- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
AirlineRatings 2018: Safety Rating Lion Air itu Bintang 6 dari 7


TS
annisaputrie
AirlineRatings 2018: Safety Rating Lion Air itu Bintang 6 dari 7


Source: https://www.airlineratings.com/safety-rating-tool/
Quote:
Sering Bermasalah, Mengapa Lion Air Tetap Jadi Pilihan?
23 Mei 2016, 09:55 WIB
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/789556/original/071191900_1420351176-Lion_Air_gagal_mendarat_di_Bandara_El_Tari_Kupang_1.jpg)
4 Juni - Salah satu pesawat Lion Air gagal mendarat di Bandara El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu, sekitar pukul 14.35 WITA, akibat angin kencang yang mengganggu pendaratan pesawat jenis Boeing tersebut. (Istimewa)
Liputan6.com, Jakarta - Maskapai penerbangan Lion Air dalam beberapa pekan terakhir ini menjadi sorotan khalayak ramai sejak peristiwa salah antar penumpang pada penerbangan internasional. Kejadian tersebut berbuntut panjang karena memicu dikenakannya sanksi dari pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Regulator memberikan sanksi kepada manajemen Lion Air atas pembekuan izin ground handling dan tidak diperkenankan mengembangkan rute. Atas sanksi tersebut, maskapai berlogo Singa merah itu berbalik melaporkan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Suprasetyo, mengenai perkara dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang.
Rentetan kejadian tersebut dinilai pengamat penerbangan Dudy Sudibyo tak mempengaruhi bisnis Lion Air secara menyeluruh. Menurut dia, masyarakat Indonesia mempunyai alasan untuk tetap terbang dengan Lion Air meskipun maskapai ini kerap berulah, seperti sering delay atau tertunda penerbangan, pesawatnya bersenggolan dengan pesawat lain sampai salah mengantar penumpang yang menyebabkan lolosnya penumpang internasional dari pemeriksaan Imigrasi.
"Penumpang tidak punya pilihan lain. Lion Air sangat kuat brand-nya di otak masyarakat kita. Sudah tertanam bahwa penerbangan dengan harga murah, ya Lion Air. Senang atau tidak senang, kalau mau murah, ya naik itu," kata Dudy saat dihubungi Liputan6.com,Jakarta, Senin (23/5/2016).
Lebih jauh dia bilang, dikenal dengan low cost carrier atau LCC (penerbangan berbiaya murah), maskapai yang dimiliki pengusaha Rusdi Kirana itu telah melayani rute-rute penerbangan hingga ke pelosok negeri. Jumlah armada pesawatnya pun, diakui Dudy, sudah melampaui maskapai lain, Garuda Indonesia.
"Memang keselamatan menjadi faktor pertimbangan utama orang memilih penerbangan. Tapi ketika ada harga yang lebih murah, dan bisa menjangkau tempat tujuan, masyarakat akan pilih itu," terangnya.
Lalu apa yang membuat Lion Air mampu menawarkan harga murah dengan ongkos atau biaya operasional yang sama dengan rata-rata maskapai penerbangan lain?
Dudy mengatakan, efisiensi biaya operasional bukanlah kunci dari Lion Air mampu memberikan harga murah. Strategi atau model bisnis yang dipakai maskapai bertarif rendah adalah mengurangi biaya pelatihan dan menghapus layanan makanan di pesawat. Makanan dan minuman yang biasa disajikan gratis, kini berbayar.
"Biaya pelatihan dikurangi, layanan memberi makan gratis tidak ada lagi. Biaya makanan dan minuman di pesawat itu mahal lho bisa ribuan rupiah. Jadi tanpa gratis, mereka bisa saving dari situ," Dudy menjelaskan.
Terkait gaji kru pesawat Lion Air yang disebut-sebut jauh di bawah maskapai lain, Dudy menampiknya. Dia menegaskan rata-rata pendapatan kru pesawat sama. "Tidak, itu ada standarnya. Dan rata-rata sudah sesuai standar. Kalaupun ada selisih, bedanya tidak terlalu jauh," katanya.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2513290/sering-bermasalah-mengapa-lion-air-tetap-jadi-pilihan
23 Mei 2016, 09:55 WIB
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/789556/original/071191900_1420351176-Lion_Air_gagal_mendarat_di_Bandara_El_Tari_Kupang_1.jpg)
4 Juni - Salah satu pesawat Lion Air gagal mendarat di Bandara El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu, sekitar pukul 14.35 WITA, akibat angin kencang yang mengganggu pendaratan pesawat jenis Boeing tersebut. (Istimewa)
Liputan6.com, Jakarta - Maskapai penerbangan Lion Air dalam beberapa pekan terakhir ini menjadi sorotan khalayak ramai sejak peristiwa salah antar penumpang pada penerbangan internasional. Kejadian tersebut berbuntut panjang karena memicu dikenakannya sanksi dari pihak Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Regulator memberikan sanksi kepada manajemen Lion Air atas pembekuan izin ground handling dan tidak diperkenankan mengembangkan rute. Atas sanksi tersebut, maskapai berlogo Singa merah itu berbalik melaporkan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Suprasetyo, mengenai perkara dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang.
Rentetan kejadian tersebut dinilai pengamat penerbangan Dudy Sudibyo tak mempengaruhi bisnis Lion Air secara menyeluruh. Menurut dia, masyarakat Indonesia mempunyai alasan untuk tetap terbang dengan Lion Air meskipun maskapai ini kerap berulah, seperti sering delay atau tertunda penerbangan, pesawatnya bersenggolan dengan pesawat lain sampai salah mengantar penumpang yang menyebabkan lolosnya penumpang internasional dari pemeriksaan Imigrasi.
"Penumpang tidak punya pilihan lain. Lion Air sangat kuat brand-nya di otak masyarakat kita. Sudah tertanam bahwa penerbangan dengan harga murah, ya Lion Air. Senang atau tidak senang, kalau mau murah, ya naik itu," kata Dudy saat dihubungi Liputan6.com,Jakarta, Senin (23/5/2016).
Lebih jauh dia bilang, dikenal dengan low cost carrier atau LCC (penerbangan berbiaya murah), maskapai yang dimiliki pengusaha Rusdi Kirana itu telah melayani rute-rute penerbangan hingga ke pelosok negeri. Jumlah armada pesawatnya pun, diakui Dudy, sudah melampaui maskapai lain, Garuda Indonesia.
"Memang keselamatan menjadi faktor pertimbangan utama orang memilih penerbangan. Tapi ketika ada harga yang lebih murah, dan bisa menjangkau tempat tujuan, masyarakat akan pilih itu," terangnya.
Lalu apa yang membuat Lion Air mampu menawarkan harga murah dengan ongkos atau biaya operasional yang sama dengan rata-rata maskapai penerbangan lain?
Dudy mengatakan, efisiensi biaya operasional bukanlah kunci dari Lion Air mampu memberikan harga murah. Strategi atau model bisnis yang dipakai maskapai bertarif rendah adalah mengurangi biaya pelatihan dan menghapus layanan makanan di pesawat. Makanan dan minuman yang biasa disajikan gratis, kini berbayar.
"Biaya pelatihan dikurangi, layanan memberi makan gratis tidak ada lagi. Biaya makanan dan minuman di pesawat itu mahal lho bisa ribuan rupiah. Jadi tanpa gratis, mereka bisa saving dari situ," Dudy menjelaskan.
Terkait gaji kru pesawat Lion Air yang disebut-sebut jauh di bawah maskapai lain, Dudy menampiknya. Dia menegaskan rata-rata pendapatan kru pesawat sama. "Tidak, itu ada standarnya. Dan rata-rata sudah sesuai standar. Kalaupun ada selisih, bedanya tidak terlalu jauh," katanya.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/2513290/sering-bermasalah-mengapa-lion-air-tetap-jadi-pilihan
Quote:
Bagaimana bisa penerbangan murah bisa begitu murah?
Kamis, 8 Januari 2015 13:06 WIB

Ilustrasi bisnis penerbangan berbiaya rendah. (airlines.net)
Jakarta (ANTARA News) - Mungkin Anda pernah membaca iklan penerbangan komersial seperti ini: Rp99.999 ke Malaysia... Agaknya iklan seperti itu akan memasuki masa-masa akhirnya sejalan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, yang akhirnya menandatangani peraturan tarif batas bawah penerbangan komersial berjadual. Aturan baru dari tangan Jonan itu mewajibkan maskapai menjual harga tiket minimal 40 persen dari tarif batas atas saat ini.
Artinya, ke depan tak akan ada lagi tiket pesawat yang ditawarkan atau dijual dengan sangat murah.
Tapi benarkah penghapusan tiket murah yang ditawarkan maskapai penerbangan berbiaya rendah atau low cost carrier (LCC) akan menjamin keselamatan terbang? Padahal industri penerbangan adalah industri publik yang paling ketat regulasi dan sangat peka atas reputasi operatornya. Beberapa sumber seperti The Economist dan situs forum komunitas penerbangan airlines.net menjelaskan bagaimana penerbangan murah bisa begitu murah.
Segmen perjalanan udara berbiaya rendah atau yang disebut LCC, tidak hanya menjamur di Indonesia, namun saat ini merupakan 35 persen bagian dari lalu lintas terjadwal antar-negara-negara Eropa. Cuma memerlukan waktu sekitar 24 tahun saja sejak RyanAir memulai LCC pada 1990 di Eropa Barat. Sementara di Amerika Serikat, maskapai penerbangan Southwest memimpin penyerbuan atas penerbangan mahal sejak 1971. Beberapa "rumus" itu adalah:
1. Tingkat isian kabin pemakai jasa penerbangan LCC tinggi
The Economist melaporkan, Southwest Airlines, yang merupakan maskapai "tanpa embel-embel" pertama yang sukses di dunia, menjadi pioner dalam hal mengurangi biaya operasional yang saat ini digunakan di seluruh dunia. Untuk mengurangi biaya, Southwest mengisi pesawatnya dengan tempat duduk atau "seats" yang lebih banyak, memastikan setiap penerbangan penuh dan menerbangkan pesawatnya lebih sering dibanding maskapai yang "full-service".
Berdasarkan presentasi dari Asosiasi Maskapai Bertarif Rendah di Eropa (European Low Fares Airline Association/ELFAA) mengenai Variasi Biaya Bandara oleh Sekretaris Jenderal Grup industri Penerbangan, Jan Skeels, pada Konferensi Tahunan Kedua tentang Pengaturan Biaya Operasional Pesawat Terbang, di Dublin, 7 Desember 2005, LCC seperti Ryanair, easyJet, Aer Lyngus dan Southwest bisa terisi hingga 148 tempat duduk untuk kabin kelas tunggal (semuanya ekonomi).Sementara maskapai reguler seperti Lufthansa, Air France dan British Airways hanya diisi 128 tempat duduk.
2. Cuma satu tipe pesawat terbang
Penerbangan murah juga memangkas biaya dengan cara hanya menggunakan satu tipe pesawat saja. Bukan rahasia lagi, semakin banyak merek dan tipe pesawat terbang maka semakin tinggi biaya perawatan dan pemeliharaan serta semakin rumit manajemen operasionalisasinya. Baik Southwest maupun Ryanair terbang hanya dengan Boeing B-737 series, sementara maskapai asal Inggris; easyJet, lebih suka menerbangkan Airbus A-320/319 series. Dengan demikian, maskapai akan menghemat anggaran untuk perawatan dan biaya training pilot dan awak baru.
3. Semata-mata kelas ekonomi
Untuk menjamin tiket terjual habis dan pesawat penuh, kelas bisnis dihapus. Selain itu, biaya-biaya untuk pelayanan yang tidak penting seperti membawa bagasi mulai diperkenalkan. Strategi penjualan yang inovatif juga membantu. Saat easyJet dimulai pada 1995, dia hanya menerima pemesanan langsung tanpa perantara. Tiket easyJet 95 persen dijual melalui internet. Hal itu akan memangkas biaya gendut yang dikenakan agen perjalanan. Kecerdikan dalam penerapan sistem manajemen-menaikkan harga tiket saat permintaan banyak dan menguranginya saat masa-masa sepi-juga meningkatkan efisiensi.
4. Lebih pragmatis
Ryanair telah menerapkan konsep penerbangan murah lebih jauh lagi. Maskapai itu dikenal akan ruang tunggunya yang sederhana dan tidak glamor, pun tanpa petugas depan yang memesona. Perusahaan tersebut menggunakan biaya untuk membentuk perilaku pemakai jasa melebihi maskapai penerbangan manapun. Contohnya, jumlah staf depan di bagian chek-in dikurangi dan pemakai jasa di-"ajak" melayani diri sendiri melalui sistem reservasi tempat duduk secara mandiri memakai instrumen digital.
Strategi penjualan yang agresif juga dapat mengurangi harga tiket melalui subsidi silang. Taktik demikiam mungkin tak akan nyaman untuk pengalaman terbang, namun Ryanair tetap populer. Sebaliknya, maskapai reguler biasanya menyajikan berbagai hiburan dalam pesawat seperti makanan di dalam pesawat. Belum lagi servis check-in cepat, lounges, tiket fisik kertas yang bagus serta adanya kelas bisnis.
5. Semunya serba bayar, bahkan toilet
Ryanair benar-benar jadi maskapai penerbangan terbesar di Eropa. Satu jurus penting mereka adalah "semuanya serba bayar", bahkan pemakaian toilet di dalam kabin pesawat terbang mereka! Dan dia bahkan menggunakan reputasinya yang agak masam itu untuk memangkas biaya lebih banyak lagi. Mereka bertekad memiliki mantra "segala bentuk publisitas adalah publisitas yang baik", yang kadang-kadang membuat pengumuman yang provokatif.
6. Biaya darat serendah mungkin
Maskapai yang menjual tiket murah biasanya memiliki turnarounds atau "waktu singgah" di bandara yang cepat, cuma 25 menit. Hal ini sangat berkorelasi dengan karena menitikberatkan pada penggunaan pesawat yang lebih efisien. Sebaliknya, maskapai reguler biasanya memakan waktu 45 menit untuk turnarounds karena banyaknya lalu lintas yang ada.
Untuk gaji pegawai sendiri, disebutkan untuk maskapai LCC menerapkan variabel proporsi hingga 26 persen. Sementara maskapai reguler menerapkan basic salaries yang tinggi dengan variabel proporsi 11 persen. Lalu berapa persen total keuntungan LCC dengan menerapkan cara-cara di atas dibanding maskapai reguler? total keuntungannya adalah 43 persen.
LCC bisa menjual tiket murah karena mendapat keuntungan 16 persen lebih tinggi dari maskapai reguler dengan kursi penumpang yang penuh, tiga persen dari penggunaan pesawat, tiga persen dari gaji kru yang lebih murah, dan enam persen dari biaya airports dan landing yang lebih murah. Masih ditambah dua persen dari penggunaan satu tipe pesawat, 10 persen dari meminimalisir biaya stasiun, enam persen dari menghilangkan katering dalam pesawan, enam persen dengan memangkas komisi agen perjalanan, tiga persen dari mengurangi biaya penjualan atau reservasi, dan dua persen dari administrasi yang lebih kecil.
Karena adanya kegelisahan dari para pemegang saham yang menganggap reputasi perusahaan akan menghambat pertumbuhan jumlah penumpang, Ryanair akhirnya mengumumkan akan lebih mengahluskan "kekasarannya" untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Apakah ini artinya kita telah melihat akhir dari strategi "tanpa basa-basi" atau no-frills dalam industri transportasi? Sepertinya tidak.
Meminjam sebagian dari formula "tanpa basa-basi" seperti menghilangkan pelayanan yang tidak esensial dan mengenalkan sistem manajemen yang menghasilkan seperti pengaturan harga tiket, perusahaan seperti SpeedFerries dan Megabus telah memangkas harga tiket untuk feri penyeberangan selat di Inggris dan kereta antar-kota di Amerika Serikat.
Oliver Wyman, seorang konsultan manajemen, bahkan telah memprediksi bahwa pengenalan gaya manajemen menghasilkan di penerbangan pada kereta api akan menjadi inovasi besar selanjutnya di industri perkeretaan Amerika Serikat.
Analis mengatakan, sistem itu juga akan menyebar ke Eropa dan Asia. Penerbangan tanpa embel-embel sepertinya punya kekuatan mentransformasi seluruh sistem transportasi, bukan hanya cara terbang kita.
https://www.antaranews.com/berita/47...a-begitu-murah
8 reasons low cost carriers are so cheap
An air ticket cheaper than the cost of a taxi? How is this possible? Here are 8 reasons for why low-cost carriers can afford to offer us such savings…

A focus on the European model of low cost carrier
Europe, the continent where the budget, low cost carrier really took off, is still the region which enjoys the largest share of the market.
The sheer success of Ryanair and EasyJet is their price per flight offer for the passenger and budget flights are generally 10-20% more expensive in the US than over in Europe.
A plane ticket for less than a taxi?
The European budget flights are typically 30-50% cheaper than a ‘normal’ airline’s cost and even (occasionally) cost less than ten euros.
#1 An allergy to luxury
In essence and perhaps this is extremely predictable, but the main reasons for why low cost carriers are so cheap is that they fundamentally do not offer high cost features. This renders them less expensive to run. You’re never going to find a TV set on the back of a Ryanair seat – equally this means that Ryanair do not have to run a television facility.

You’re unlikely to find luxury features on a cheap flight
#2 A savvy spending strategy
Following 9/11 air travel understandably took a financial hit. Ryanair however did not and vastly expanded their fleet. Buying a staggering 151 Boeing 737’s while they were at their cheapest was a business-savvy foundation for success, albeit in the aftermath of tragedy.
This buying behaviour is typical for a budget airline and often the fleets they purchase are top of the range from an efficiency perspective, further saving them significant money and fuel costs.
This offsets the expense of bulk buying…
… And buying in bulk further increases the overall discount.
Budget airlines have the youngest fleets around. Easyjet’s is just four years old.

Low cost carriers generally use one type of plane
#3 Streamlining services
Both Ryanair and EasyJet uniquely use one genre of plane, 737 and a320 family respectively.
All employees: pilots, mechanics, flight staff etc therefore solely require training for that one vehicle. Both training costs and even more valuable – the currency of the low-cost – time, is drastically saved.
#4 In-flight savings
When on the plane, budget airlines are ruthless (with a capital R) in saving. Ryanair purchase seats that don’t recline for example, as they are cheaper both to buy and maintain. Equally, the lack of back pockets on these seats means less time spent cleaning between flights, thus saving more time.

A lack of seat storage saves on cleaning time between flights
#5 Staff savings
Staff are typically at the beginning of their careers, on lower wages, trained to a minimum degree and serve a variety of roles on board.
It is estimated that by encouraging staff to multi-task, each flight saves on three or four staff wages.
#6 Buying power
When on board, nothing is free (almost nothing) and passengers are heavily advised to purchased in-flight items. Ryanair are famous for selling lottery tickets among many other items. Any extra revenue generation is encouraged and often failure to print a boarding pass can result in a hefty ‘printing fee’.
#7 Pick your airport wisely
Not all airports cost the same. Heathrow and Paris CDG are inevitably going to cost more than London Stansted or Rome Ciampino for a number of reasons, largely due to competition rates. Consequently, low cost carriers avoid them like the plague and attach themselves to the cheaper options.
Ryanair strive so hard to avoid the main Paris airports that they choose to fly 80 kilometres north into a different region of France.

Paris’ distant third airport is the only you can reach on Ryanair
Budget carriers generally dominate the airports they fly to and from and therefore command huge negotiating power. In short, many airports rely on a certain budget airline for commercial survival. This ensures that the airline can dictate to an extent the prices they pay that airport. Otherwise the low-cost might take its business elsewhere. It’s a cruel world.
#8 Non-stop flights
Here’s an interesting example. In one day a Ryanair 737 flew from:
Between each flight just 30-45 minutes are allowed for changeover.
In essence, time is expensive for the low cost carrier and therefore these airlines must ensure there planes keep moving in order to make money.
Source: https://www.internationalairportreview.com/article/32697/low-cost-carriers/
Kamis, 8 Januari 2015 13:06 WIB

Ilustrasi bisnis penerbangan berbiaya rendah. (airlines.net)
Jakarta (ANTARA News) - Mungkin Anda pernah membaca iklan penerbangan komersial seperti ini: Rp99.999 ke Malaysia... Agaknya iklan seperti itu akan memasuki masa-masa akhirnya sejalan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, yang akhirnya menandatangani peraturan tarif batas bawah penerbangan komersial berjadual. Aturan baru dari tangan Jonan itu mewajibkan maskapai menjual harga tiket minimal 40 persen dari tarif batas atas saat ini.
Artinya, ke depan tak akan ada lagi tiket pesawat yang ditawarkan atau dijual dengan sangat murah.
Tapi benarkah penghapusan tiket murah yang ditawarkan maskapai penerbangan berbiaya rendah atau low cost carrier (LCC) akan menjamin keselamatan terbang? Padahal industri penerbangan adalah industri publik yang paling ketat regulasi dan sangat peka atas reputasi operatornya. Beberapa sumber seperti The Economist dan situs forum komunitas penerbangan airlines.net menjelaskan bagaimana penerbangan murah bisa begitu murah.
Segmen perjalanan udara berbiaya rendah atau yang disebut LCC, tidak hanya menjamur di Indonesia, namun saat ini merupakan 35 persen bagian dari lalu lintas terjadwal antar-negara-negara Eropa. Cuma memerlukan waktu sekitar 24 tahun saja sejak RyanAir memulai LCC pada 1990 di Eropa Barat. Sementara di Amerika Serikat, maskapai penerbangan Southwest memimpin penyerbuan atas penerbangan mahal sejak 1971. Beberapa "rumus" itu adalah:
1. Tingkat isian kabin pemakai jasa penerbangan LCC tinggi
The Economist melaporkan, Southwest Airlines, yang merupakan maskapai "tanpa embel-embel" pertama yang sukses di dunia, menjadi pioner dalam hal mengurangi biaya operasional yang saat ini digunakan di seluruh dunia. Untuk mengurangi biaya, Southwest mengisi pesawatnya dengan tempat duduk atau "seats" yang lebih banyak, memastikan setiap penerbangan penuh dan menerbangkan pesawatnya lebih sering dibanding maskapai yang "full-service".
Berdasarkan presentasi dari Asosiasi Maskapai Bertarif Rendah di Eropa (European Low Fares Airline Association/ELFAA) mengenai Variasi Biaya Bandara oleh Sekretaris Jenderal Grup industri Penerbangan, Jan Skeels, pada Konferensi Tahunan Kedua tentang Pengaturan Biaya Operasional Pesawat Terbang, di Dublin, 7 Desember 2005, LCC seperti Ryanair, easyJet, Aer Lyngus dan Southwest bisa terisi hingga 148 tempat duduk untuk kabin kelas tunggal (semuanya ekonomi).Sementara maskapai reguler seperti Lufthansa, Air France dan British Airways hanya diisi 128 tempat duduk.
2. Cuma satu tipe pesawat terbang
Penerbangan murah juga memangkas biaya dengan cara hanya menggunakan satu tipe pesawat saja. Bukan rahasia lagi, semakin banyak merek dan tipe pesawat terbang maka semakin tinggi biaya perawatan dan pemeliharaan serta semakin rumit manajemen operasionalisasinya. Baik Southwest maupun Ryanair terbang hanya dengan Boeing B-737 series, sementara maskapai asal Inggris; easyJet, lebih suka menerbangkan Airbus A-320/319 series. Dengan demikian, maskapai akan menghemat anggaran untuk perawatan dan biaya training pilot dan awak baru.
3. Semata-mata kelas ekonomi
Untuk menjamin tiket terjual habis dan pesawat penuh, kelas bisnis dihapus. Selain itu, biaya-biaya untuk pelayanan yang tidak penting seperti membawa bagasi mulai diperkenalkan. Strategi penjualan yang inovatif juga membantu. Saat easyJet dimulai pada 1995, dia hanya menerima pemesanan langsung tanpa perantara. Tiket easyJet 95 persen dijual melalui internet. Hal itu akan memangkas biaya gendut yang dikenakan agen perjalanan. Kecerdikan dalam penerapan sistem manajemen-menaikkan harga tiket saat permintaan banyak dan menguranginya saat masa-masa sepi-juga meningkatkan efisiensi.
4. Lebih pragmatis
Ryanair telah menerapkan konsep penerbangan murah lebih jauh lagi. Maskapai itu dikenal akan ruang tunggunya yang sederhana dan tidak glamor, pun tanpa petugas depan yang memesona. Perusahaan tersebut menggunakan biaya untuk membentuk perilaku pemakai jasa melebihi maskapai penerbangan manapun. Contohnya, jumlah staf depan di bagian chek-in dikurangi dan pemakai jasa di-"ajak" melayani diri sendiri melalui sistem reservasi tempat duduk secara mandiri memakai instrumen digital.
Strategi penjualan yang agresif juga dapat mengurangi harga tiket melalui subsidi silang. Taktik demikiam mungkin tak akan nyaman untuk pengalaman terbang, namun Ryanair tetap populer. Sebaliknya, maskapai reguler biasanya menyajikan berbagai hiburan dalam pesawat seperti makanan di dalam pesawat. Belum lagi servis check-in cepat, lounges, tiket fisik kertas yang bagus serta adanya kelas bisnis.
5. Semunya serba bayar, bahkan toilet
Ryanair benar-benar jadi maskapai penerbangan terbesar di Eropa. Satu jurus penting mereka adalah "semuanya serba bayar", bahkan pemakaian toilet di dalam kabin pesawat terbang mereka! Dan dia bahkan menggunakan reputasinya yang agak masam itu untuk memangkas biaya lebih banyak lagi. Mereka bertekad memiliki mantra "segala bentuk publisitas adalah publisitas yang baik", yang kadang-kadang membuat pengumuman yang provokatif.
6. Biaya darat serendah mungkin
Maskapai yang menjual tiket murah biasanya memiliki turnarounds atau "waktu singgah" di bandara yang cepat, cuma 25 menit. Hal ini sangat berkorelasi dengan karena menitikberatkan pada penggunaan pesawat yang lebih efisien. Sebaliknya, maskapai reguler biasanya memakan waktu 45 menit untuk turnarounds karena banyaknya lalu lintas yang ada.
Untuk gaji pegawai sendiri, disebutkan untuk maskapai LCC menerapkan variabel proporsi hingga 26 persen. Sementara maskapai reguler menerapkan basic salaries yang tinggi dengan variabel proporsi 11 persen. Lalu berapa persen total keuntungan LCC dengan menerapkan cara-cara di atas dibanding maskapai reguler? total keuntungannya adalah 43 persen.
LCC bisa menjual tiket murah karena mendapat keuntungan 16 persen lebih tinggi dari maskapai reguler dengan kursi penumpang yang penuh, tiga persen dari penggunaan pesawat, tiga persen dari gaji kru yang lebih murah, dan enam persen dari biaya airports dan landing yang lebih murah. Masih ditambah dua persen dari penggunaan satu tipe pesawat, 10 persen dari meminimalisir biaya stasiun, enam persen dari menghilangkan katering dalam pesawan, enam persen dengan memangkas komisi agen perjalanan, tiga persen dari mengurangi biaya penjualan atau reservasi, dan dua persen dari administrasi yang lebih kecil.
Karena adanya kegelisahan dari para pemegang saham yang menganggap reputasi perusahaan akan menghambat pertumbuhan jumlah penumpang, Ryanair akhirnya mengumumkan akan lebih mengahluskan "kekasarannya" untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Apakah ini artinya kita telah melihat akhir dari strategi "tanpa basa-basi" atau no-frills dalam industri transportasi? Sepertinya tidak.
Meminjam sebagian dari formula "tanpa basa-basi" seperti menghilangkan pelayanan yang tidak esensial dan mengenalkan sistem manajemen yang menghasilkan seperti pengaturan harga tiket, perusahaan seperti SpeedFerries dan Megabus telah memangkas harga tiket untuk feri penyeberangan selat di Inggris dan kereta antar-kota di Amerika Serikat.
Oliver Wyman, seorang konsultan manajemen, bahkan telah memprediksi bahwa pengenalan gaya manajemen menghasilkan di penerbangan pada kereta api akan menjadi inovasi besar selanjutnya di industri perkeretaan Amerika Serikat.
Analis mengatakan, sistem itu juga akan menyebar ke Eropa dan Asia. Penerbangan tanpa embel-embel sepertinya punya kekuatan mentransformasi seluruh sistem transportasi, bukan hanya cara terbang kita.
https://www.antaranews.com/berita/47...a-begitu-murah
8 reasons low cost carriers are so cheap
An air ticket cheaper than the cost of a taxi? How is this possible? Here are 8 reasons for why low-cost carriers can afford to offer us such savings…

A focus on the European model of low cost carrier
Europe, the continent where the budget, low cost carrier really took off, is still the region which enjoys the largest share of the market.
The sheer success of Ryanair and EasyJet is their price per flight offer for the passenger and budget flights are generally 10-20% more expensive in the US than over in Europe.
A plane ticket for less than a taxi?
The European budget flights are typically 30-50% cheaper than a ‘normal’ airline’s cost and even (occasionally) cost less than ten euros.
#1 An allergy to luxury
In essence and perhaps this is extremely predictable, but the main reasons for why low cost carriers are so cheap is that they fundamentally do not offer high cost features. This renders them less expensive to run. You’re never going to find a TV set on the back of a Ryanair seat – equally this means that Ryanair do not have to run a television facility.

You’re unlikely to find luxury features on a cheap flight
#2 A savvy spending strategy
Following 9/11 air travel understandably took a financial hit. Ryanair however did not and vastly expanded their fleet. Buying a staggering 151 Boeing 737’s while they were at their cheapest was a business-savvy foundation for success, albeit in the aftermath of tragedy.
This buying behaviour is typical for a budget airline and often the fleets they purchase are top of the range from an efficiency perspective, further saving them significant money and fuel costs.
This offsets the expense of bulk buying…
… And buying in bulk further increases the overall discount.
Budget airlines have the youngest fleets around. Easyjet’s is just four years old.

Low cost carriers generally use one type of plane
#3 Streamlining services
Both Ryanair and EasyJet uniquely use one genre of plane, 737 and a320 family respectively.
All employees: pilots, mechanics, flight staff etc therefore solely require training for that one vehicle. Both training costs and even more valuable – the currency of the low-cost – time, is drastically saved.
#4 In-flight savings
When on the plane, budget airlines are ruthless (with a capital R) in saving. Ryanair purchase seats that don’t recline for example, as they are cheaper both to buy and maintain. Equally, the lack of back pockets on these seats means less time spent cleaning between flights, thus saving more time.

A lack of seat storage saves on cleaning time between flights
#5 Staff savings
Staff are typically at the beginning of their careers, on lower wages, trained to a minimum degree and serve a variety of roles on board.
It is estimated that by encouraging staff to multi-task, each flight saves on three or four staff wages.
#6 Buying power
When on board, nothing is free (almost nothing) and passengers are heavily advised to purchased in-flight items. Ryanair are famous for selling lottery tickets among many other items. Any extra revenue generation is encouraged and often failure to print a boarding pass can result in a hefty ‘printing fee’.
#7 Pick your airport wisely
Not all airports cost the same. Heathrow and Paris CDG are inevitably going to cost more than London Stansted or Rome Ciampino for a number of reasons, largely due to competition rates. Consequently, low cost carriers avoid them like the plague and attach themselves to the cheaper options.
Ryanair strive so hard to avoid the main Paris airports that they choose to fly 80 kilometres north into a different region of France.

Paris’ distant third airport is the only you can reach on Ryanair
Budget carriers generally dominate the airports they fly to and from and therefore command huge negotiating power. In short, many airports rely on a certain budget airline for commercial survival. This ensures that the airline can dictate to an extent the prices they pay that airport. Otherwise the low-cost might take its business elsewhere. It’s a cruel world.
#8 Non-stop flights
Here’s an interesting example. In one day a Ryanair 737 flew from:
- Brussels to Copenhagen
- Copenhagen to Brussels
- Brussels to Prague
- Prague to Brussels
- Brussels to Nimes
- Nimes to Brussels
- Brussels to Treviso
- Treviso to Brussels
Between each flight just 30-45 minutes are allowed for changeover.
In essence, time is expensive for the low cost carrier and therefore these airlines must ensure there planes keep moving in order to make money.
Source: https://www.internationalairportreview.com/article/32697/low-cost-carriers/
--------------------------
Sudah murah ... sampeyan sih njaluk slamet?
yaa ora iso, mas!



nona212 memberi reputasi
0
2.4K
Kutip
11
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan