- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Dua Guru di Kabupaten Semarang Ajarkan Pendidikan Kepercayaan


TS
lostcg
Dua Guru di Kabupaten Semarang Ajarkan Pendidikan Kepercayaan
Belum Ada Sarjana Aliran Kepercayaan, Dua Guru di Kabupaten Semarang Ajarkan Pendidikan Kepercayaan
Senin, 19 November 2018 23:36

TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKKI
Guru penghayat kepercayaan mendapat pembekalan di kantor Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Cilacap sebelum mengikuti sertifikasi
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Amanda Rizqyana
TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Tarminto (27) dan Surani (32) merupakan dua orang guru Pendidikan Kepercayaan dan Budi Pekerti di Kabupaten Semarang.
Keduanya mengajar 23 siswa yang terbagi di tujuh SD negeri, dua SMP negeri, dan satu SMK negeri.
Mereka melaksanakan Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016 tentang layanan pendidikan kepercayaan.
"Saya mengajar sebagian sekolah-sekolah tersebut hampir setiap hari," ujar Surani beberapa waktu lalu.
Sayangnya, data yang mereka miliki tidak sama dengan data yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Semarang.
Menurut penuturan Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Taufiqur Rahman, dari total 23 siswa tersebut, baru 4 siswa dari SMP Negeri 2 Sumowono yang datanya masuk.
Menurutnya, hal tersebut karena sekolah lain tidak memiliki siswa penganut kepercayaan.
"Data yang kami miliki hanya SMP Negeri 2 Sumowono sebanyak 4 orang. Sekolah lain mungkin tidak ada penganut aliran kepercayaan," ujarnya ketika dihubungi Tribun Jateng.
Taufiqur juga menyatakan guru aliran kepercayaan bukanlah guru umum karena belum ada sarjana aliran kepercayaan.
Guru yang mengampu mata pelajaran tersebut ditunjuk oleh himpunan kepercayaan, berikut juga materi dan penilaian yang digunakan.
Sementara para siswa yang diampu mendapatkan kolom penilaian mata pelajaran pendidikan agama dan budi pekerti.
Para guru ini tidak mendapatkan insentif dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Semarang.
Dinas memberikan insentif hanya pada guru tidak tetap (GTT) berdasarkan latar belakang pendidikannya yang linier dengan materi yang ia sampaikan.
"Mungkin sekolah yang memberi insentif," tutur Taufiqur.
Meski demikian, para siswa yang menganut aliran kepercayaan tetap mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.
Para siswa tetap melaksanakan tes semester, kenaikan kelas, hingga ujian sekolah dan ujian nasional. (*)
http://jateng.tribunnews.com/2018/11...ayaan?page=all
Lebih bagus lagi pendidikan agama dihapus aja
Senin, 19 November 2018 23:36

TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKKI
Guru penghayat kepercayaan mendapat pembekalan di kantor Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Cilacap sebelum mengikuti sertifikasi
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Amanda Rizqyana
TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Tarminto (27) dan Surani (32) merupakan dua orang guru Pendidikan Kepercayaan dan Budi Pekerti di Kabupaten Semarang.
Keduanya mengajar 23 siswa yang terbagi di tujuh SD negeri, dua SMP negeri, dan satu SMK negeri.
Mereka melaksanakan Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016 tentang layanan pendidikan kepercayaan.
"Saya mengajar sebagian sekolah-sekolah tersebut hampir setiap hari," ujar Surani beberapa waktu lalu.
Sayangnya, data yang mereka miliki tidak sama dengan data yang dimiliki oleh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Semarang.
Menurut penuturan Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Taufiqur Rahman, dari total 23 siswa tersebut, baru 4 siswa dari SMP Negeri 2 Sumowono yang datanya masuk.
Menurutnya, hal tersebut karena sekolah lain tidak memiliki siswa penganut kepercayaan.
"Data yang kami miliki hanya SMP Negeri 2 Sumowono sebanyak 4 orang. Sekolah lain mungkin tidak ada penganut aliran kepercayaan," ujarnya ketika dihubungi Tribun Jateng.
Taufiqur juga menyatakan guru aliran kepercayaan bukanlah guru umum karena belum ada sarjana aliran kepercayaan.
Guru yang mengampu mata pelajaran tersebut ditunjuk oleh himpunan kepercayaan, berikut juga materi dan penilaian yang digunakan.
Sementara para siswa yang diampu mendapatkan kolom penilaian mata pelajaran pendidikan agama dan budi pekerti.
Para guru ini tidak mendapatkan insentif dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Semarang.
Dinas memberikan insentif hanya pada guru tidak tetap (GTT) berdasarkan latar belakang pendidikannya yang linier dengan materi yang ia sampaikan.
"Mungkin sekolah yang memberi insentif," tutur Taufiqur.
Meski demikian, para siswa yang menganut aliran kepercayaan tetap mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.
Para siswa tetap melaksanakan tes semester, kenaikan kelas, hingga ujian sekolah dan ujian nasional. (*)
http://jateng.tribunnews.com/2018/11...ayaan?page=all
Lebih bagus lagi pendidikan agama dihapus aja
0
1.9K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan