Kaskus

News

lostcgAvatar border
TS
lostcg
Pencantuman Penghayat Kepercayaan di E-KTP Masih Bermasalah
Pencantuman Penghayat Kepercayaan di E-KTP Masih Bermasalah

 Setahun setelah Putusan MK

Mon, 19 Nov 2018 - 04:27 WIB

63

Pencantuman Penghayat Kepercayaan di E-KTP Masih Bermasalah

Berselang setahun setelah pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan penghayat untuk mencantumkan aliran kepercayaan mereka menggantikan kolom agama di E-KTP, masalah belum benar-benar tuntas.

MESKI ditanggapi beragam banyak pihak, putusan MK terkait pencantuman kolom aliran kepercayaan bagi para penghayat menggantikan kolom agama di E-KTP, bersifat final dan mengikat.

Putusan itu tepatnya terkait permohonan pengujian UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan junctoUU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Artinya putusan langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan, dan berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia. Setelah putusan MK, beberapa pihak termasuk Majelis Ulama Indonesia memberikan masukan meski menyesalkan putusan tersebut.

Sementara pemerintah mencari formula yang tepat untuk melaksanakan putusan MK tersebut. Kelambanan pemerintah mengeksekusi putusan MK dinilai Komnas HAM menimbulkan masalah. ”Kalau cuma jargon, pasti tidak akan berani menjalankan putusan MK.

Sehingga nantinya, pasti akan terjadi lagi diskriminasi bagi warga negara penghayat aliran kepercayaan,” tutur anggota Komnas HAM Mohammad Choirul Anam. Menurutnya, implementasi putusan MK terkait pencantuman aliran kepercayaan dalam E-KTP sangat bergantung kepada iktikad baik dan keberanian pemerintah.

Pencantuman aliran kepercayaan dalam E-KTP, lanjut Anam, terkait langsung dengan administrasi kependudukan (adminduk). Administrasi ini memiliki banyak implikasi seperti aspek keperdataan, warisan, bahkan untuk kepentingan di depan hukum.

Apalagi saat ini sedang dibangun sistem satu Nomer Induk Kependudukan. Salah satu contoh, jika ada pasangan suami-istri penghayat, sementara mereka masih memiliki masalah adminduk, maka anaknya akan dianggap dicatat hanya beribu tanpa bapak.

Pengakuan status sebagai penghayat kepercayaan juga akan memberikan implikasi perlindungan dalam kehidupan beragarama dan berkeyakinan di Indonesia.

Kepentingan Politik 

Menurut pengalaman yang pernah terjadi, mereka dianggap sesat karena dalam E-KTP-nya mencantumkan salah satu agama, namun praktik beragamanya menjalankan keyakinan kepercayaan.

Karena hal tersebut malah ada yang dipidana. Anam menyebut Indonesia memiliki sejarah panjang dalam hubungan negara dan agama. Alasan kepentingan politik disebutnya tidak menjadi mudah melaksanakan putusan MK tersebut.

Hal seperti ini sudah berlangsung lama. ”Putusan MK kan seharusnya eksekutorial, tapi yang ada kan enggak langsung eksekutorial. Masih nego sana-sini, cari cara, dan sebagainya sehingga implementasinya macet,” ujar Anam.

Menurutnya, sikap pemerintah tersebut menunjukkan kurangnya kepatuhan terhadap mekanisme hukum yang telah berjalan. Selain itu pemerintah juga dinilai belum memberikan perhatian terhadap pemenuhan hak asasi warga penghayat kepercayaan.

Sebelumnya, Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI) mendatangi Komnas HAM, Selasa (16/10), untuk membicarakan pengakuan kepercayaan mereka. ”Agama ini dari nenek moyang kami dulu, tanah leluhur kami dulu. Kami tidak dibantu, tidak dibina.

Kami setanah kelahiran yang didiskriminasikan oleh pemerintah,” ujar Ketua MAKI Kalimantan Tengah, Yudha SU Rihan. Para penganut Kaharingan merasa didiskriminasi karena kepercayaannya tidak diakui.

Dari catatan diketahui, Agustus lalu, dalam rangka menindaklanjuti putusan MK, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) menerbitkan instruksi tentang perbaikan elemen data penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Kartu Keluarga.

Instruksi tersebut telah disampaikan kepada seluruh Kepala Dinas Dukcapil seluruh Indonesia agar perubahan elemen data dapat segera dilakukan, mengacu pada Surat Edaran Mendagri Nomor 470/1989/MD tanggal 19 Mei 2018 tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan bagi Penghayat Kepercayaan.

Format baru KK tersebut sudah diunggah di pusat data Ditjen Dukcapil Kemendagri dan setiap Dinas Dukcapil sudah dapat mengunduh dan menginstalnya untuk diterapkan melalui pelayanan kepada masyarakat.

”Format baru KK sudah di-upload, Ibu/Bapak sudah bisa mengunduh. Dengan begitu tidak ada kesulitan, karena format sudah disiapkan,” ungkap Dirjen Dukcapil, Zudan Arif Fakruloh.

Terpisah, Sekretaris Persatuan warga Sapta Darma (Persada) Kota Semarang, Arifin mengatakan, saat ini penghayat kepercayaan di Kota Semarang masih dipandang sebelah mata.

Ia menyebut, sebagian masyarakat memandang komunitas penghayat kepercayaan sebagai aliran sesat, perdukunan dan lain sebagainya. ”Pernah saat itu, KTP harus mengikuti agama yang sudah ditentukan.

Mengurus surat perkimpoian juga masih kesulitan,” kata Arifin, Minggu (18/11). Tak hanya itu, dari segi sosial lainnya, pemakaman jenazah anggota komunitas penghayat kepercayaan dari luar Kota Semarang sebagian tidak bisa dimakamkan di tempat pemakaman umum.

Arifin berharap, Pemerintah Kota Semarang segera menyosialisasikan komunitas penghayat kepercayaan sampai tingkat kelurahan bahkan tingkat RW.

”Masih banyak aparat kelurahan yang belum mengetahui hal ini. Kami ingin pembinaaan dan komunikasi dengan komunitas penghayat kepercayaan lebih ditingkatkan lagi,” terangnya. Saat ini, jumlah penganut aliran penghayat kepercayaan kurang lebih berjumlah 2.365 orang.

Ribuan orang tersebut tersebar di berbagai komunitas lain yang lebih kecil. Di antaranya, Aliran Kebatinan Perjalanan, Paguyuban Penghayat Kapribaden, Anggayuh Ketentremaning Urip dan sejumlah komunitas penghayat kepercayaan lainnya di Kota Semarang.

Pakar sejarah dan kebudayaan Universitas Diponegoro, Dhanang Respati Puguh, mengingatkan tentang eksistensi penghayat kebudayaan di Indonesia. Kiprah mereka tidak cukup hanya terdengar melainkan juga berkontrbusi di tengah masyarakat.

”Saya beberapa kali diundang sebagai pembicara dalam seminar atau diskusi membahas persoalan ini. Senyatanya masyarakat yang menganut paham penghayat kebudayaan memang ada,” jelas Kepala Departemen Ilmu Sejarah Undip tersebut.

Bahkan, tak jarang dalam pandangan mereka, kepercayaan yang diyakininya juga sebagai agama. Kendati konsepnya berbeda dengan agama lain, atau yang bersifat samawi.

Berkaca dari persoalan ini maka permasalahan pengakuan terhadap mereka melalui pencantuman identitas di E-KTP juga harus diberikan perhatian penuh. Mereka juga bagian dari anak bangsa yang mewarnai keberagaman dan kebinekaan Indonesia.

Jika pun muncul resistensi dari pihak tertentu tentunya bisa dibuka dialog untuk menemukan titik temu. Jangan sampai terdapat segolongan orang yang haknya tidak diberikan, padahal mereka juga telah memberikan kewajibannya di negeri ini. (Budi Nugraha, Siswo Ariwibowo, Hari Santosa-54)

https://www.suaramerdeka.com/smcetak...sih-bermasalah

Mendingan kolom agama di ktp dihapus aja, nggak ada gunanya
1
1.8K
22
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan