- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
🔥Krisis Ekonomi Sudah Di Depan Mata Kang Mas Joko Widodo 🔥


TS
venomwolf
🔥Krisis Ekonomi Sudah Di Depan Mata Kang Mas Joko Widodo 🔥
PEMERINTAH Joko Widodo lewat Menteri Keuangan Sri Mulyani harus jujur kalau akibat nilai kurs rupiah yang sudah tembus Rp 15 ribu per dolar akan bisa merangkak naik ke angka RP 16 ribu dan berpontensi tsunami ekonomi sudah di depan mata.
Tolong jangan beralasan kalau nilai kurs dolar yang sudah melewati angka Rp 15 ribu yang merupakan kurs terburuk sejak 20 tahun pasca krisis ekonomi 1998. Bahwa keadaan ekonomi nasional baik-baik saja karena data nilai inflasi yang masih bisa terkendali dan ekonomi bertumbuh di semester 2 pada angka 5.27 persen.
Ingat loh jeng Sri. Indonesia itu sekarang negara importir Crude oil Dan BBM sehingga naiknya harga minyak mentah sebesar 85 USD per barrel bisa makin mengerus nilai kurs rupiah. Apalagi diprediksi oleh para pengamat minyak dunia bahwa minyak dunia akan bisa sampai level 100 USD per barrel. Artinya, beban impor dan kebutuhan akan dolar akan meningkat dan harga BBM akan naik sehingga inflasi bisa naik cepat.
- Pasang Iklan Disini -
Ditambah lagi, keperluan belanja barang-barang untuk keperluan rehabilitasi daerah yang terkena gempa yang masih harus diimpor, misalnya obat-obatan dan alat-alat kesehatan.
Sudah lima kali sejak Februari, Bank Indonesia menaikkan suku bunganya dan tidak ada pengaruhnya terhadap penguatan nilai kurs rupiah.
Kenaikan suku bunga bank sentral sudah bisa dipastikan akan memberatkan bunga pinjam kredit para debitur bank-bank nasional dan bisa berpotensi macet apalagi keadaan daya beli masyarakat makin turun akibat tinggi harga harga barang dan jasa sehingga penjualan akan turun dan berakibat pada pendapatan perusahaan-perusahaan para debitur .
Apalagi, suku bunga the FED akan kembali naik dan pastinya rupiah akan makin melemah.
Belum lagi, 40 persen obligasi Indonesia yang dipegang oleh asing akan dilepas akibat buruknya kinerja kurs rupiah. Hal itu terbukti dengan obligasi Indonesia juga yang mengalami tekanan. Hasil patokan obligasi 10-tahun naik 14 basis poin pada Selasa menjadi 8,15 persen, meningkat dari 6,32 persen pada akhir 2017. Indeks saham utama negara itu merosot 1,2 persen, mengambil penurunan tahun ini menjadi 7,6 persen
Belum lagi diperpanjang dari sisi defisit fiskal, dimana neraca transaksi berjalan yang terus defisit, akibat terjadi jor-joran misal lokasi proyek proyek Infrastruktur yang lebih bernuansa mercusuar dibanding memiliki nilai tambah untuk meningkat devisa negara. Seperti lebih banyak bangun gedung-gedung dibandingkan membeli mesin dan membangun industri nasional yang berbasis produk ekspor.
Langkah yang diambil otoritas Moneter dalam hal ini BI dengan menawarkan program hedging bagi pelaku usaha yang melakukan aktifitas impor untuk menjaga volalitas nilai kurs dolar boleh tapi sampai seberapa efektifnya?
Lalu, rencana pemberian insentive bagi para pelaku usaha yang usahanya berbasis produk ekspor seperti CPO Dan pertambangan, apa mereka tertarik untuk mengubah pendapatan mereka dalam bentuk dolar menjadi rupiah, untuk meningkat devisa dan melindungi mata uang lokal dari kekalahan pasar global. Sepertinya tidak mungkin karena mereka sektor perkebunan sawit dan pertambangan banyak dikuasai oleh perusahaan asing dan nasional yang juga punya pinjaman kredit di bank bank luar negeri dan obligasi dalam denominasi dolar yang banyak akan jatuh tempo. Jadi sangat kecil kemungkinan mereka tertarik dengan program BI.
Jadi, krisis ekonomi sangat berpotensi di zamannya Kangmas Joko Widodo. Jika terus kebohongan data-data ekonomi yang dikemukakan saat mau Pilpres. [***]
https://telusur.co.id/2018/10/04/krisis-ekonomi-sudah-di-depan-mata-kang-mas-joko-widodo/
Dihajar Luar-Dalam, Rupiah Tak Berkutik Lawan Dolar AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca menembus level psikologis Rp 15.000/dolar AS, rupiah belum juga berhenti melemah. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,73% di pasar spot ke level 15.180/dolar AS. Greenback memang sedang berada dalam posisi yang kuat, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang melejit sebesar 0,33%.
Namun, tetap saja pelemahan rupiah terbilang signifikan. Pasalnya, mata uang negara-negara lain di kawasan Asia tak melemah sedalam rupiah. Secara berturut-turut melawan dolar AS di pasar spot, ringgit, baht, peso, dan rupee melemah masing-masing sebesar 0,24%, 0,43%, 0,2%, dan 0,41%.
Dari sisi eksternal, penguatan dolar AS dipicu oleh positifnya rilis data ekonomi di Negeri Paman Sam. Kemarin (3/10/2018), angka penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian periode September versi Automatic Data Processing (ADP) diumumkan sebesar 230.000, mengalahkan konsensus yang sebesar 185.000 saja. Kemudian, ISM Non-Manufacturing PMI periode September diumumkan di level 61,6, juga mengalahkan konsensus yang sebesar 58.
Positifnya data tersebut tak hanya mengonfirmasi bahwa perekonomian AS sedang melaju kencang, namun juga mengindikasikan bahwa perang dagang yang tengah bergejolak dengan China belum memberi dampak signifikan.
Pada akhirnya, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh The Federal Reserve terus bisa dipertahankan di level yang tinggi. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 3 Oktober 2018, kemungkinan The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini adalah sebesar 78,1%, jauh lebih tinggi dibandingkan posisi 1 bulan sebelumnya yang sebesar 70,1%.
Terlebih, Gubernur The Fed, Jerome Powell, kembali melontarkan pernyataan yang hawkish. Powell mengungkapkan, The Fed tak lagi memerlukan kebijakan-kebijakan yang dulu digunakan untuk mengangkat perekonomian AS dari jurang krisis. Lebih lanjut, ia mengungkapkan tingkat suku bunga acuan secara bertahap akan dinaikkan menuju level netral.
"Suku bunga masih akomodatif, namun kami secara bertahap menuju tingkat yang netral," papar Powell kemarin, seperti dikutip dari CNBC International.
Dari dalam negeri, tingginya harga minyak mentah dunia memantik kekhawatiran bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) Indonesia akan kian sulit diredam. Kini, harga minyak WTI kontrak pengiriman November bertengger di level US$ 76,16/barel. Sementara itu, harga minyak brent kontrak pengiriman Desember berada di level US$ 86,03/barel.
Memang, defisit perdagangan migas menjadi biang kerok lebarnya defisit neraca dagang Indonesia yang pada akhirnya membebani CAD. Secara kumulatif dari periode Januari-Juli 2018, defisit migas sudah mencapai US$ 8,35 miliar, melambung 54,6% dari capaian di periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 5,40 miliar.
Sebagai informasi, CAD Indonesia pada kuartal-II 2018 menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I 2018, defisitnya hanya sebesar 2,21% dari PDB. Capaian ini terbilang cukup bersejarah. Pasalnya, kali terakhir CAD menyentuh level 3% dari PDB adalah pada kuartal-III 2014 silam.
Lebih lanjut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pun mengonfirmasi bahwa CAD akan menyentuh level 3% dari PDB pada tahun ini.
"Lihat komposisi impor, ini bisa calculate kalau ekonomi growing fast maka permintaan untuk dua komponen impor (barang modal dan barang setengah jadi) akan meningkat. Ini yang terjadi dalam 3 kuartal di 2018," kata Sri Mulyani dalam sebuah seminar Economic Outlook yang diselenggarakan UOB di Hotel Raffles, Rabu (3/10/2018).
"Ini yang terjadi di 2018, growth continue strong, tapi impor makin tajam. CAD dalam. Sampai akhir tahun 3% dari PDB," imbuh Menkeu.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/wed)
https://www.cnbcindonesia.com/market/20181004133235-17-36046/dihajar-luar-dalam-rupiah-tak-berkutik-lawan-dolar-as
salah italia tong...mahadewa kodok harus selalu benar!!!!
Tolong jangan beralasan kalau nilai kurs dolar yang sudah melewati angka Rp 15 ribu yang merupakan kurs terburuk sejak 20 tahun pasca krisis ekonomi 1998. Bahwa keadaan ekonomi nasional baik-baik saja karena data nilai inflasi yang masih bisa terkendali dan ekonomi bertumbuh di semester 2 pada angka 5.27 persen.
Ingat loh jeng Sri. Indonesia itu sekarang negara importir Crude oil Dan BBM sehingga naiknya harga minyak mentah sebesar 85 USD per barrel bisa makin mengerus nilai kurs rupiah. Apalagi diprediksi oleh para pengamat minyak dunia bahwa minyak dunia akan bisa sampai level 100 USD per barrel. Artinya, beban impor dan kebutuhan akan dolar akan meningkat dan harga BBM akan naik sehingga inflasi bisa naik cepat.
- Pasang Iklan Disini -
Ditambah lagi, keperluan belanja barang-barang untuk keperluan rehabilitasi daerah yang terkena gempa yang masih harus diimpor, misalnya obat-obatan dan alat-alat kesehatan.
Sudah lima kali sejak Februari, Bank Indonesia menaikkan suku bunganya dan tidak ada pengaruhnya terhadap penguatan nilai kurs rupiah.
Kenaikan suku bunga bank sentral sudah bisa dipastikan akan memberatkan bunga pinjam kredit para debitur bank-bank nasional dan bisa berpotensi macet apalagi keadaan daya beli masyarakat makin turun akibat tinggi harga harga barang dan jasa sehingga penjualan akan turun dan berakibat pada pendapatan perusahaan-perusahaan para debitur .
Apalagi, suku bunga the FED akan kembali naik dan pastinya rupiah akan makin melemah.
Belum lagi, 40 persen obligasi Indonesia yang dipegang oleh asing akan dilepas akibat buruknya kinerja kurs rupiah. Hal itu terbukti dengan obligasi Indonesia juga yang mengalami tekanan. Hasil patokan obligasi 10-tahun naik 14 basis poin pada Selasa menjadi 8,15 persen, meningkat dari 6,32 persen pada akhir 2017. Indeks saham utama negara itu merosot 1,2 persen, mengambil penurunan tahun ini menjadi 7,6 persen
Belum lagi diperpanjang dari sisi defisit fiskal, dimana neraca transaksi berjalan yang terus defisit, akibat terjadi jor-joran misal lokasi proyek proyek Infrastruktur yang lebih bernuansa mercusuar dibanding memiliki nilai tambah untuk meningkat devisa negara. Seperti lebih banyak bangun gedung-gedung dibandingkan membeli mesin dan membangun industri nasional yang berbasis produk ekspor.
Langkah yang diambil otoritas Moneter dalam hal ini BI dengan menawarkan program hedging bagi pelaku usaha yang melakukan aktifitas impor untuk menjaga volalitas nilai kurs dolar boleh tapi sampai seberapa efektifnya?
Lalu, rencana pemberian insentive bagi para pelaku usaha yang usahanya berbasis produk ekspor seperti CPO Dan pertambangan, apa mereka tertarik untuk mengubah pendapatan mereka dalam bentuk dolar menjadi rupiah, untuk meningkat devisa dan melindungi mata uang lokal dari kekalahan pasar global. Sepertinya tidak mungkin karena mereka sektor perkebunan sawit dan pertambangan banyak dikuasai oleh perusahaan asing dan nasional yang juga punya pinjaman kredit di bank bank luar negeri dan obligasi dalam denominasi dolar yang banyak akan jatuh tempo. Jadi sangat kecil kemungkinan mereka tertarik dengan program BI.
Jadi, krisis ekonomi sangat berpotensi di zamannya Kangmas Joko Widodo. Jika terus kebohongan data-data ekonomi yang dikemukakan saat mau Pilpres. [***]
https://telusur.co.id/2018/10/04/krisis-ekonomi-sudah-di-depan-mata-kang-mas-joko-widodo/
Dihajar Luar-Dalam, Rupiah Tak Berkutik Lawan Dolar AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasca menembus level psikologis Rp 15.000/dolar AS, rupiah belum juga berhenti melemah. Hingga siang hari, rupiah melemah 0,73% di pasar spot ke level 15.180/dolar AS. Greenback memang sedang berada dalam posisi yang kuat, ditunjukkan oleh indeks dolar AS yang melejit sebesar 0,33%.
Namun, tetap saja pelemahan rupiah terbilang signifikan. Pasalnya, mata uang negara-negara lain di kawasan Asia tak melemah sedalam rupiah. Secara berturut-turut melawan dolar AS di pasar spot, ringgit, baht, peso, dan rupee melemah masing-masing sebesar 0,24%, 0,43%, 0,2%, dan 0,41%.
Dari sisi eksternal, penguatan dolar AS dipicu oleh positifnya rilis data ekonomi di Negeri Paman Sam. Kemarin (3/10/2018), angka penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian periode September versi Automatic Data Processing (ADP) diumumkan sebesar 230.000, mengalahkan konsensus yang sebesar 185.000 saja. Kemudian, ISM Non-Manufacturing PMI periode September diumumkan di level 61,6, juga mengalahkan konsensus yang sebesar 58.
Positifnya data tersebut tak hanya mengonfirmasi bahwa perekonomian AS sedang melaju kencang, namun juga mengindikasikan bahwa perang dagang yang tengah bergejolak dengan China belum memberi dampak signifikan.
Pada akhirnya, persepsi mengenai kenaikan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini oleh The Federal Reserve terus bisa dipertahankan di level yang tinggi. Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 3 Oktober 2018, kemungkinan The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 4 kali pada tahun ini adalah sebesar 78,1%, jauh lebih tinggi dibandingkan posisi 1 bulan sebelumnya yang sebesar 70,1%.
Terlebih, Gubernur The Fed, Jerome Powell, kembali melontarkan pernyataan yang hawkish. Powell mengungkapkan, The Fed tak lagi memerlukan kebijakan-kebijakan yang dulu digunakan untuk mengangkat perekonomian AS dari jurang krisis. Lebih lanjut, ia mengungkapkan tingkat suku bunga acuan secara bertahap akan dinaikkan menuju level netral.
"Suku bunga masih akomodatif, namun kami secara bertahap menuju tingkat yang netral," papar Powell kemarin, seperti dikutip dari CNBC International.
Dari dalam negeri, tingginya harga minyak mentah dunia memantik kekhawatiran bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) Indonesia akan kian sulit diredam. Kini, harga minyak WTI kontrak pengiriman November bertengger di level US$ 76,16/barel. Sementara itu, harga minyak brent kontrak pengiriman Desember berada di level US$ 86,03/barel.
Memang, defisit perdagangan migas menjadi biang kerok lebarnya defisit neraca dagang Indonesia yang pada akhirnya membebani CAD. Secara kumulatif dari periode Januari-Juli 2018, defisit migas sudah mencapai US$ 8,35 miliar, melambung 54,6% dari capaian di periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 5,40 miliar.
Sebagai informasi, CAD Indonesia pada kuartal-II 2018 menembus level 3% dari PDB, yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I 2018, defisitnya hanya sebesar 2,21% dari PDB. Capaian ini terbilang cukup bersejarah. Pasalnya, kali terakhir CAD menyentuh level 3% dari PDB adalah pada kuartal-III 2014 silam.
Lebih lanjut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pun mengonfirmasi bahwa CAD akan menyentuh level 3% dari PDB pada tahun ini.
"Lihat komposisi impor, ini bisa calculate kalau ekonomi growing fast maka permintaan untuk dua komponen impor (barang modal dan barang setengah jadi) akan meningkat. Ini yang terjadi dalam 3 kuartal di 2018," kata Sri Mulyani dalam sebuah seminar Economic Outlook yang diselenggarakan UOB di Hotel Raffles, Rabu (3/10/2018).
"Ini yang terjadi di 2018, growth continue strong, tapi impor makin tajam. CAD dalam. Sampai akhir tahun 3% dari PDB," imbuh Menkeu.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/wed)
https://www.cnbcindonesia.com/market/20181004133235-17-36046/dihajar-luar-dalam-rupiah-tak-berkutik-lawan-dolar-as
salah italia tong...mahadewa kodok harus selalu benar!!!!

0
2.2K
45


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan