Kaskus

News

soekirmandiaAvatar border
TS
soekirmandia
Masih Sayang Rupiah? Naikkan Harga BBM!
Masih Sayang Rupiah? Naikkan Harga BBM!
Market - Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 October 2018 16:06


Masih Sayang Rupiah? Naikkan Harga BBM!  
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Aristya Rahadian Krisabella)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih terus melemah. Selain faktor eksternal, sentimen domestik pun kental mewarnai perjalanan mata uang Tanah Air. 

Pada Kamis (4/10/2018) pukul 14:53 WIB, US$ 1 dihargai Rp 15.185 di perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,76% dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Ini membuat rupiah menyentuh rekor terlemah baru sepanjang 2018. Tidak hanya itu, rupiah juga berada di posisi terlemah sejak Juli 1998. 

Mata uang Asia juga melemah, tetapi rupiah menjadi yang paling depresiatif. Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang Asia pada pukul 14:48 WIB: 


Memang sulit menandingi dolar AS hari ini. Pada pukul 14:50 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) menguat 0,16%. 

Dolar AS menguat akibat semakin tebalnya keyakinan pasar bahwa The Federal Reserve/The Fed akan kembali menaikkan suku bunga, terdekat dilakukan pada Desember. 

Menurut CME Fedwatch, kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps) pada rapat 19 Desember mencapai 81,2%. Naik dibandingkan beberapa saat lalu yang masih di kisaran 70%. 

Investor yakin The Fed akan menaikkan suku bunga seiring semakin kinclongnya kinerja ekonomi Negeri Paman Sam. Berdasarkan survei ADP, perekonomian AS menciptakan 230.000 lapangan kerja sepanjang September. Ini adalah angka tertinggi sejak Februari. 

Kemudian survei Institute of Supply Management (ISM) menyebutkan indeks aktivitas non-manufaktur pada September sebesar 61,6 atau naik 3,1 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak Agustus 1997. 

Pencapaian ini menunjukkan potensi permintaan masyarakat meningkat. Jika tidak direm, maka akan menimbulkan overheating alias pertumbuhan permintaan yang terlalu kencang dan tidak bisa diimbangi oleh penawaran. Akan tercipta inflasi yang sebenarnya tidak perlu. 

Cara paling efektif untuk menekan permintaan adalah dengan menaikkan suku bunga acuan. Melihat prospek permintaan di AS yang terus meningkat, The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga secara gradual. 

Kenaikan suku bunga acuan memang bertujuan untuk mengerem permintaan. Namun efek sampingnya adalah membuat imbalan berinvestasi, terutama di instrumen berpendapatan tetap, akan naik. Akibatnya arus modal tersedot ke AS karena investor ingin mencari cuan. 

Mata uang lain terhempas karena sentimen ini. Namun pelemahan rupiah yang paling dalam di Asia tentu melibatkan kontribusi sentimen domestik. 

https://www.cnbcindonesia.com/market/20181004154555-17-36077/masih-sayang-rupiah-naikkan-harga-bbm



Ekonom Sebut Kenaikan Harga BBM Ampuh Redam Pelemahan Rupiah
Tim, CNN Indonesia | Kamis, 04/10/2018 19:31 WIB 

Masih Sayang Rupiah? Naikkan Harga BBM!  
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono). 

Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom menilai pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini perlu ditanggapi serius oleh pemerintah. Sebab, Ekonom Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menuturkan pelemahan bisa berbahaya jika dibiarkan terus menerus.

Pembiaran yang semakin lama, bisa membuat rupiah kian terpuruk. Padahal, per Kamis (4/10) ini rupiah sudah anjlok ke level Rp15.179 per dolar AS, jauh dari asumsi APBN 2018 yang dipatok Rp13.400 per dolar. Keterpurukan rupiah akan makin menggerus keyakinan pasar terhadap ekonomi dalam negeri. 

Yose mengatakan ada satu titik penting yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperbaiki pelemahan rupiah, yakni tekan impor minyak dan gas. Impor minyak dan gas belakangan ini tumbuh terlalu kencang.

Data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor minyak dan gas Januari-Agustus 2018 ini mencapai US$19,76 miliar meningkat 28,31 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Impor terjadi di tengah kenaikan harga minyak dunia. Dalam APBN 2018 pemerintah mematok asumsi harga minyak tahun ini hanya US$48 per barel. Tapi, saat ini harga minyak sudah berada di atas level US$80 per barel, melonjak jauh dibanding asumsi pemerintah.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah juga merosot tajam. Pemerintah, dalam APBN 2018, berasumsi nilai tukar rupiah hanya Rp13.400 per dolar Amerika Serikat (AS). Tapi, di tengah kondisi tersebut, pemerintah tetap membiarkan harga BBM rendah. 

Kebijakan harga BBM yang tak berubah tersebut membuat konsumsi BBM dalam negeri tinggi. Akibatnya, impor minyak tetap membengkak dan defisit neraca transaksi berjalan sulit diatasi.

Yose mengatakan pemerintah perlu memikirkan masalah tersebut dengan menaikkan harga BBM. Ia menghitung jika harga BBM dinaikkan Rp1.200-1.500 per liter, defisit neraca dagang migas bisa berkurang hingga US$1 miliar. "Itu akan besar dampaknya ke penurunan konsumsi dan defisit neraca dagang migas," katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/10).

Kalau pemerintah khawatir kenaikan tersebut akan menimbulkan goncangan pada masyarakat, mereka bisa memilih menaikkan harga BBM secara bertahap. Yang penting, katanya, pemerintah sudah mengirimkan pesan ke pasar bahwa mereka sudah tahu masalah sebenarnya yang menghantui ekonomi dalam negeri dan serius mengatasinya.


Pesan tersebut dinilai penting untuk memulihkan optimisme pasar terhadap ekonomi dalam negeri dan membendung pelemahan rupiah. Saran agar Presiden Jokowi menaikkan harga BBM demi mengatasi defisit neraca transaksi berjalan dan pelemahan rupiah sebenarnya sudah disampaikan oleh mantan Menteri Perdagangan era Presiden SBY Mari Elka Pangestu.

Mari mengatakan kenaikan harga yang ia sebut sebagai penyesuaian subsidi BBM ampuh dalam menurunkan defisit transaksi berjalan. Penyesuaian subsidi akan berdampak signifikan dalam mengurangi impor minyak mentah yang memberi kontribusi besar pada total impor Indonesia.

Keampuhan tercermin pada kebijakan penyesuaian subsidi BBM yang dilakukan Pemerintahan SBY saat ekonomi dalam negeri mengalami guncangan pada 2008 dan 2013 lalu.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20181004144440-78-335758/ekonom-sebut-kenaikan-harga-bbm-ampuh-redam-pelemahan-rupiah

BI: Defisit Transaksi Berjalan Buat Pelemahan Kurs Membesar
Kamis 04 Oct 2018 16:26 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, gejolak pelemahan nilai tukar akan lebih besar dialami oleh negara berkembang yang memiliki defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Ia menjelaskan bahwa masalah defisit transaksi berjalan telah lama menjadi pekerjaan rumah yang belum bisa diselesaikan.

"Memang negara-negara berkembang yang defisit itu lebih besar gejolaknya, tetapi yang penting pemerintah dan BI sudah bersatu padu supaya CAD ini bisa berkurang," kata Mirza di Gedung BI, Jakarta, Kamis (4/10).

Mirza menyebutkan defisit transaksi berjalan selama ini disebabkan ada upaya mendorong pembangunan infrastruktur sehingga impor yang tumbuh adalah untuk sektor produktif. Defisit transaksi berjalan terjadi ketika impor barang dan jasa lebih besar daripada ekspor sehingga pasokan valuta asing menjadi defisit.

Ia berpendapat pemerintah dan otoritas terkait perlu menunjukkan kepada investor bahwa pasar finansial produktif dan Indonesia berupaya mengendalikan CAD melalui pariwisata, pengendalian impor, dan pemberian insentif ekspor.

"Bahwa kita bersahabat pada penanaman modal asing yang berorientasi ekspor dan bisa mengendalikan impor-impor yang tidak mendesak," ujar dia.

Mirza berharap volatilitas nilai tukar di negara-negara berkembang dapat selesai pada semester I tahun depan. Dalam dua tahun terakhir (2016-2017), defisit transaksi berjalan mencapai sekitar 17 miliar dolar AS.

Defisit tersebut mampu diimbangi oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial pada kisaran 29 miliar dolar AS.

Selama semester I-2018, defisit transaksi berjalan telah mencapai 13,7 miliar dolar AS, terdiri dari 5,7 miliar dolar AS pada kuartal I-2018 dan 8 miliar dolar AS pada kuartal II-2018. Defisit transaksi berjalan diprediksi mencapai 25 miliar dolar AS sepanjang 2018.

Ekspor barang pada semester I-2018 mencapai sekitar 88,2 miliar dolar AS, namun impor cukup tinggi mencapai 85,6 miliar dolar AS. Sementara surplus neraca transaksi modal dan finansial hanya mencapai 6,5 miliar dolar AS.
https://www.republika.co.id/berita/e...rs-lebih-besar


Harga Minyak & Pelemahan Rupiah, Duet Maut yang Mengancam RI
Market - Raditya Hanung, CNBC Indonesia
04 October 2018 15:07


Gara-gara menyandang status negara net importir minyak, Indonesia lantas rentan terhadap dua faktor. Duet itu bernama kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan mata uang rupiah.

Rata-rata harga minyak jenis Brent berada di kisaran US$45,17/barel di tahun 2016. Sedangkan, rata-rata harganya di tahun 2017 tercatat sebesar US$54,78/barel, atau terjadi peningkatan sebesar 21,27% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Di sepanjang tahun 2018, harga minyak Brent juga masih tercatat menanjak di kisaran 29,62% (hingga perdagangan tanggal 3 Oktober 2018). Rata-rata harganya di tahun ini sudah mencapai US$72,93/barel.
Masih Sayang Rupiah? Naikkan Harga BBM!
Di sisi lain, saat harga minyak melambung, nilai tukar rupiah justru terjun bebas. Di sepanjang tahun berjalan ini, rupiah sudah terdepresiasi di kisaran 11% terhadap dolar AS di pasar spot (hingga 3 Oktoer 2018).

Pelemahan rupiah kemudian membuat harga minyak relatif lebih mahal, karena komoditas tersebut diperdagangkan dengan mata uang Negeri Paman Sam. Akibatnya, beban importase migas menjadi lebih  besar.

Tak pelak, defisit perdagangan migas bengkak mencapai US8,35 miliar (Rp125 triliun) di periode Januari-Agustus 2018, atau naik hingga 55% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menariknya, defisit perdagangan migas itu justru dua kali lipat lebih besar dibandingkan total defisit perdagangan barang RI di periode yang sama (US$4,11 miliar/Rp62 triliun). Artinya, buruknya performa perdagangan migas menjadi biang kerok utama anjloknya defisit neraca perdagangan di tahun ini.

Jika “penyakit” ini semakin parah, bukan tidak mungkin defisit perdagangan migas menyamai rekor tertinggi sepanjang sejarah di tahun 2014, yakni di angka US$13,13 miiar.

Celakanya, gara-gara defisit perdagangan migas makin parah, rupiah jadi sulit untuk bergerak menguat. Hal ini membentuk semacam “lingkaran setan”. Mengapa demikian? Akibat defisit perdagangan yang semakin besar, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pun berpotensi makin bengkak.

Sebagai informasi, CAD kuartal II-2018 sudah menembus 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Capaian itu merupakan yang terparah sejak tahun 2014.

Padahal, CAD seringkali dipandang sebagai fundamental ketahanan ekonomi suatu negara dari gejolak eksternal. Sebab, transaksi berjalan menggambarkan aliran devisa dari sektor perdagangan, impor barang dan jasa.

Saat CAD terpuruk, rupiah seakan tidak mempunyai pijakan yang solid untuk bisa bergerak menguat.
https://www.cnbcindonesia.com/market...mengancam-ri/3



Pagi ini sudah tembus 15.400 ...
Masih Sayang Rupiah? Naikkan Harga BBM!
source: Google Finance 7/10/2018
----------------------------

Silahkan saja harga BBM dinaikkan ... tapi harga politiknya ditanggung oleh Jokowi dan tim pemenangan Piilpresnya!

emoticon-Big Grin



Diubah oleh soekirmandia 05-10-2018 08:17
-2
1.6K
21
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan