Kaskus

News

venomwolfAvatar border
TS
venomwolf
Dolar Tembus Rp 15 Ribu, Pengusaha Tekstil di Majalaya Kabupaten Bandung Terancam
POJOKJABAR.com, KABUPATEN BADUNG – Kembali melejitnya nilai tukar Rupiah terhadal dolar Amerika yang tembus di atas Rp 15 ribu per satu dolar, membuat pelaku usaha tekstil di Majalaya Kabupaten Bandung semakin khawatir.

Koordinator IKM Tekstil dan Produk Tekstil Majalaya, Agus Ruslan meyebutkan, kembali naiknya harga dolar terhadap rupiah bisa mengancam para pelaku IKM gulung tikar apabila tidak ada kebijakan pemerintah yang melindungi para pengusaha tersebut.

Dengan naiknya dolar, pemerintah harus segera menyusun upaya perlindungan kepada para pelaku IKM. Sebab hal ini berkaitan juga dengan karyawan yang mencapai 700 ribu dari 309 IKM berpotensi bisa dirumahkan.

“Intinya para IKM dalam tahap bertahan dan diujung tanduk. Dolar naik, mau ngapain kita,” ujar Agus, saat dihubungi, Kamis (4/10/18).

Dia meyebutkan, kebanyakan pelaku IKM tekstil di Majalaya memproduksi sarung, kain putih dan sorban. Lanjut dia, sekitar 80 persen dari total 309 pelaku usaha tekstil di Majalaya memasarkan produknya di dalam negeri. Sementara sisanya 20 persen ada yang mengekspor barang-barang tekstil ke luar negeri.

“Kemarin Mentri perindustriam datang kesini tapi tidak memberikan solusi,” katanya.

Agus menambahkan, para IKM khususnya di Majalaya masih menggunakan bahan baku impor yaitu benang 150 D. Tapi, lanjut dia untuk produksi bulan ini beberapa pelaku IKM masih ada yang mempunyai stok bahan baku.

Kondisi tersebut membuat para pelaku IKM bisa bernafas lega sementara. Namun, sampai kapan stok tersebut bisa bertahan ditengah nilai tukar dolar yang naik.

“Belum ada solusi, kami menunggu mau diapain. Ibaratnya, Bisa jual produk gak bisa beli bahan baku,” ungkapnya.

Sementara itu salah seorang penjual busana muslim di wilayah Majalaya, Agus (48) mengaku penjualan bajunya bisa di bilang turun meski tidak terlalu signifikan.

(RBD/ipn/pojokjabar)

https://jabar.pojoksatu.id/bandung/2018/10/05/dolar-tembus-rp-15-ribu-pengusaha-tekstil-di-majalaya-kabupaten-bandung-terancam/



Dolar Kalap! Impor Beras Jadi Biang Kerok, Jokowi Diminta Rombak Tim Ekonomi, Beranikah?


JAKARTA | duta.co – Nilai tukar rupiah di depan dolar AS, benar-benar tidak terhormat. Pagi ini, Jumat (5/10) dolar semakin kalap, menembus level Rp 15.400 per dolar AS, jauh meninggalkan level penutupannya Rp 15.075 Kamis (4/10) kemarin.

Meski suara pemerintah masih adem ayem, tetapi, ambruknya rupiah tidak boleh dianggap enteng. Apalagi diprediksi ini hanyalah hentakan awal, dan bisa lebih parah lagi. Demi menyelamatkan ekonomi Indonesia, Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla disarankan me-reshuffle atau merombak kabinet. Khususnya Tim Ekonomi.

Hal ini ditegaskan pengamat ekonomi Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara “Karena gagal menghadapi situasi pelemahan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sejak 2015 hanya berkisar 5 persen,” ujarnya.

Hasil kinerja kabinet ekonomi, jelas Bhima, terkesan tidak mampu bersaing. Bahkan, ka­lah dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Filipina. Menurutnya, kerja perekono­mian di bawah kendali Menko Perekonomian Darmin Nasution, rasio utang Indonesia terus naik. Sementara ketergantungan pada asing di kepemilikan utang, men­ciptakan capital outflow. Kondisi yang sama juga terjadi di bidang perdagangan.

Baca Juga:
Musuh Kuat Jokowi Bukan Prabowo, Prof Ryaas Rasyid:…
BPJS Sempoyongan, S Daeng: Jangankan Cicil Utang,…
Fatwa Halal “Menjarah” dari Pemerintah
Pesan ‘Singgasana Bayonet’ Yeltsin
“Jadi, patut dipertimbangkan (reshuffle). Khususnya Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita karena gagal meningkatkan nilai ekspor dan menjaga impor,” ucapnya.

Bhima menilai, menteri perdagangan terkesan terlalu gam­pang membuat lisensi impor. Sementara kebijakan pemerintah seharusnya berdasarkan data yang valid. Kondisi ini juga yang menyebabkan neraca perdagan­gan negara tak kunjung mem­baik. “Impor ini yang berisiko menguras devisa dan melemah­kan rupiah,” katanya.

Kebijakan impor pangan yang dilakukan melalui Kementerian Perdagangan bersama Badan Urusan Logistik (Bulog) dari Informasi yang diterima Rakyat Merdeka, patut diduga tidak transparan dan berpotensi merugikan keuangan negara ratusan miliar rupiah.

Hal ini diketahui setelah ada pemeriksaan dari salah satu lembaga audit. Dalam laporan lembaga audit itu, ada protes dari eksportir di Thailand akibat tidak diundang dalam tender pembelian beras 500 ribu ton oleh Indonesia.

“Tender yang dilakukan tidak terbuka dan hanya melalui un­dangan yang selanjutnya hanya diikuti 3-4 eksportir saja,” kata sumber Rakyat Merdeka.

Potensi Kerugian Kian Besar

Menurut sumber tersebut, tender yang dilakukan Bulog sifatnya undangan dan terbatas. Tidak bersifat kerjasama G to G (pemerintah antar pemerin­tah) atau G to P (Pemerintah dengan Pelaku Usaha). Alhasil, harga beras yang didapat ke­mahalan.

“Kalau by invitation yang di­lakukan oleh Bulog Indonesia yaitu pembelian beras 5 persen broken seharga 460 dolar AS pa­dahal rata-rata harga saat itu 445 dolar AS per tonnya. Jika pembe­lian saat itu sebanyak 250 ribu ton saja dari Thailand, dapat dihemat 250 ribu ton x 15 dollar AS (selisih harga beras di Thailand) sebesar 3.750 ribu dollar AS atau Rp 52,5 juta per tonnya. Dan jika pembelian 500 ribu ton maka da­pat dihemat 7,5 juta dollar AS atau Rp 105 milyar,” katanya.

Potensi kerugian ini, kata dia, sangat besar. Jika sampai impor beras 2 juta ton, maka kerugian negara ditaksir dapat mencapai 30 juta dollar AS atau Rp 420 miliar. Bulog, lanjut sumber itu, telah menekan kontrak dengan tiga eksportir Thailand yaitu Ponglap Co. Ltd, Asian Goladen Rice, dan Capital and Cereal.

Untuk Ponglap Co. Ltd, teryata bukan eksportir nomor satu atau dua di Thailand. Dia hanya sebagai pengendali ketiga ek­sportir lainnya. Namun dari ke­tiga importir ini, hanya Ponglap Co.Ltd yang tidak memiliki mesin penggiling sehingga harg­anya relatif akan mahal. Adapun eksportir nomor satu di Thiland adalah Asian Golden Rice, no­mor dua Capital dan Cereal, dan nomor tiga Thanasan.

“Impor beras dari Thailand itu tidak melalui tender yang melibat­kan banyak perusahaan eksportir. Jadi, dapat dikatakan harga impor beras dari Thailand hanya didasari pertemanan. Hal tersebut meng­kibatkan harga sangat mahal jika dibanding dengan melibatkan banyak eksportir terbuka seperti Gto P,” katanya. (sumber: rmol.co)


https://duta.co/dolar-kalap-impor-beras-jadi-biang-kerok-jokowi-diminta-rombak-tim-ekonomi-beranikah/

https://www.cnbcindonesia.com/market/20181005114607-17-36188/rupiah-melemah-apa-sih-dampaknya-ke-milenial/1
0
1.6K
39
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan