naniharyono2018Avatar border
TS
naniharyono2018
Potensi 'Kutukan' Palu Usai Gempa dan Tsunami ...
Potensi 'Kutukan' Palu Usai Gempa dan Tsunami
Jonathan Patrick, CNN Indonesia | Sabtu, 13/10/2018 10:11 WIB


Masjid Arkham Babu Rahman terbawa ke tengah laut pascagempa dan tsunami Palu. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Jakarta, CNN Indonesia -- Gempa Palu-Donggala pada 28 September lalu diiringi fenomena tanah bergerak atau likuefaksi yang menjadi momok dan membuat masyarakat Indonesia terperangah.

Bagaimana tidak, sekitar 180 hektare dari 1,040 hektare lahan dan 2.050 pemukiman warga di Petobo, Kabupaten Sigi 'lenyap'. Likuefaksi juga merendam 47,8 hektare dari total 238 hektare lahan dan 1.045 unit bangunan di Balaroa, Sulawesi Tengah.

Isu liar kemudian berkembang di tengah masyarakat. Pertanyaan mengenai pemerintah dan pemangku kebijakan yang dianggap tidak memerhatikan daerah rawan bencana saat membuat keputusan untuk menggunakan lahan sebagai tempat hunian. Pertanyaan mengenai ketiadaan mitigasi cepat dan tepat sasaran menghadapi potensi likuefaksi pun muncul.

Peneliti bidang Geoteknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adrin Tohari menjelaskan peta daerah rawan likuefaksi baru tersedia jauh setelah daerah yang kini terpengaruh fenomena tersebut. Lahan di Balaroa dan Petobo sudah difungsikan sebagai daerah pemukiman sejak tahun 1980-an, sedangkan peta daerah rawan likuefaksi baru ada pada 2012.


"Pembangunan perumnas di Balaroa itu dibangun tahun 1980-an, peta likuefaksi  dari Badan Geologi ESDM  baru ada 2012 jadi potensi itu belum terdeteksi, ancaman belum diketahui ketika ada Perumnas di Balaroa, di Petobo juga begitu, kata Adrin kepada CNNIndonesia.com, Jumat (12/10).

Adrin bercerita awalnya daerah Petobo diperuntukkan sebagai lahan pertanian. Namun, belakangan daerah tersebut justru berkembang menjadi area pemukiman warga. Saat peta rawan likuefaksi tersedia, masyarakat justru tidak mendapatkan sosialisasi sehingga informasi tersebut tidak diketahui.

"Petobo dulu bukan lahan pemukiman, itu dulu persawahan tapi kemudian berkembang. Akan tetapi pemukiman tetap berkembang ketika ada peta itu, pembangunan terus berlanjut. Jadi itu kekurangan kami, kurang sosialisasi ke masyarakat," aku Adrin.

Ketika peta rawan likuefaksi dirilis, Adrin tak memungkiri jika hal tersebut belum menjadi momok menakutkan bagi masyarakat seperti halnya gempa dan Tsunami. Namun, pergerakan tanah, bangunan, hingga menara base transciever station (BTS) turut hanyut terbawa arus lumpur yang bergerak pascagempa dan Tsunami.

Usai peristiwa tersebut, Adrin mengakui pentingnya edukasi bagi masyarakat agar paham dan sadar potensi bahaya. "Pentingnya pendidikan agar mereka bisa melakukan upaya mengurangi risiko karena menghubi daerah potensi bencana. Itu kewajiban Pemda untuk mengedukasi agar tahu ada fenomena likuefaksi," ujarnya.

Adrin mengatakan sejatinya pemetaan wilayah rawan bencana menjadi hal penting dalam penyusunan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk menentukan kelayakan lahan sebelum dibangun.

Ketiadaan informasi mengenai potensi rawan mencana menjadi tidak terdeteksi. Imbasnya, pemerintah tak mampu melakukan langkah mitigasi di area rawan bencana.

"Peta-peta spasial dan peta kerentanan likuefaksi harus disiapkan untuk membuat RTRW dan peraturan yang harus diikuti pengembang ketika membangun hunian atau prasarana. Sehingga mitigasi bisa lebih tepat dan efektif dan pemda menegakkan aturan RTRW sesuai dengan peta kebencanaan," pungkasnya.

Solusi pascabencana

Di tahap pascabencana, Adrin mengatakan pemerintah seharusnya melakukan pengecekan fondasi bangunan di daerah rawan likuefaksi. Fondasi bangunan dipastikan juga harus menancap di tanah dengan lapisan keras.

Perlakuan tersebut ditambah jika pemukiman berada di daerah likuefaksi tinggi.

"Di daerah likuefaksi tinggi harus ada upaya memperkuat bangunan, fondasi harus diperbaiki agar terikat satu sama lain. Fondasi harus menancap di tanah keras atau belum, kalau belum harus ada rekonstruksi baru untuk mengikat fondasi lama lantaran saat likuefaksi fondasi mengalami kerusakan sehingga bisa miring atau terguling," ucapnya.

Disamping memperkuat fondasi, pemerintah juga bisa menggunakan teknologi deep soil mixing untuk membuat tanah lebih stabil. Teknologi ini dilakukan dengan cara menyuntik lapisan tanah yang berisi pasir gembur dengan bahan semen.

Deep soil mixing bisa membuat tanah menjadi lebih padat. Upaya ini bisa menjadi tahap awal mitigasi likuefaksi. Meski tak dipungkiri jika penerapan teknologi ini hanya bisa dilakukan di tanah yang belum didirikan bangunan.

Selain belum familiar, Adrin mengatakan penerapan teknologi ini menelan biaya cukup tinggi. Disinyalir pengembang perumahan enggan menerapkan metode tersebut lantaran bisa membuat harga jual rumah menjadi lebih tinggi dan menurunkan minat pembeli. Disamping itu, adrin mengakui jika tenaga ahli di Indonesia masih belum menguasai teknologi deep soil mixing.


"Jadi kita mencampur pasir gembur dengan cairan semen dan diaduk di dalam tanah sehingga kita mendapat tanah yang padat. Tapi itu dilakukan sebelum konstruksi, kalau sudah ada bangunan harus diperkuat bangunan yang sudah ada," jelasnya.

Kendati demikian, menurutnya ada metode pemadatan tanah lain yang bisa diimplementasikan di Indonesia. Metode bernama dynamic compaction dengan cara menjatuhkan bola besi yang berat dari ketinggian tertentu ke titik-titik tanah yang mau dipadatkan. Menurutnya, cara ini memang kurang efektif dibandingkan metode deep soil mixing.

"Kalau teknologi dynamic compaction untuk pemadatan lapisan tanah Pasir bisa dilakukan. Teknologi dan peralatannya sudah ada di Indonesia. Kalau compaction itu teknik pemadatan lapisan tanah pasir gembur dengan menjatuhkan bola besi yang berat dari ketinggian tertentu ke titik-titik lokasi yang akan dipadatkan," ucapnya.

Namun, jika kedua solusi tidak dilakukan maka satu-satunya hal yang bisa dilakukan yakni merelokasi warga khususnya yang berada di daerah rawan likuefaksi dengan status tinggi dan sangat tinggi.

"Kalau solusi tidak bisa dilakukan, ya relokasi terutama hunian dengan status tinggi sampai sangat tinggi terjadi likuefaksi," jelasnya.

Ia juga menyarankan agar daerah rawan likuefaksi sebaiknya tidak dijadikan lahan pemukiman. Alih-alih menjadi hunian, area rawan likuefaksi sebaiknya dialihfungsikan sebagai lahan pertanian, perkebunan, atau taman kota.

Bencana susulan di Palu

Adrin mengatakan pascagempa dan Tsunami bermagnitud 7,3 SR diprediksi bisa terjadi bencana susulan di Palu-Donggala. Bencana yang dimaksud yakni tanah longsor hingga banjir bandang.

Tanah longsor dikhawatirkan terjadi di daerah perbukitan Sigi dan disinyalir memicu banjir bandang lantaran banyak material yang masuk ke sungai. Material yang menumpuk ini bisa menjadi 'bendungan' alami yang bisa jebol memasuki musim pancaroba.

Ketika volume air bertambah, otomatis kecepatannya melesat tak tertahan hingga bisa membobol bendungan. Kondisi tersebut semakin dikhawatirkan ketika curah hujan di atas normal pada bulan Oktober dan November di area Sulawesi Tengah.

"Selain likuefaksi ancaman susulan ada Tsunami dan tanah longsor ada di daerah kabupaten Sigi. itu di daerah perbukitan bisa juga terjadi fenomena banjir bandang kalau material longsor di daerah aliran sungai hulu  itu tidak diantisipasi atau dikeruk," imbuhnya.

https://www.cnnindonesia.com/teknolo...pa-dan-tsunami

Mukjizat Kitab SUCI ALQURAN SURAH YASIN 
Ayat 31 tidak ikut Terbakar saat Gempa Palu



Gempa, tsunami dan likuifaksi: 
Rangkaian bencana di Palu yang perlu Anda ketahui
12 Oktober 2018



Tanah mencair kayak dodol ...

Sejak gempa dan tsunami melanda Palu dan daerah sekitarnya di Sulawesi Tengah pada 28 September lalu, lebih dari 2.000 jenazah telah ditemukan. Namun, jumlah pasti korban meninggal dunia amat mungkin tidak akan diketahui mengingat sejumlah daerah permukiman tersapu tsunami dan likuifaksi sehingga mengubur banyak orang. Inilah rangkaian kejadiannya.
Artikel ini memuat elemen-elemen interaktif. Jika Anda kesulitan melihatnya, mohon klik tautan ini.


28 September, malam
Sebagian penduduk sedang sibuk mempersiapkan festival di pantai untuk merayakan hari ulang tahun Kota Palu. Lapak-lapak pedagang sudah berjajar di sepanjang pantai, siap menjual beragam penganan, mulai dari camilan gorengan hingga mi. Di antara mereka adalah putri Irma yang menitipkan anak-anaknya ke sang nenek sehingga dia bisa menikmati perayaan malam itu. Matahari mulai tenggelam sehingga teriknya perlahan pudar, berganti dengan sejuknya malam.

Sekitar 16 kilometer sebelah selatan dari pesisir Kota Palu, para remaja dari sekolah menengah atas asal Kecamatan Sigi Biromaru sedang berada di Gereja Jono Oge untuk mengikuti kajian Alkitab. Rencananya malam itu mereka akan bersantap bersama, mengadakan permaianan kelompok, dan menonton film sebelum pergi tidur. Di Kelurahan Petobo, Ersa Fiona yang berusia 21 bulan sedang bermain dengan kakaknya, Chandra Irawan, 11, sementara sang ibu sedang sibuk mengurus adik mereka yang paling kecil.

Gempa mengguncang


Pada pukul 18.02 WITA, bencana terjadi. Tanah yang mereka injak tiba-tiba berguncang kuat, jalan-jalan terbelah seperti ombak, dan bangunan-bangunan ambruk. Gempa berkekuatan 7,4 pada skala Richter telah melanda Palu di Sulawesi Tengah. Gempa ini bukanlah yang pertama, tapi inilah yang terkuat. Di Kelurahan Petobo, tempat Ersa Fiona sedang bermain, tanah seketika berubah seperti lumpur hisap. Kakaknya, Chandra Irawan, menarik tangannya dan mereka langsung berlari.
Lihat proses liquifaksi di Petobo di gif berikut:

Di kawasan lain, sejumlah penyintas mengatakan mereka dikejar gelombang lumpur yang melahap bangunan dan menyeret manusia ke dalamnya. Gereja tempat lebih dari 80 pelajar sedang mengikuti kajian Alkitab, bergerak sejauh 2 kilometer dari tempat asalnya. 


18.05 WITA

Lima menit kemudian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan tsunami. Lembaga itu mewanti-wanti gelombang laut akan mencapai 0,5 sampai tiga meter. Antara tiga hingga enam menit berikutnya Kota Palu diterjang ombak setinggi enam meter. Masyarakat setempat hanya punya waktu 10 menit, dari saat gempa mengguncang sampai tsunami menerpa, untuk melarikan diri ke tempat tinggi.




Tatkala Nur menyaksikan gelombang tinggi menunju rumahnya di pesisir, dia menarik dua anaknya dan berlari.
"Kami lari menyelamatkan diri, gelombangnya mengejar kami. Kami dan gelombang seperti balapan. Saya tidak pakai sepatu dan kaki saya berdarah-darah." Gempa tersebut ternyata juga merusak jaringan listrik dan komunikasi. Itu artinya banyak orang, termasuk Nur, tidak menerima peringatan tsunami.


Indonesia sebenarnya punya sistem deteksini dini tsunami, namun "sangat terbatas".
Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa dari 170 sensor gempa yang dimiliki BMKG, anggaran pemeliharaan hanya ada untuk 70 sensor.
Bahkan, perangkat pemantau ombak terdekat dengan Palu, yang mendeteksi tsunami ini, berada sejauh 200 kilometer. Dan perangkat itu hanya bisa mendeteksi kenaikan ombak setinggi 6cm, yang saat itu dinilai "tidak signifikan".


Apa yang menyebabkan gempa?

Gempa disebabkan oleh lempengan bumi yang saling bertumbukan satu sama lain. Ini terjadi secara konstan, namun kadang tumbukannya cukup besar dan relatif dekat dengan area padat penduduk sehingga menimbulkan konsekuensi parah.

Pada 28 September di Palu, getaran-getaran kecil terjadi sepanjang hari, namun gempa 7,4 pada skala Richter berlangsung saat Patahan Palu Koro yang melintasi Kota Palu, bergeser sekitar 10 kilometer di bawah permukaan tanah.
Sejak saat itu, ada sedikitnya 500 gempa susulan di Palu, yang sebagian besar di antaranya tidak dirasakan warga. Wilayah Indonesia sangat berpotensi terjadi gempa bumi karena posisinya yang berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu Eurasia, Indoaustralia dan Pasifik.




Selain berada di antara lempeng-lempeng utama dunia, posisi Indonesia terletak di Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) yaitu daerah 'tapal kuda' sepanjang 40.000 km yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini.

Sumber: USGS

Apa yang menyebabkan tsunami?


Bagaimana bisa kenaikan permukaan laut setinggi 6cm, yang dideteksi BMKG setelah gempa, bisa membentuk gelombang setinggi 6 meter? Itu karena bentuk Teluk Palu. Wujudnya yang panjang dan menyempit menyebabkan kecepatan dan tinggi gelombang semakin bertambah saat menuju Kota Palu.




Saat pertama menerjang, tsunami merontokkan Jembatan Ponulele yang menghubungkan Palu Timur dan Palu Barat. Mengambil nama mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Aminuddin Ponulele, jembatan kuning itu merupakan ikon Kota Palu. Kini, sebagian jembatan tersebut roboh dan tenggelam.


Gelombang tsunami menerjang bagian ujung Teluk Palu, kawasan yang paling banyak dihuni penduduk di Kota Palu dan seluruh Sulawesi Tengah. Berdasarkan data statistik Pemkot Palu, ada 374.000 yang tercatat bermukim di kota tersebut pada 2016.

Tayangan video yang diambil dari Palu Grand Mall menggunakan sebuah telepon seluler, memperlihatkan air di tepi pantai surut beberapa meter menuju lautan lepas. Beberapa menit kemudian, air keruh mengelilingi kawasan tersebut seraya menyeret mobil dan pohon. Video di bawah didapat dari juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.

Gelombang tsunami juga melahap seluruh desa-desa nelayan serta sebagian besar infrastruktur.
Saat artikel ini ditulis, jumlah korban meninggal dunia mencapai 2.073 orang. Kebanyakan meninggal akibat tsunami, menurut BNPB. Selain itu, sebanyak 10.679 orang cedera, 680 orang hilang, dan 82.775 menjadi pengungsi.
Tidak ada korban yang ditemukan dalam keadaan hidup sejak pencarian memasuki hari ketiga.


Apa yang menyebabkan tanah menjadi cair?

Setelah gempa dan tsunami melanda, ada fenomena lain yang terjadi, yaitu likuifaksi. Likuifaksi berlangsung pada tanah berpasir yang mudah terendam air, seperti tanah di Kota Palu yang dekat dengan laut. Guncangan yang ditimbulkan gempa menyebabkan tanah kehilangan ikatan sehingga melarut seperti air dan mengalir, membawa bangunan dan kendaraan di atasnya ikut serta.

Di perumahan Balaroa, Kota Palu, sekitar 1.700 rumah tertelan bumi setelah gempa menyebabkan tanah menjadi cair, sebut Badan SAR Nasional. Ratusan hingga ribuan oran diyakini terkubur. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, mengatakan likuifaksi menyebabkan banyak orang meninggal dunia. Fenomena ini, menurutnya, terjadi di sebuah perumahan yang menampung 1.333 rumah. Muzair, 34, mengaku rumahnya hanyut dan bergeser beberapa meter ke jalan. "Rumah-rumah tetangga saya menumpuk satu sama lain," katanya.


Siapa yang membantu Indonesia?
Ketika bencana terjadi, pemerintah Indonesia tidak serta-merta menerima bantuan asing. Namun, Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan menerima bantuan internasional beberapa hari kemudian, setelah skala kerusakan di Sulawesi Tengah lebih jelas.
Ada sejumlah negara yang menawarkan bantuan dalam bentuk uang tunai maupun barang. Secara kolektif, Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru, berikrar memberikan US$20,8 juta, menurut Departemen Luar Negeri Australia pada 10 Oktober



Berbagai bangunan di Palu menderita kerusakan, termasuk sebuah masjid.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45832237

Simbol PERINGATAN agar mansia mau kembali memakmurkan Masjid-masjid-Nya ... bertobat!



------------------------------------------

Sudah dikasih PERINGATAN sedemikian dahsyatnya rakyat dan Pemimpin di negeri ini.... 
keterlaluan kalo masih keras kepala dan membatu hatinya untuk kembali ke jalan kebenaran saja!

emoticon-Sorry
Diubah oleh naniharyono2018 13-10-2018 13:17
-3
2.1K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan