- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Nobel Ekonomi zaman NOW: Kunci Pertumbuhan itu 'Human Invesment', bukan Infrastruktur


TS
annisaputrie
Nobel Ekonomi zaman NOW: Kunci Pertumbuhan itu 'Human Invesment', bukan Infrastruktur
Nobel Ekonomi zaman now
Senin, 15 Oktober 2018 / 14:02 WIB
Keberhasilan William Nordhaus dan Paul Romer meraih Nobel Ekonomi 2018 tidak mengejutkan. Dua ekonom Amerika Serikat itu memang kerap mewarnai atmosfir kandidat peraih Nobel.
Romer, misalnya, pernah dinominasikan sebagai peraih Nobel Ekonomi 2016. Namun ia tersisih. Tahun itu, Nobel Ekonomi disabet ekonom Inggris, Oliver Hart, serta ekonom Finlandia Bengt Holmstrom.
Meski demikian, Nobel yang diraih Nordhaus dan Romer tetap saja memberi warna lain bagi event tahunan yang berumur 117 tahun itu. Sebab, pandangan mereka kembali memperkuat aspek paling krusial di era baru ekonomi zaman sekarang; lingkungan hidup dan inovasi.
Kita tahu, isu lingkungan dan pemanasan global makin santer mengemuka dalam beberapa dekade terakhir. Pada saat bersamaan, lanskap dunia maupun industri berubah drastis berkat kemajuan teknologi informasi. Di tengah kondisi itulah, menurut penilaian Sveriges Riksbank sebagai penentu Nobel Ekonomi, pandangan Nordhaus dan Romer bisa menjawab problem ekonomi kekinian.
Nordhaus, misalnya, menyatakan kelestarian lingkungan merupakan syarat mutlak bagi ekonomi. Menurut profesor di Universitas Yale itu, pertumbuhan ekonomi dan bisnis bisa berkelanjutan jika mampu mengeliminir pemanasan global.
Ide Nordhaus selanjutnya diformulasikan sebagai pajak karbon yang dikutip berdasarkan jumlah emisi karbon. Pajak karbon diyakini mendorong pengusaha menggunakan energi paling efisien, serta memacu investasi energi terbarukan. Sebab, perusahaan yang boros bahan bakar akan dikenai pajak lebih besar.
Sementara Romer, mantan Kepala Ekonom Bank Dunia, meletakkan inovasi dan teknologi sebagai kekuatan ekonomi saat ini. Titik tumpu hukum ekonomi Romer ada pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai basis produksi inovasi.
Profesor di New York University itu meyakini, perusahaan yang mampu berinovasi dan berinvestasi teknologi akan bertahan lama dan lebih produktif dibanding yang tidak melakukannya. Pendek kata, inovasi dan penguasaan teknologi menjadi bekal utama di era ekonomi zaman now.
Nah, kaitannya dengan kita, pandangan Nordhaus terasa relevan dengan isu lingkungan Indonesia. Entah kabut asap akibat perambahan hutan, maupun eksploitasi alam yang memicu banjir & tanah longsor.
Selain berimplikasi pada lingkungan, beragam bencana itu berdampak luas pada ekonomi. Triliunan rupiah digelontorkan untuk meredam kebakaran hutan. Belum lagi kerugian besar yang ditimbulkan akibat terhentinya kegiatan ekonomi.
Adapun sorotan Romer tentang inovasi dan teknologi terasa pas dengan fenomena start up. Banyak usaha konvensional gagap menghadapi era digital karena lamban beradaptasi dengan teknologi baru serta melupakan inovasi. Tak heran, pusat perdagangan sepi karena konsumen sibuk berbelanja di toko online. Sementara perusahaan taksi nyaris mati dilindas gelombang jasa transportasi daring.
Secara umum, kualitas SDM Indonesia memang rendah. Lihat saja, indeks pembangunan manusia atau Human Capital Index yang dirilis Bank Dunia baru-baru ini, menunjukkan rangking SDM Indonesia di posisi 87 dari 157 negara. Dus, peningkatan SDM adalah tantangan terbesar Indonesia saat ini.
Moral ceritanya, aktivitas ekonomi dan bisnis tidak boleh menindas manusia maupun mengabaikan lingkungan hidup. Laju usaha pun akan langgeng jika mau meningkatkan kualitas pegawainya.
Sudah saatnya aspek lingkungan dan inovasi jadi kredo berbisnis serta pembuatan kebijakan pemerintah. Anggaran pendidikan dan belanja teknologi tidak boleh lagi dilihat sebagai beban, melainkan harus diyakini sebagai investasi untuk bekal di kemudian hari. Itulah pesan terpenting dari Nobel Ekonomi Zaman Now
https://analisis.kontan.co.id/news/n...nomi-zaman-now
Sebuah Catatan Nobel Ekonomi 2018:
Gagasan, Inovasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang
11 Oct 2018
Semakin hari semakin dekat dengan pemilu 2019, berbagai tulisan atau posting dimedia sosial selalu identik dengan tema 2019. Titik jenuh hari ini adalah para pendukung berdebat dengan berbagai masalah termasuk perekonomian, kadang kala perdebatan itu tidak memberikan hal yang baru atau solusi.
Banyak orang menginginkan perekonomian melesat tinggi, tapi kita lupa perekonomian adalah sebuah proses. Dampaknya para politisi dan pejabat publik terjebak dalam narasi angka-angka pertumbuhan ekonomi tanpa melihat detail bagaimana mencapai angka tersebut.
Perekonomian adalah sebuah proses, bukan sebuah lomba yang ada juri dan diketahui pemenangnya. Pertumbuhan ekonomi terbentuk karena adanya modal manusia (Human capital) untuk membentuk gagasan dan ide baru untuk membangun perekonomian dalam jangka panjang. Hal ini terjawab oleh salah satu pemenang Nobel Ekonomi tahun ini.
Tepat tanggal 9 Oktober 2018, diumumkan pemenang nobel ekonomi tahun 2018. Pemenang tahun ini jatuh kepada dua professor ilmu ekonomi, yaitu Paul Romer dari New York University dan William Nordhaus dari Yale University.
Romer berusaha melawan arus utama bagi para ekonom dalam melihat pertumbuhan ekonomi, dengan hanya mengandalkan akumulasi modal dan marginal productivity. Dalam tulisan ini penulis akan berusaha untuk menyederhanakan berbagai gagasan yang ada terkait pertumbuhan ekonomi.
Secara umum pertumbuhan ekonomi terbagi dalam dua arus, pertama pertumbuhan ekonomi eksogenus, artinya pertumbuhan ekonomi banyak dipengaruhi dari luar, contohnya adalah investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat.
Kedua, pertumbuhan ekonomi edogenus, artinya pertumbuhan ekonomi paling berpengaruh datang dari dalam negara itu sendiri. Contoh, pemerintah Indonesia menginisiasi untuk pengurangan pajak bagi perusahaan yang menyediakan pelatihan untuk menghadapi era industri digital atau industry 4.0, efeknya perekonomian Indonesia siap menghadapi era industri digital karena sumber daya manusia yang terlatih.
Dalam beberapa beberapa dekade terakhir aliran yang paling mendominasi terkait teori pertumbuhan ekonomi adalah eksogenus. Dapat terlihat beberapa narasi terkait proses investasi asing, globalisasi, dan perdagangan bebas yang tujuannya adanya integrasi perekonomian menuju saling kertergantungan antar negara.
Pemikiran tersebut tidak bisa seutuhnya benar, ada beberapa negara yang telah melakukan perdagangan internasional dan globalisasi tetapi tetap perekonomian stagnan dalam jangka panjang. Salah satu tujuan pertumbuhan eksogenus adalah adanya proses transformasi teknologi dari satu negara ke negara lain, tapi hal itu tidak selalu terjadi.
Melalui gagasan Paul Romer hal ini dikoreksi, setiap negara tentu perlu melakukan perdagangan antar negara, globalisasi, dan investasi asing dengan tujuan ada transformasi. Namun ada hal lain yang lebih penting agar terjadinya transformasi, setiap negara harus adanya modal manusia dan akumulasi ide maupun gagasan.
Akumulasi Ide dan Gagasan
Salah satu yang perlu ditelaah dari pemikiran Romer adalah karyanya yang berjudul The Origin of Endogenous Growth dalam Journal of Economic Perspective . Dalam tulisannya diakhir sebuah pertanyaan “Institusi jenis apa yang perlu didorong agar produksi berjalan dengan pengetahuan yang baru?”, tentu hal ini berhubungan dengan penjelasan sebelumnya, mengenai teori-teori yang berkembang tidak mampu untuk menjelaskan berbagai anomali yang terjadi di berbagai negara.
Ketika berbagai negara secara bersama-sama menuju untuk proses globalisasi dan perdagangan internasional tetapi memiliki hasil yang berbeda. Hasil yang berbeda ini tentunya perlu dikoreksi dan ditelaah lebih lanjut apa yang membuat negara berhasil dan tidak dalam membangun perekonomiannya.
Salah satu yang kurang dalam teori tersebut adalah tidak menalaah lebih lanjut penting pengetahuan dan ide dalam mengembangkan negara. Sebuah negara tidak hanya berkewajiban untuk mengadakan Pendidikan formal saja, tapi sudah harus dipikirkan bagaimana pemotongan pajak untuk perusahaan yang mengembangkan riset-riset terbaru, adanya hubungan antara kebijakan perdagangan dengan inovasi dan perlunya kebijakan dalam teknologi.
Dalam karyanya yang lain berjudul Endogenous Technological Change dalam Journal of Political Economy, adanya hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan total modal manusia yang dimiliki suatu negara, ditambah dengan perdangan bebas mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Modal manusia ini menjadi penting, ketika penduduk yang berlebih seperti Tiongkok dan India bisa menjadi peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Penduduk yang banyak disertai modal manusia yang kuat akan membentuk gagasan dan ide untuk menyediakan yang terbaik bagi pasar. Hal ini sesuai karyanya Romer yang berjudul Human Capital and Growth: Theory and Evidence bahwa Ide dan gagasan ini akan beriringan dengan perubahan teknologi suatu negara.
Efeknya perdagangan internasional akan meningkatkan perekonomian negara karena adanya perpindahan teknologi atau bisa dibilang dari user menjadi admin.
Gagasan, Inovasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Teori yang dikembangkan Paul Romer bukan sekedar berbicara angka pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dimulai dari gagasan yang menghasilkan berbagai inovasi dan berefek pada pertumbuhan ekonomi.
Saat ini siapa pun harus mulai bertindak untuk berkolaborasi dalam membentuk modal manusia yang siap menghadirkan inovasi-inovasi bagi negara.
Paul Romer memberikan sebuah teori yang penting bagi sebuah perekonomian negara, terbukti berbagai negara yang mengembangkan manusianya dalam jangka panjang mendorong perekonomian untuk melesat.
Salah satu contoh yang paling nyata adalah Korea Selatan, negara yang hanya beda sehari kemerdekaannya dari Indonesia bisa melesat jauh bahkan bersaing dengan Jepang yang merupakan penjajahnya sendiri.
Salah satu cerita menarik dari Korea Selatan dimulai ketika Park Cung Hae, presiden ke-5 hingga ke-9 mulai memimpin. Hal pertama yang dilakukan Park Cung Hae adalah membangun masyarakat Korea Selatan untuk rajin bekerja dan disiplin. Tidak hanya membangun masyarakat untuk pekerja keras, tetapi memaksa masyarkat untuk membangun industri nya dengan kapabilitas masyarakatnya.
Hasilnya hari ini produk-produk dari Korea Selatan bersaing dari produk-produk dari mancanegara, hal ini disebabkan karena modal manusia yang meningkat. Menurut Bloomberg Innovation Index tahun 2018, Korea Selatan menempati urutan pertama. Hal ini bukan diraih dalam jangka waktu pendek bahkan hanya tahun politik.
Korea Selatan mengembangkan ini dari 40 tahun sebelumnya, sehingga membangun perekonomian negara bukan perkara satu atau dua periode kepemimpinan.
Ini adalah kerja keras dalam generasi ke generasi, mulai saat ini siapapun yang terpilih sebagai pemimpin negara harus bisa mengembangkan narasi dan arah untuk membangun modal manusia. Indonesia tidak mungkin berkembang jika hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari industri tanpa memperhatikan kesiapan modal manusianya.
Perlu dikembangkan berbagai kapabilitas, karakter, dan kecerdasan yang menyeluruh untuk menciptakan masyarakat yang memiliki gagasan untuk berinovasi dalam berbagai sisi.
Dalam jangka panjang Indonesia akan menikmati pertumbuhan ekonomi yang siginifikan dan terbentuk Indonesia yang maju di tahun 2030-2045.
http://indonesiaberinovasi.com/read/...jangka-panjang
-------------------------------
Penghargaan NOBEL EKONOMI untuk 2 ekonom diatas tentang bagaimana suatu negeri meningkatkan pertumbuhan ekonominya, patut disimak oleh para ekonom di tanah air, khususnya politisi dan elit di negara ini.
Ternyata pak William Nordhaus telah menjelaskan pada kita bahwa faktor IKLIM itu berpengaruh besar terhadap perekonomian suatu negeri seperti INDONESIA ini contohnya. Iklim negeri kita yang tropis, ternyata punya keistimewaan tersendiri. Wilayah ini adalah sumber pangan dunia karena tanahnya subur. Negeri ini juga diitumbuhi hutan tropis lebat dari 3 hutan tropis yang tersisa saat ini. Dan wilayah ini tempat dimana lautnya banyak ditumbuhi oleh gangang laut hijau sebagai 'pabrik' oxigen dunia. Juga sinar matahari sepanjang tahun, Dan supply air yang melimpah, serta sumber stock bahan tambang.
Kalau ikllim dunia berubah semakin panas sebagai efek dari rumah kaca atau pengrusakan hutan tropis, plus kerusakan lingkungan biota laut bagi kehidupan ganggang laut, maka siap-siap aja dunia ini akan hancur karena pabrik oxygennya terancam musnah! Pengundulan hutan di Kalimantan dan Sumatera serta Papua dan Sulawesi adalah ancaman nyata itu bagi Dunia dan Indonesia yang sesungguhnya.



Kemudian menyimak teorinya pak Paul Romer tentang kaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan kwalitas sumber daya manusia yang tinggal di negeri itu. Beliau mengatakan bahwa ''human invesment'' atau membangun infrastruktur di dunia pendidikan untuk menghasilkan SDM yang terbaik, adalah kunci menuju kemajuan dan kemakmuran suatau negeri.
Bukan malahan dengan kebijakan ekonomi yang jor-joran membangun infrastruktur fisik (Physical Invesment) seperti Industri, pabrik, tol, bandara ata pelabuhan secara besar-besaran.
Seharusnya para penguasa di negeri ini mulai menyadari tentang 'kekeliruan' mereka di dalam menerapkan strategi pembangunan untuk Indonesia pada hari-hari ini, yaitu hanya memfokuskan pada pembangunan infrastruktur fisik semata. Dan agak mengabaikan investasi besar-besaran di '''human invesment'-nya agar kebodohan dan kemiskinan di negeri ini bisa dikurangi. THINK!




Senin, 15 Oktober 2018 / 14:02 WIB
Keberhasilan William Nordhaus dan Paul Romer meraih Nobel Ekonomi 2018 tidak mengejutkan. Dua ekonom Amerika Serikat itu memang kerap mewarnai atmosfir kandidat peraih Nobel.
Romer, misalnya, pernah dinominasikan sebagai peraih Nobel Ekonomi 2016. Namun ia tersisih. Tahun itu, Nobel Ekonomi disabet ekonom Inggris, Oliver Hart, serta ekonom Finlandia Bengt Holmstrom.
Meski demikian, Nobel yang diraih Nordhaus dan Romer tetap saja memberi warna lain bagi event tahunan yang berumur 117 tahun itu. Sebab, pandangan mereka kembali memperkuat aspek paling krusial di era baru ekonomi zaman sekarang; lingkungan hidup dan inovasi.
Kita tahu, isu lingkungan dan pemanasan global makin santer mengemuka dalam beberapa dekade terakhir. Pada saat bersamaan, lanskap dunia maupun industri berubah drastis berkat kemajuan teknologi informasi. Di tengah kondisi itulah, menurut penilaian Sveriges Riksbank sebagai penentu Nobel Ekonomi, pandangan Nordhaus dan Romer bisa menjawab problem ekonomi kekinian.
Nordhaus, misalnya, menyatakan kelestarian lingkungan merupakan syarat mutlak bagi ekonomi. Menurut profesor di Universitas Yale itu, pertumbuhan ekonomi dan bisnis bisa berkelanjutan jika mampu mengeliminir pemanasan global.
Ide Nordhaus selanjutnya diformulasikan sebagai pajak karbon yang dikutip berdasarkan jumlah emisi karbon. Pajak karbon diyakini mendorong pengusaha menggunakan energi paling efisien, serta memacu investasi energi terbarukan. Sebab, perusahaan yang boros bahan bakar akan dikenai pajak lebih besar.
Sementara Romer, mantan Kepala Ekonom Bank Dunia, meletakkan inovasi dan teknologi sebagai kekuatan ekonomi saat ini. Titik tumpu hukum ekonomi Romer ada pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai basis produksi inovasi.
Profesor di New York University itu meyakini, perusahaan yang mampu berinovasi dan berinvestasi teknologi akan bertahan lama dan lebih produktif dibanding yang tidak melakukannya. Pendek kata, inovasi dan penguasaan teknologi menjadi bekal utama di era ekonomi zaman now.
Nah, kaitannya dengan kita, pandangan Nordhaus terasa relevan dengan isu lingkungan Indonesia. Entah kabut asap akibat perambahan hutan, maupun eksploitasi alam yang memicu banjir & tanah longsor.
Selain berimplikasi pada lingkungan, beragam bencana itu berdampak luas pada ekonomi. Triliunan rupiah digelontorkan untuk meredam kebakaran hutan. Belum lagi kerugian besar yang ditimbulkan akibat terhentinya kegiatan ekonomi.
Adapun sorotan Romer tentang inovasi dan teknologi terasa pas dengan fenomena start up. Banyak usaha konvensional gagap menghadapi era digital karena lamban beradaptasi dengan teknologi baru serta melupakan inovasi. Tak heran, pusat perdagangan sepi karena konsumen sibuk berbelanja di toko online. Sementara perusahaan taksi nyaris mati dilindas gelombang jasa transportasi daring.
Secara umum, kualitas SDM Indonesia memang rendah. Lihat saja, indeks pembangunan manusia atau Human Capital Index yang dirilis Bank Dunia baru-baru ini, menunjukkan rangking SDM Indonesia di posisi 87 dari 157 negara. Dus, peningkatan SDM adalah tantangan terbesar Indonesia saat ini.
Moral ceritanya, aktivitas ekonomi dan bisnis tidak boleh menindas manusia maupun mengabaikan lingkungan hidup. Laju usaha pun akan langgeng jika mau meningkatkan kualitas pegawainya.
Sudah saatnya aspek lingkungan dan inovasi jadi kredo berbisnis serta pembuatan kebijakan pemerintah. Anggaran pendidikan dan belanja teknologi tidak boleh lagi dilihat sebagai beban, melainkan harus diyakini sebagai investasi untuk bekal di kemudian hari. Itulah pesan terpenting dari Nobel Ekonomi Zaman Now
https://analisis.kontan.co.id/news/n...nomi-zaman-now
Sebuah Catatan Nobel Ekonomi 2018:
Gagasan, Inovasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang
11 Oct 2018
Semakin hari semakin dekat dengan pemilu 2019, berbagai tulisan atau posting dimedia sosial selalu identik dengan tema 2019. Titik jenuh hari ini adalah para pendukung berdebat dengan berbagai masalah termasuk perekonomian, kadang kala perdebatan itu tidak memberikan hal yang baru atau solusi.
Banyak orang menginginkan perekonomian melesat tinggi, tapi kita lupa perekonomian adalah sebuah proses. Dampaknya para politisi dan pejabat publik terjebak dalam narasi angka-angka pertumbuhan ekonomi tanpa melihat detail bagaimana mencapai angka tersebut.
Perekonomian adalah sebuah proses, bukan sebuah lomba yang ada juri dan diketahui pemenangnya. Pertumbuhan ekonomi terbentuk karena adanya modal manusia (Human capital) untuk membentuk gagasan dan ide baru untuk membangun perekonomian dalam jangka panjang. Hal ini terjawab oleh salah satu pemenang Nobel Ekonomi tahun ini.
Tepat tanggal 9 Oktober 2018, diumumkan pemenang nobel ekonomi tahun 2018. Pemenang tahun ini jatuh kepada dua professor ilmu ekonomi, yaitu Paul Romer dari New York University dan William Nordhaus dari Yale University.
Romer berusaha melawan arus utama bagi para ekonom dalam melihat pertumbuhan ekonomi, dengan hanya mengandalkan akumulasi modal dan marginal productivity. Dalam tulisan ini penulis akan berusaha untuk menyederhanakan berbagai gagasan yang ada terkait pertumbuhan ekonomi.
Secara umum pertumbuhan ekonomi terbagi dalam dua arus, pertama pertumbuhan ekonomi eksogenus, artinya pertumbuhan ekonomi banyak dipengaruhi dari luar, contohnya adalah investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat.
Kedua, pertumbuhan ekonomi edogenus, artinya pertumbuhan ekonomi paling berpengaruh datang dari dalam negara itu sendiri. Contoh, pemerintah Indonesia menginisiasi untuk pengurangan pajak bagi perusahaan yang menyediakan pelatihan untuk menghadapi era industri digital atau industry 4.0, efeknya perekonomian Indonesia siap menghadapi era industri digital karena sumber daya manusia yang terlatih.
Dalam beberapa beberapa dekade terakhir aliran yang paling mendominasi terkait teori pertumbuhan ekonomi adalah eksogenus. Dapat terlihat beberapa narasi terkait proses investasi asing, globalisasi, dan perdagangan bebas yang tujuannya adanya integrasi perekonomian menuju saling kertergantungan antar negara.
Pemikiran tersebut tidak bisa seutuhnya benar, ada beberapa negara yang telah melakukan perdagangan internasional dan globalisasi tetapi tetap perekonomian stagnan dalam jangka panjang. Salah satu tujuan pertumbuhan eksogenus adalah adanya proses transformasi teknologi dari satu negara ke negara lain, tapi hal itu tidak selalu terjadi.
Melalui gagasan Paul Romer hal ini dikoreksi, setiap negara tentu perlu melakukan perdagangan antar negara, globalisasi, dan investasi asing dengan tujuan ada transformasi. Namun ada hal lain yang lebih penting agar terjadinya transformasi, setiap negara harus adanya modal manusia dan akumulasi ide maupun gagasan.
Akumulasi Ide dan Gagasan
Salah satu yang perlu ditelaah dari pemikiran Romer adalah karyanya yang berjudul The Origin of Endogenous Growth dalam Journal of Economic Perspective . Dalam tulisannya diakhir sebuah pertanyaan “Institusi jenis apa yang perlu didorong agar produksi berjalan dengan pengetahuan yang baru?”, tentu hal ini berhubungan dengan penjelasan sebelumnya, mengenai teori-teori yang berkembang tidak mampu untuk menjelaskan berbagai anomali yang terjadi di berbagai negara.
Ketika berbagai negara secara bersama-sama menuju untuk proses globalisasi dan perdagangan internasional tetapi memiliki hasil yang berbeda. Hasil yang berbeda ini tentunya perlu dikoreksi dan ditelaah lebih lanjut apa yang membuat negara berhasil dan tidak dalam membangun perekonomiannya.
Salah satu yang kurang dalam teori tersebut adalah tidak menalaah lebih lanjut penting pengetahuan dan ide dalam mengembangkan negara. Sebuah negara tidak hanya berkewajiban untuk mengadakan Pendidikan formal saja, tapi sudah harus dipikirkan bagaimana pemotongan pajak untuk perusahaan yang mengembangkan riset-riset terbaru, adanya hubungan antara kebijakan perdagangan dengan inovasi dan perlunya kebijakan dalam teknologi.
Dalam karyanya yang lain berjudul Endogenous Technological Change dalam Journal of Political Economy, adanya hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan total modal manusia yang dimiliki suatu negara, ditambah dengan perdangan bebas mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Modal manusia ini menjadi penting, ketika penduduk yang berlebih seperti Tiongkok dan India bisa menjadi peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Penduduk yang banyak disertai modal manusia yang kuat akan membentuk gagasan dan ide untuk menyediakan yang terbaik bagi pasar. Hal ini sesuai karyanya Romer yang berjudul Human Capital and Growth: Theory and Evidence bahwa Ide dan gagasan ini akan beriringan dengan perubahan teknologi suatu negara.
Efeknya perdagangan internasional akan meningkatkan perekonomian negara karena adanya perpindahan teknologi atau bisa dibilang dari user menjadi admin.
Gagasan, Inovasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Teori yang dikembangkan Paul Romer bukan sekedar berbicara angka pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dimulai dari gagasan yang menghasilkan berbagai inovasi dan berefek pada pertumbuhan ekonomi.
Saat ini siapa pun harus mulai bertindak untuk berkolaborasi dalam membentuk modal manusia yang siap menghadirkan inovasi-inovasi bagi negara.
Paul Romer memberikan sebuah teori yang penting bagi sebuah perekonomian negara, terbukti berbagai negara yang mengembangkan manusianya dalam jangka panjang mendorong perekonomian untuk melesat.
Salah satu contoh yang paling nyata adalah Korea Selatan, negara yang hanya beda sehari kemerdekaannya dari Indonesia bisa melesat jauh bahkan bersaing dengan Jepang yang merupakan penjajahnya sendiri.
Salah satu cerita menarik dari Korea Selatan dimulai ketika Park Cung Hae, presiden ke-5 hingga ke-9 mulai memimpin. Hal pertama yang dilakukan Park Cung Hae adalah membangun masyarakat Korea Selatan untuk rajin bekerja dan disiplin. Tidak hanya membangun masyarakat untuk pekerja keras, tetapi memaksa masyarkat untuk membangun industri nya dengan kapabilitas masyarakatnya.
Hasilnya hari ini produk-produk dari Korea Selatan bersaing dari produk-produk dari mancanegara, hal ini disebabkan karena modal manusia yang meningkat. Menurut Bloomberg Innovation Index tahun 2018, Korea Selatan menempati urutan pertama. Hal ini bukan diraih dalam jangka waktu pendek bahkan hanya tahun politik.
Korea Selatan mengembangkan ini dari 40 tahun sebelumnya, sehingga membangun perekonomian negara bukan perkara satu atau dua periode kepemimpinan.
Ini adalah kerja keras dalam generasi ke generasi, mulai saat ini siapapun yang terpilih sebagai pemimpin negara harus bisa mengembangkan narasi dan arah untuk membangun modal manusia. Indonesia tidak mungkin berkembang jika hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari industri tanpa memperhatikan kesiapan modal manusianya.
Perlu dikembangkan berbagai kapabilitas, karakter, dan kecerdasan yang menyeluruh untuk menciptakan masyarakat yang memiliki gagasan untuk berinovasi dalam berbagai sisi.
Dalam jangka panjang Indonesia akan menikmati pertumbuhan ekonomi yang siginifikan dan terbentuk Indonesia yang maju di tahun 2030-2045.
http://indonesiaberinovasi.com/read/...jangka-panjang
-------------------------------
Penghargaan NOBEL EKONOMI untuk 2 ekonom diatas tentang bagaimana suatu negeri meningkatkan pertumbuhan ekonominya, patut disimak oleh para ekonom di tanah air, khususnya politisi dan elit di negara ini.
Ternyata pak William Nordhaus telah menjelaskan pada kita bahwa faktor IKLIM itu berpengaruh besar terhadap perekonomian suatu negeri seperti INDONESIA ini contohnya. Iklim negeri kita yang tropis, ternyata punya keistimewaan tersendiri. Wilayah ini adalah sumber pangan dunia karena tanahnya subur. Negeri ini juga diitumbuhi hutan tropis lebat dari 3 hutan tropis yang tersisa saat ini. Dan wilayah ini tempat dimana lautnya banyak ditumbuhi oleh gangang laut hijau sebagai 'pabrik' oxigen dunia. Juga sinar matahari sepanjang tahun, Dan supply air yang melimpah, serta sumber stock bahan tambang.
Kalau ikllim dunia berubah semakin panas sebagai efek dari rumah kaca atau pengrusakan hutan tropis, plus kerusakan lingkungan biota laut bagi kehidupan ganggang laut, maka siap-siap aja dunia ini akan hancur karena pabrik oxygennya terancam musnah! Pengundulan hutan di Kalimantan dan Sumatera serta Papua dan Sulawesi adalah ancaman nyata itu bagi Dunia dan Indonesia yang sesungguhnya.



Kemudian menyimak teorinya pak Paul Romer tentang kaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan kwalitas sumber daya manusia yang tinggal di negeri itu. Beliau mengatakan bahwa ''human invesment'' atau membangun infrastruktur di dunia pendidikan untuk menghasilkan SDM yang terbaik, adalah kunci menuju kemajuan dan kemakmuran suatau negeri.
Bukan malahan dengan kebijakan ekonomi yang jor-joran membangun infrastruktur fisik (Physical Invesment) seperti Industri, pabrik, tol, bandara ata pelabuhan secara besar-besaran.
Seharusnya para penguasa di negeri ini mulai menyadari tentang 'kekeliruan' mereka di dalam menerapkan strategi pembangunan untuk Indonesia pada hari-hari ini, yaitu hanya memfokuskan pada pembangunan infrastruktur fisik semata. Dan agak mengabaikan investasi besar-besaran di '''human invesment'-nya agar kebodohan dan kemiskinan di negeri ini bisa dikurangi. THINK!




Diubah oleh annisaputrie 16-10-2018 05:58
1
2.5K
32


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan