Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
‘Manis Dagingan’, Pamali yang Sering Jadi Kenyataan


‘Manis Dagingan’ adalah istilah pamali yang populer di kalangan masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Secara harfiah, ‘manis dagingan’ berarti ‘mempunyai daging yang manis’, sehingga mengundang berbagai hal untuk melukai atau mencederai daging (tubuhnya).

Pamali ini biasanya ditujukan untuk pasangan yang baru melaksanakan akad nikah, namun belum mengadakan resepsi pernikahan. Ada pula yang mengatakan sejak 3 hari sebelum akad nikah. Dalam tradisi masyarakat Banjar, biasanya acara walimah (resepsi) pernikahan dilakukan seminggu atau beberapa waktu kemudian, dan pada masa itu, keduanya belum (boleh) tinggal serumah. Nah, dalam masa menunggu hari H tersebut, biasanya para tetuha akan mengingatkan pasutri agar tidak banyak beraktifitas di luar rumah, “Hati-hati, manis dagingan!” Bahkan bagi orang tua yang sangat fanatik dengan pamali ini, mereka memingit anaknya, yakni tidak mengizinkan ke luar rumah.

Saya teringat setelah akad nikah tahun 2001 lalu. Saat itu saya mau membagi Undangan Perkimpoian yang akan dilaksanakan sekitar sebulan kemudian. Orang tua saya memperingatkan,“Kalau bisa suruh orang lain saja, manis dagingan!”

Waktu itu saya kurang mengerti dan tidak begitu percaya dengan pamali ‘manis dagingan’, sehingga tetap membagi undangan sendiri. Alhamdulilah saya baik-baik saja. Namun seiring waktu berjalan, saya sering mendengar kabar atau membaca berita tentang salah satu atau kedua pasutri mengalami kecelakan dan meninggal dunia setelah akad nikah sebelum walimah. Barangkali ini yang dimaksud dengan ‘manis dagingan’ tersebut.



Kejadian terakhir dialami oleh teman akrab saya sendiri yang bernama Adit. Pada tanggal 4 September 2018 dia melaksanakan akad nikah, dan walimahnya akan dilaksanakan pada tanggal 16 September. Namun pada tanggal 9 September, dia mengalami kecelakaan kerja, terkena setrum listrik hingga meninggal dunia. Padahal pada malam Minggu tanggal 9 itu dia harusnya libur di perusahaan tempatnya bekerja. Namun ia tetap bekerja lembur, mungkin untuk menambah biaya resepsi pernikahannya. Nahas, umur tak bisa diprediksi, dia wafat beberapa saat setelah kesetrum listrik. Memang, pihak perusahaan memberikan santunan dan asuransi, namun nyawa tak bisa dinilai dengan materi. Apalagi bagi sang istri yang ditinggal pergi, ketika cinta baru saja bersemi di depan penghulu.

Berbagai ungkapan kesedihan pun terlontar dalam kebisuan yang nyata. Dalam akun FB sang istri, di antaranya ia menulis:



“Aku sudah bertemu jodohku, tapi Allah sudah mengambilnya. Lalu apa yang aku tunggu lagi??? Selain giliranku bertemu Allah.”



“Itu sudah garis takdir hidupku. Allah pertemukan lalu Allah pisahkan. Bukan tanpa alasan. Mungkin Tuhan sedang mengajarkan aku bagaimana cara mencintai dalam doa.”
***
Ya, begitulah pamali ‘manis dagingan’ yang mungkin hanya kebetulan terjadi, sehingga ini tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak beraktifitas setelah akad nikah sebelum walimah. Namun kehati-hatian dalam bekerja tentu tetap harus diperhatikan, kapan saja dan di mana saja. Di samping itu, jangan lupa terus berdoa dan bertawakkal kepada-Nya.
***
Itulah gambaran pamali 'manis dagingan' yang sering jadi kenyataan. Barangkali di daerah GanSis juga punya kepercayaan yang sama, dengan istilah yang berbeda. Silakan share di sini, agar kita bisa bertukar informasi budaya setiap daerah.(*)
*****
Diolah sendiri dengan sumber gambar dari akun FB Adit Bartman dan Ilsa Embull.
Diubah oleh Aboeyy 11-11-2018 17:57
tien212700
tien212700 memberi reputasi
3
11.6K
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan