbaiki Djarot
Setelah Ahok tak lagi menjabat, tradisi pengaduan warga masih dilanjutkan Djarot. Namun, Djarot memperbaiki mekanisme pengaduan yang sudah ada.
Pada era Djarot, sesi pengaduan ditangani sepenuhnya oleh PNS. Meja-meja pelayanan disediakan dan dibagi ke beberapa kategori pengaduan.
Ada meja khusus untuk pengaduan tentang kesehatan, pendidikan, dan masalah rusun.
"Maka Pak Djarot tidak setiap hari menangani langsung pengaduan ini," kata salah seorang pamdal, Sumarna, yang biasa ikut membantu sesi pelayanan pengaduan warga.
Djarot akhirnya memang tidak perlu mendengar satu per satu keluhan masyarakat yang datang ke Balai Kota.
Saat tiba di Balai Kota, Djarot hanya berkeliling dari satu meja ke meja lain dan mendengarkan sekilas permasalahannya. Sesekali Djarot memberi arahan kepada PNS mengenai cara menangani warga.
Diharap Terus Ada
Salah seorang warga, Bia, menilai tradisi pengaduan warga di Balai Kota adalah hal positif. Sebab, tradisi ini bisa mendekatkan warga Jakarta dengan gubernurnya.
Selain itu, warga juga bisa didengar dan ditangani langsung masalah-masalahnya. "Jadi ada solusi untuk warga pada tradisi ini," kata Bia di Balai Kota.
Pemandangan pengaduan warga di pendopo Balai Kota sudah menjadi kebiasaan di pagi hari. Dia berharap hal yang baik seperti ini akan terus berlanjut pada pemerintahan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
"Semoga akan terus ada atau bahkan dibuat semakin bagus oleh Pak Anies atau Pak Sandi," ujar dia.
Saat awal memimpin DKI Jakarta Anies Baswedan pernah melanjutkan tradisi melayani aduan warga ketika tiba di Balai Kota DKI Jakarta pagi ini, Senin (23/10/2017).
Beberapa warga berbaris untuk bertemu dengan Anies. Salah satu warga, Nurmia, mengadu soal dirinya yang tidak bisa membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
"Saya mau urus ini Pak, bayar BPHTB Pak buat HGB. Mahal sekali, saya enggak sanggup Pak, saya seorang janda," kata Nurmia.
"Berapa bayarnya?" tanya Anies.
"Rp 166 juta, ada lagi buntutnya," kata Nurmia.
Setelah mendengar permasalahan Nurmia, Anies memintanya untuk mengumpulkan bukti pembayaran PBB selama lima tahun terakhir. Anies berjanji nantinya akan ada orang yang menghubungi Nurmia.
"Nanti saya kabarin ya Bu, saya minta PBB-nya nanti ada yang akan kontak ibu," kata Anies.
Usai melayani aduan, Anies mengatakan masyarakat memang tidak dilarang mendatangi Balai Kota.
Masyarakat juga berhak untuk menyampaikan permasalahannya kepada gubernur. Namun, dia ingin masalah warga bisa selesai tanpa membuat warga harus ke Balai Kota.
"Yang ingin saya lakukan sesudah ini, masalah yang sama jangan sampai datang, karena harus diselesaikan sistem," kata Anies waktu itu.
Anies Baswedan Hentikan Sesi Pengaduan di Balai Kota
Namun berselang beberapa waktu, Anies Baswedan yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak lagi mempertahankan sesi pengaduan warga di Balai Kota.
Warga tidak lagi boleh langsung datang ke Balai Kota untuk mengadu langsung pada Gubernur Anies Baswedan. Warga disarankan datang ke kelurahan.
Karena Pemprov DKI telah membuka posko pengaduan warga di tiap kelurahan, untuk mengurangi pengaduan yang biasa dilakukan masyarakat di Balai Kota DKI.
Anies mengklaim, dengan membuka posko pengaduan di setiap kecamatan persoalan warga dapat cepat diselesaikan.
Kepala Bagian Administrasi Kepala Daerah DKI Jakarta Puspla Dirdjaja menyatakan, posko pelayanan aduan warga di Balai Kota DKI Jakarta difungsikan sebagai wadah menerima dan mengurai permasalahan yang diadukan warga.
Sementara itu, proses penyelesaian permasalahannya akan ditangani oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang terkait dengan masalah yang diadukan.
Menurut Puspla, posko itu hanya memberikan informasi atau arahan kepada warga supaya masalahnya bisa teratasi.
"Di sini menerima dan mengurai permasalahan tersebut untuk mempermudah. Karena kan gini, ada masyarakat yang belum tahu ke mana arahnya. Kalau di sini kan dipandu," kata Puspla kepada Kompas.com, Jumat (18/5/2018).
Warga Memilih Melapor ke Hotman Paris
Kebiasaan warga mengadukan persoalan yang dihadapinya ke Balai Kota kini berganti dengan melapor ke warung kopi dimana Hotman Paris, si pengacara kondang sering mangkal.
Seperti yang dilakukan oleh warga RW 06 Cipayung yang mengadukan persoalan yang mereka alami kepada Hotman Paris
Mereka mengadu kepada Hotman karena telah menderita dan mengalami rugi akibat pembangunan proyek Sakura Garden City.
Usai menerima pengaduan tersebut, Hotman meminta gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memeriksa terkait dugaan tersebut.
"Salam Kopi Johny. Bapak Gubernur DKI, Dr. Anies Baswedan, di sini wargamu satu RW 06 Cipayung, yang merasa 7 bulan telah menderita dan mengalami kerugian akibat pembangunan proyek Sakura Garden City oleh grup sayana katanya."
Sebagai gubernur yang berwenang terkait pemberhentian proyek, Hotman meminta kepada Anies Baswedan untuk memeriksa kebenaran dugaan tersebut.
"Tolong bapak periksa apakah ada dugaan tersebut. Kalau memang ada dugaan kerugian, tentu bapak gubernur berwenang menghentikan proyek tersebut. Kalau memang ada bukti.
"Bagaimana?" tanyanya pada Warga.
Warga menjawab dengan suara yang tegas, "Setuju"
"Satu RW mereka menderita. Tolong diperiksa, Kami belum menuduh, hanya mohon diperiksa. Ini satu RW datang ke Kopi Johny."Ini satu RW datang ke Kopi Johny."
(*)
tribun news Nov 24, 2018 4:33 PM
Zaman Ahok Warga Mengadu ke Balai Kota, Zaman Anies Baswedan Warga Mengadu ke Hotman Paris
Anies dan Ahok. (TRIBUNNEWS.COM)
TRIBUN-MEDAN.com - Sejak DKI Jakarta dipimpin oleh Basuki Thaja Purnama atau Ahok, ada sebuah tradisi di Balai Kota DKI Jakarta, yaitu tradisi pelayanan pengaduan warga di pendopo Balai Kota.
Basuki atau Ahok pernah bercerita mengenai awal mula terjadinya kebiasaan pelayanan aduan warga setiap pagi di Balai Kota DKI.
Dia mengatakan, hal itu bermula ketika warga merasa tidak cukup dengan mengadu melalui layanan pesan singkat (short message service/SMS) saja.
"Aku bilang kalau enggak puas, tungguin saja deh aku di depan mobil di Balai Kota. Aku kan kalau turun dari mobil pasti jalan dulu buat masuk, enggak mungkin tahu-tahu aku di ruang kerja," kata Ahok di Jalan Darmawangsa, Kebayoran Baru, Minggu (23/10/2016).
Setelah itu, mulai banyak warga yang mencegatnya turun dari mobil saat tiba di Balai Kota. Pada zaman Ahok, warga mengadu tentang berbagai hal seperti masalah rusun, biaya sekolah, hingga rumah sakit.
Ahok merasa kasihan melihat warga yang berdiri lama di pendopo Balai Kota DKI karena menunggu dia tiba.
Akhirnya, dia membeli empat set kursi khas Betawi dan diletakkan di pendopo Balai Kota DKI. "Begitu dikasih kursi, eh tambah ramai," ujar Ahok.
Semakin lama, semakin banyak inovasi yang dilakukan pada sesi pengaduan warga ini. Ahok memulai tradisi menyiapkan teh, kopi, dan biskuit untuk warga yang menunggunya.
Kemudian, Ahok juga minta untuk didampingi oleh pegawai negeri sipil (PNS) terkait saat melayani aduan.
Ahok menyadari rutinitas setiap pagi itu kini sudah menjadi semacam kebiasaan. Akhirnya, bukan hanya melayani pengaduan masyarakat, Ahok juga melayani permintaan untuk berfoto bersama.
"Sekarang bahkan orang dari luar kota ke Jakarta, sebelum pulang ke bandara, mereka mampir ke Balkot dulu untuk foto. Kita harus sabar melayani satu per satu," ujar Ahok.
Diperbaiki Djarot
Setelah Ahok tak lagi menjabat, tradisi pengaduan warga masih dilanjutkan Djarot. Namun, Djarot memperbaiki mekanisme pengaduan yang sudah ada.
Pada era Djarot, sesi pengaduan ditangani sepenuhnya oleh PNS. Meja-meja pelayanan disediakan dan dibagi ke beberapa kategori pengaduan.
Ada meja khusus untuk pengaduan tentang kesehatan, pendidikan, dan masalah rusun.
"Maka Pak Djarot tidak setiap hari menangani langsung pengaduan ini," kata salah seorang pamdal, Sumarna, yang biasa ikut membantu sesi pelayanan pengaduan warga.
Djarot akhirnya memang tidak perlu mendengar satu per satu keluhan masyarakat yang datang ke Balai Kota.
Saat tiba di Balai Kota, Djarot hanya berkeliling dari satu meja ke meja lain dan mendengarkan sekilas permasalahannya. Sesekali Djarot memberi arahan kepada PNS mengenai cara menangani warga.
Diharap Terus Ada
Salah seorang warga, Bia, menilai tradisi pengaduan warga di Balai Kota adalah hal positif. Sebab, tradisi ini bisa mendekatkan warga Jakarta dengan gubernurnya.
Selain itu, warga juga bisa didengar dan ditangani langsung masalah-masalahnya. "Jadi ada solusi untuk warga pada tradisi ini," kata Bia di Balai Kota.
Pemandangan pengaduan warga di pendopo Balai Kota sudah menjadi kebiasaan di pagi hari. Dia berharap hal yang baik seperti ini akan terus berlanjut pada pemerintahan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
"Semoga akan terus ada atau bahkan dibuat semakin bagus oleh Pak Anies atau Pak Sandi," ujar dia.
Saat awal memimpin DKI Jakarta Anies Baswedan pernah melanjutkan tradisi melayani aduan warga ketika tiba di Balai Kota DKI Jakarta pagi ini, Senin (23/10/2017).
Beberapa warga berbaris untuk bertemu dengan Anies. Salah satu warga, Nurmia, mengadu soal dirinya yang tidak bisa membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
"Saya mau urus ini Pak, bayar BPHTB Pak buat HGB. Mahal sekali, saya enggak sanggup Pak, saya seorang janda," kata Nurmia.
"Berapa bayarnya?" tanya Anies.
"Rp 166 juta, ada lagi buntutnya," kata Nurmia.
Setelah mendengar permasalahan Nurmia, Anies memintanya untuk mengumpulkan bukti pembayaran PBB selama lima tahun terakhir. Anies berjanji nantinya akan ada orang yang menghubungi Nurmia.
"Nanti saya kabarin ya Bu, saya minta PBB-nya nanti ada yang akan kontak ibu," kata Anies.
Usai melayani aduan, Anies mengatakan masyarakat memang tidak dilarang mendatangi Balai Kota.
Masyarakat juga berhak untuk menyampaikan permasalahannya kepada gubernur. Namun, dia ingin masalah warga bisa selesai tanpa membuat warga harus ke Balai Kota.
"Yang ingin saya lakukan sesudah ini, masalah yang sama jangan sampai datang, karena harus diselesaikan sistem," kata Anies waktu itu.
Anies Baswedan Hentikan Sesi Pengaduan di Balai Kota
Namun berselang beberapa waktu, Anies Baswedan yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak lagi mempertahankan sesi pengaduan warga di Balai Kota.
Warga tidak lagi boleh langsung datang ke Balai Kota untuk mengadu langsung pada Gubernur Anies Baswedan. Warga disarankan datang ke kelurahan.
Karena Pemprov DKI telah membuka posko pengaduan warga di tiap kelurahan, untuk mengurangi pengaduan yang biasa dilakukan masyarakat di Balai Kota DKI.
Anies mengklaim, dengan membuka posko pengaduan di setiap kecamatan persoalan warga dapat cepat diselesaikan.
Kepala Bagian Administrasi Kepala Daerah DKI Jakarta Puspla Dirdjaja menyatakan, posko pelayanan aduan warga di Balai Kota DKI Jakarta difungsikan sebagai wadah menerima dan mengurai permasalahan yang diadukan warga.
Sementara itu, proses penyelesaian permasalahannya akan ditangani oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang terkait dengan masalah yang diadukan.
Menurut Puspla, posko itu hanya memberikan informasi atau arahan kepada warga supaya masalahnya bisa teratasi.
"Di sini menerima dan mengurai permasalahan tersebut untuk mempermudah. Karena kan gini, ada masyarakat yang belum tahu ke mana arahnya. Kalau di sini kan dipandu," kata Puspla kepada Kompas.com, Jumat (18/5/2018).
Warga Memilih Melapor ke Hotman Paris
Kebiasaan warga mengadukan persoalan yang dihadapinya ke Balai Kota kini berganti dengan melapor ke warung kopi dimana Hotman Paris, si pengacara kondang sering mangkal.
Seperti yang dilakukan oleh warga RW 06 Cipayung yang mengadukan persoalan yang mereka alami kepada Hotman Paris
Mereka mengadu kepada Hotman karena telah menderita dan mengalami rugi akibat pembangunan proyek Sakura Garden City.
Usai menerima pengaduan tersebut, Hotman meminta gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memeriksa terkait dugaan tersebut.
"Salam Kopi Johny. Bapak Gubernur DKI, Dr. Anies Baswedan, di sini wargamu satu RW 06 Cipayung, yang merasa 7 bulan telah menderita dan mengalami kerugian akibat pembangunan proyek Sakura Garden City oleh grup sayana katanya."
Sebagai gubernur yang berwenang terkait pemberhentian proyek, Hotman meminta kepada Anies Baswedan untuk memeriksa kebenaran dugaan tersebut.
"Tolong bapak periksa apakah ada dugaan tersebut. Kalau memang ada dugaan kerugian, tentu bapak gubernur berwenang menghentikan proyek tersebut. Kalau memang ada bukti.
"Bagaimana?" tanyanya pada Warga.
Warga menjawab dengan suara yang tegas, "Setuju"
"Satu RW mereka menderita. Tolong diperiksa, Kami belum menuduh, hanya mohon diperiksa. Ini satu RW datang ke Kopi Johny."Ini satu RW datang ke Kopi Johny."
(*)
Yang mengadu pasti cebong yang ingin disawer Hotman Paris.
Jakarta sekarang sudah sangat baik dan tidak ada masalah, jadi tdk perlu lagi mengadu ke Anies di Balai Kota.

Cebong mana faham


6
7.2K
Kutip
101
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan