- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Saran Ke Prabowo jika Bicara Ekonomi, Indef: Data Harus Lengkap


TS
nyairara
Saran Ke Prabowo jika Bicara Ekonomi, Indef: Data Harus Lengkap

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengingatkan Calon Presiden Prabowo Subianto agar lebih berhati-hati bila berbicara soal data dalam kritiknya.
"Harus ada sumber data yang lengkap, jangan sepotong-sepotong karena bisa membuat bingung masyarakat awam," ujar Bhima kepada Tempo, Jumat, 26 Oktober 2018. Selain membuat bingung, ketidaklengkapan data itu bisa membuat substansi kritik yang ingin disampaikan jadi hilang lantaran validitas datanya dipertanyakan.
Prabowo sebelumnya mengatakan 99 persen masyarakat Indonesia berada pada ekonomi pas-pasan. Pernyataan itu ia sampaikan dalam acara deklarasi emak-emak Binangkit relawan Prabowo-Sandi di Pendopo Inna Heritage Hotel Denpasar, Bali, pada Jumat pekan lalu.
Menurut Prabowo, 73 tahun Indonesia merdeka, yang kaya semakin sedikit dan hanya segelintir orang saja. Ia mengatakan bahwa pernyataannya merupakan data fakta yang diakui oleh Bank Dunia
Bhima lantas mengutip data BPS mengenai pengeluaran penduduk Indonesia. Berdasarkan data itu, masyarakat diklasifikasikan kepada tiga kelompok, yaitu kategori pengeluaran terbawah, kelas menengah dan paling kaya,
"Sebanyak 40 persen kategori pengeluaran terbawah berkontribusi 17,3 persen terhadap total pengeluaran penduduk. Sementara 40 persen kelas menengah kontribusinya 36,6 persen dan 20 persen penduduk paling kaya kontribusi nya 46,1 persen," kata Bhima.
Kalau yang dimaksud oleh Prabowo sebagai hidup pas-pasan adalah kombinasi orang miskin dan menengah, ujar Bhima, maka totalnya menjadi 53,9 persen. "Jadi bukan 99 persen seperti yang Pak Prabowo bilang."
Ihwal kesejahteraan masyarakat, menurut Bhima, juga bisa dicek dari nilai tukar petani per september 2018 sebesar 103,17. Kalau dibandingkan dengan empat tahun lalu per September 2014 NTP hanya mencapai 102,36. "Artinya NTP cenderung naik, daya beli petani secara umum membaik.
Namun, apabila dicek dari upah buruh secara riil, misalnya buruh bangunan. Ternyata ada penurunan ketimbang tahun 2014. Upah buruh bangunan per September 2018 adalah sebesar Rp 64.744, sementara pada periode yang sama di tahun 2014 adalah sebesar Rp 65.279. Artinya pendapatan pekerja di sektor konstruksi justru menurun tergerus inflasi.
"Padahal di saat yang sama pemerintah sedang gencar bangun infrastruktur," ujar Bhima. "Ini menandakan tingkat kesejahteraan di kelompok masyarakat tertentu menurun."

Ya memang niatnya mau membingungkan masyarakat yang awam ekonomi ... Mau apa lagi...??? Pendukungnya memang sisa segmen yang itu saja...
Diubah oleh nyairara 26-10-2018 22:11
3
2K
29


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan