- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
6 Fakta Fenomena Karoshi di Jepang, Kerja Tanpa Cuti Sampai Mati
TS
kruingputih3
6 Fakta Fenomena Karoshi di Jepang, Kerja Tanpa Cuti Sampai Mati
Citra Jepang sebagai negara yang memiliki penduduk gila kerja sepertinya benar adanya. Selain memiliki watak tak mudah menyerah, penduduk negara ini juga rela untuk menghabiskan waktunya untuk bekerja bahkan hingga menyebabkan kematian. Fenomena banyaknya pekerja Jepang yang meninggal dunia karena kelelahan bekerja ini disebut dengan Karoshi.
Fenomena karoshi di Jepang menjadi isu yang sangat hangat dalam beberapa tahun belakangan. Pemerintah di Jepang pun melakukan berbagai cara agar hal ini tidak terus terjadi di negara matahari terbit tersebut.
1. Pertama kali terjadi pada 1969
Karoshi pertama kali terjadi pada tahun 1969. Waktu itu, seorang pria berusia 29 tahun, sudah menikah, bekerja di departemen pengiriman surat kabar terbesar di Jepang. Dia meninggal karena mendadak terserang stroke di kantornya. The Workers Compensation Bureau of Japan’s Ministry of Labor menganggap bahwa kerja berlebihan adalah penyebab kematian pria tersebut.
2. Takut dipecat
Banyak hal yang menyebabkan para pekerja di Jepang rela bekerja sangat keras. Mereka biasanya takut dipecat kalau bekerja dengan tidak maksimal.
Alhasil para pekerja pun bekerja dengan lebih agar terlihat produktif di depan atasannya. Dengan lebih produktif mereka berharap bisa naik gaji atau menapaki jenjang karier lebih tinggi. Sayangnya, banyak yang tidak peduli lagi dengan faktor kesehatan.
Lebih parah lai, alih-alih ingin terlihat lebih maju dibanding pegawai lain, terkadang apa yang dilakukan pegawai jepang ini justru sia-sia. Pihak perusahaan seringkali tidak memberi imbalan sesuai pengorbanan para pegawai. Ada yang rela melakukan lembur meski pada akhirnya tidak dibayar.
3. Penyebab meninggal karena sakit
Dalam tahun-tahun berikutnya, karoshi menjadi fenomena yang semakin dikenal di Jepang, terutama di kalangan pekerja kerah putih atau yang dikenal "salary men". Penyebab dari karoshi biasanya serangan jantung dan stroke.
4. Jumlah korban
Menurut data yang disajikan oleh Departemen Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang di tahun 2015 terungkap bahwa, jumlah kematian karoshi di Jepang dalam 1 tahun terakhir mencapai 1.456 kasus (ts belum mendapat data tahun 2018). Angka ini mencatatkan rekor tertinggi di Jepang.
Kasus-kasus kematian karoshi itu mayoritas dialami bekerja yang bekerja di bidang-bidang seperti teknik, transportasi, perawatan kesehatan dan pelayanan sosial yang memang sejak lama kekurangan tenaga kerja.
5. Bisa menuntut uang ganti rugi
Penduduk Jepang yang memiliki anggota keluarga yang meninggal karena Karoshi, bisa mengajukan ganti rugi pada perusahaan tempat orang tersebut bekerja. Pemerintah Jepang sudah menetapkan parameter untuk penduduk yang meninggal karena karoshi.
Dalam kasus bunuh diri, seseorang bisa mengajukan klaim kompensasi karoshi jika korban bekerja sedikitnya 160 jam lembur dalam satu bulan atau lebih dari 100 jam lembur tiga bulan berturut-turut.
Pada Desember 2015, pengelola Watami, sebuah jaringan restoran ternama di Jepang, harus membayar kompensasi sebesar 130 juta yen untuk keluarga Mina Mori (26) yang bunuh diri karena terlalu banyak bekerja lembur.
Mori bunuh diri pada Juni 2008, hanya dua bulan setelah bekerja di Watami. Dalam masa kerja yang singkat itu, dia dipaksa bekerja panjang sehingga hanya memiliki sedikit waktu untuk istirahat.
6. Upaya pemerintah
Untuk mengatasi permasalahan mengerikan seperti ini, pemerintah Jepang memberlakukan pembatasan lembur. Biasanya dalam satu bulan hanya boleh sampai maksimal 30 jam saja.
Selain pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah, perusahaan besar otomotif di Jepang juga mulai memperhatikan kesehatan dari para pegawainya. Mereka menyuruh pekerja pulang setelah pukul 19.00 atau pulang lebih awal jika memiliki anak kecil di rumah. Strategi ini terbukti menurunkan angka karoshi meski tidak signifikan.
Mengorbankan kesejahteraan
Sejumlah kritikus menilai pemerintah memprioritaskan kepentingan bisnis dan ekonomi dengan mengorbankan kesejahteraan karyawan.
"Rakyat Jepang mengandalkan pemerintah, tapi mereka dikhianati," kata Koji Morioka, seorang akademisi yang meneliti fenomena karoshi selama 30 tahun.
Sampai pemerintah benar-benar bertindak, jumlah karyawan muda yang meninggal dunia akibat terlalu lama bekerja bertambah dan kelompok penyokong keluarga korban terus mendapatkan anggota baru.
Michiyo Nishigaki, yang kehilangan putra semata wayangnya, Naoya, mengatakan negara sedang membunuh para karyawan yang seharusnya dihargai.
"Perusahaan-perusahaan hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek. Putra saya dan pekerja muda lainnya tidak membenci bekerja, mereka mampu dan mereka ingin bekerja dengan baik."
"Berikan mereka kesempatan bekerja tanpa jam kerja panjang atau masalah kesehatan sehingga negara akan mendapat keiistimewaan karena mendapat mereka."
berikut empat korban karoshi yang paling tragis dan paling menghebohkan di Jepang.
Berikut kasus karoshi yg terjadi di Jepang
1. Naoya
ilustrasi
Sangat jarang orang yang setelah lulus kuliah langsung mendapat pekerjaan di perusahaan besar. Hal itu dirasakan oleh seorang ibu bernama Michiyo Nishigaki sangat bangga ketika anak satu-satunya bernama Naoya Nishigaki bekerja di sebuah perusahaaan besar di bidang komunikasi setelah menyelesaikan kuliahnya.
Ibunya sendiri waktu itu berpikir bahwa pekerjaan tersebut cocok dengan Naoya yang menyukai IT dan segala hal berbau komputer. Namun dua tahun setelah ia bekerja sesuatu yang tidak biasa dan berbahaya mulai terjadi.
“Ia bilang kepada saya bahwa ia sibuk, tetapi ia berkata bahwa ia baik-baik saja” kata Nishigaki. “Tetapi ketika ia datang ke rumah untuk pemakaman ayah saya ia berkata bahwa ia tidak bisa beranjak dari tempat tidur. Ia berkata: Biarkan saya tidur sejenak, saya tidak bisa bangun. Maaf, Bu, biarkan saya tidur”.
Setelah ia mengetahui ada yang salah dengan buah hatinya ia langsung menghubungi teman-temannya dan ia menemui fakta bahwa anaknya terlalu banyak bekerja.
Ia biasanya selalu bekerja sampai kedatangan kereta terakhir, tetapi jika ia ketinggalan kereta ia akan tidur di mejanya. Kejadian yang paling parah ia terkadang harus lembur dari jam 10 malam sampai besok pagi dan bekerja selama 37 jam”, sambung Nishigaki.
Akibat dari kejadian ini Naoya meninggal pada umur 27 tahun akibat overdosis dari obat stress yang diberikan. Kematian dia resmi disebut sebagai kasus karoshi. Ibu dari Naoya merasa sangat terpukul atas kejadian ini.
2. Pekerja bangunan berumur 23 tahun
ilustrasi
Pada 11 Oktober 2017 kemarin, seorang pekerja bangunan di Jepang dikabarkan meninggal dunia akibat bunuh diri. Pekerja tersebut sedang berada di proyek pembangunan studio olimpiade baru untuk Olimpiade Jepang pada tahun 2020. Pekerja ini telah bekerja selama 190 jam selama sebulan sebelum mengakhiri hidupnya pada Maret kemarin.
Pekerja ini telah bekerja 80 jam melebihi jam normal dan masuk dalam kategori karoshi. Pekerja yang baru bekerja selama kurang dari setahun ini dilaporkan bekerja selama 160 jam di bulan Januari.
Kematian dari pekerja ini mendapat perhatian di seluruh Jepang pada bulan Juli ketika keluarga korban melapor ke pemerintah untuk membuktikan bahwa ia adalah korban karoshi.
Mayat dari pria ini ditemukan di sebuah gunung di pusat Jepang pada April, seminggu setelah ia hilang. Petugas menemukan sebuah catatan terakhir dari korban yang mengatakan “sudah mendorong dirinya sampai batas secara mental dan fisik”.
Menurut statistik, pekerjaan yang berkaitan dengan konstruksi menjadi penyumbang terbanyak korban karoshi di Jepang dengan 16 korban yang diketahui oleh pemerintah Jepang pada tahun lalu.
Miwa Sado
Berita tentang kematian Miwa Sado sempat viral di media sosial dan di pemberitaan media internasional. Miwa Sado yang merupakan seorang jurnalis politik di lembaga penyiaran public di Jepang, NHK telah meninggal akibat gagal jantung.
Otoritas di Tokyo menyatakan bahwa nyawa perempuan berusia 31 tahun itu melayang akibat mengalami gangguan kesehatan dari karoshi. Sado yang bekerja di kantor pusat NHK di Tokyo ini, bekerja selama 159 jam dan hanya mengambil dua hari libur selama sebulan. Hal ini yang menyebabkan penyakit gagal jantung yang menimpanya pada bulan Juli 2013 kemarin.
Miwa ditemukan tak bernyawa oleh temannya di tempat tidur di apartemennya di Tokyo pada Juli 2013. Sado sendiri pernah meliput untuk pemilihan di pemerintahan metropolitan Tokyo dan untuk parlemen Jepang sebulan sebelum kematiannya di tahun 2013. Deadline yang luar biasa ketat dan tekanan kerja yang luar biasa membuat kesehatannya terus menurun. Ia meninggal tiga hari setelah pemilihan pemerintahan tinggi Jepang selesai.
Menurut orang tuanya, Miwa mengaku sangat sibuk pada saat itu. Ayah Miwa berkata bahwa ia adalah anak yang jarang mengeluh. Satu hari sebelum ulang tahunnya pada 27 Juni ia mengirim email kepada ayahnya dan berkata “Saya sangat sibuk serta stress dan berpikir untuk berhenti kerja setidaknya satu hari, tapi saya rasa saya harus bertahan”.
Pihak NHK sendiri menyatakan bahwa kematian salah satu reporternya merupakan kesalahan organisasi secara keseluruhan, termasuk sistem ketangakerjaan dan bagaimana pemilu harusnya diliput.
Matsuri Takahashi
Matsuri Takahashi
Kasus ini merupakan kasus yang paling fenomenal di Jepang dan membuka mata dunia tentang karoshi. Seorang karyawati cantik bernama Matsuri Takahashi memutuskan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri akibat merasa tertekan dengan pekerjannya. Perempuan ini bunuh diri pada hari Natal tepatnya pada tanggal 25 Desember 2015.
Media Jepang, Asahi melaporkan berdasarkan pernyataan pengacara keluarga bahwa jumlah jam lembur Matsuri pada 9 Oktober hingga 7 November 2015 mencapai 105 jam belum lagi ia harus bekerja lembur hingga 70 jam dalam sebulan.
Perempuan yang bekerja untuk perusahaan periklanan terbesar di Jepang, Dentsu ini mulai bekerja pada April 2015. Sebelum ia meninggal ia sempat menulis sesuatu di sosial media diantaranya adalah “Aku ingin mati” dan “Mental dan fisik saya sudah hancur”.
Akibat kasus ini CEO dari Dentsu Tadashi Ishii memutuskan untuk mengundurkan diri. “Saya mengundurkan diri sebagai tanggung jawab meninggalnya staf kami. Mulai sekarang penanganan sumber daya manusia akan semakin diperbaiki agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.”, ungkap Ishii kepada pers pada Rabu, 28 Desember 2016 kemarin.
Kasus ini membuat mata Kementrian Tenaga Kerja Jepang terbuka dan semakin gencar dalam mempromosikan jalan keluar jika ada pekerja yang sudah mengalami lembur di luar jam normal seperti meluncurkan program “Premium Friday” dimana para pekerja bisa pulang lebih dulu di Jum’at terakhir di tiap bulannya agar mereka bisa menikmati hidup mereka di luar kerja dan bisa melakukan aktivitas lainnya.
Itulah empat kasus karoshi yang paling tragis di Jepang. Pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini adalah agar kita juga tahu batasan kita dalam bekerja dan melakukan aktivitas lain yang menggembirakan hati dan melepas stress agar siap untuk bekerja kembali dengan semangat.
Sumur uh-oh
ikeh kimochi
gambar mbah gugel...
Kalau kakek ini pekerja yg sering keras anunya
wis kesel tak turuk sek....
Fenomena karoshi di Jepang menjadi isu yang sangat hangat dalam beberapa tahun belakangan. Pemerintah di Jepang pun melakukan berbagai cara agar hal ini tidak terus terjadi di negara matahari terbit tersebut.
1. Pertama kali terjadi pada 1969
Karoshi pertama kali terjadi pada tahun 1969. Waktu itu, seorang pria berusia 29 tahun, sudah menikah, bekerja di departemen pengiriman surat kabar terbesar di Jepang. Dia meninggal karena mendadak terserang stroke di kantornya. The Workers Compensation Bureau of Japan’s Ministry of Labor menganggap bahwa kerja berlebihan adalah penyebab kematian pria tersebut.
2. Takut dipecat
Banyak hal yang menyebabkan para pekerja di Jepang rela bekerja sangat keras. Mereka biasanya takut dipecat kalau bekerja dengan tidak maksimal.
Alhasil para pekerja pun bekerja dengan lebih agar terlihat produktif di depan atasannya. Dengan lebih produktif mereka berharap bisa naik gaji atau menapaki jenjang karier lebih tinggi. Sayangnya, banyak yang tidak peduli lagi dengan faktor kesehatan.
Lebih parah lai, alih-alih ingin terlihat lebih maju dibanding pegawai lain, terkadang apa yang dilakukan pegawai jepang ini justru sia-sia. Pihak perusahaan seringkali tidak memberi imbalan sesuai pengorbanan para pegawai. Ada yang rela melakukan lembur meski pada akhirnya tidak dibayar.
3. Penyebab meninggal karena sakit
Dalam tahun-tahun berikutnya, karoshi menjadi fenomena yang semakin dikenal di Jepang, terutama di kalangan pekerja kerah putih atau yang dikenal "salary men". Penyebab dari karoshi biasanya serangan jantung dan stroke.
4. Jumlah korban
Menurut data yang disajikan oleh Departemen Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang di tahun 2015 terungkap bahwa, jumlah kematian karoshi di Jepang dalam 1 tahun terakhir mencapai 1.456 kasus (ts belum mendapat data tahun 2018). Angka ini mencatatkan rekor tertinggi di Jepang.
Kasus-kasus kematian karoshi itu mayoritas dialami bekerja yang bekerja di bidang-bidang seperti teknik, transportasi, perawatan kesehatan dan pelayanan sosial yang memang sejak lama kekurangan tenaga kerja.
5. Bisa menuntut uang ganti rugi
Penduduk Jepang yang memiliki anggota keluarga yang meninggal karena Karoshi, bisa mengajukan ganti rugi pada perusahaan tempat orang tersebut bekerja. Pemerintah Jepang sudah menetapkan parameter untuk penduduk yang meninggal karena karoshi.
Dalam kasus bunuh diri, seseorang bisa mengajukan klaim kompensasi karoshi jika korban bekerja sedikitnya 160 jam lembur dalam satu bulan atau lebih dari 100 jam lembur tiga bulan berturut-turut.
Pada Desember 2015, pengelola Watami, sebuah jaringan restoran ternama di Jepang, harus membayar kompensasi sebesar 130 juta yen untuk keluarga Mina Mori (26) yang bunuh diri karena terlalu banyak bekerja lembur.
Mori bunuh diri pada Juni 2008, hanya dua bulan setelah bekerja di Watami. Dalam masa kerja yang singkat itu, dia dipaksa bekerja panjang sehingga hanya memiliki sedikit waktu untuk istirahat.
6. Upaya pemerintah
Untuk mengatasi permasalahan mengerikan seperti ini, pemerintah Jepang memberlakukan pembatasan lembur. Biasanya dalam satu bulan hanya boleh sampai maksimal 30 jam saja.
Selain pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah, perusahaan besar otomotif di Jepang juga mulai memperhatikan kesehatan dari para pegawainya. Mereka menyuruh pekerja pulang setelah pukul 19.00 atau pulang lebih awal jika memiliki anak kecil di rumah. Strategi ini terbukti menurunkan angka karoshi meski tidak signifikan.
Mengorbankan kesejahteraan
Sejumlah kritikus menilai pemerintah memprioritaskan kepentingan bisnis dan ekonomi dengan mengorbankan kesejahteraan karyawan.
"Rakyat Jepang mengandalkan pemerintah, tapi mereka dikhianati," kata Koji Morioka, seorang akademisi yang meneliti fenomena karoshi selama 30 tahun.
Sampai pemerintah benar-benar bertindak, jumlah karyawan muda yang meninggal dunia akibat terlalu lama bekerja bertambah dan kelompok penyokong keluarga korban terus mendapatkan anggota baru.
Michiyo Nishigaki, yang kehilangan putra semata wayangnya, Naoya, mengatakan negara sedang membunuh para karyawan yang seharusnya dihargai.
"Perusahaan-perusahaan hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek. Putra saya dan pekerja muda lainnya tidak membenci bekerja, mereka mampu dan mereka ingin bekerja dengan baik."
"Berikan mereka kesempatan bekerja tanpa jam kerja panjang atau masalah kesehatan sehingga negara akan mendapat keiistimewaan karena mendapat mereka."
berikut empat korban karoshi yang paling tragis dan paling menghebohkan di Jepang.
Berikut kasus karoshi yg terjadi di Jepang
1. Naoya
ilustrasi
Sangat jarang orang yang setelah lulus kuliah langsung mendapat pekerjaan di perusahaan besar. Hal itu dirasakan oleh seorang ibu bernama Michiyo Nishigaki sangat bangga ketika anak satu-satunya bernama Naoya Nishigaki bekerja di sebuah perusahaaan besar di bidang komunikasi setelah menyelesaikan kuliahnya.
Ibunya sendiri waktu itu berpikir bahwa pekerjaan tersebut cocok dengan Naoya yang menyukai IT dan segala hal berbau komputer. Namun dua tahun setelah ia bekerja sesuatu yang tidak biasa dan berbahaya mulai terjadi.
“Ia bilang kepada saya bahwa ia sibuk, tetapi ia berkata bahwa ia baik-baik saja” kata Nishigaki. “Tetapi ketika ia datang ke rumah untuk pemakaman ayah saya ia berkata bahwa ia tidak bisa beranjak dari tempat tidur. Ia berkata: Biarkan saya tidur sejenak, saya tidak bisa bangun. Maaf, Bu, biarkan saya tidur”.
Setelah ia mengetahui ada yang salah dengan buah hatinya ia langsung menghubungi teman-temannya dan ia menemui fakta bahwa anaknya terlalu banyak bekerja.
Ia biasanya selalu bekerja sampai kedatangan kereta terakhir, tetapi jika ia ketinggalan kereta ia akan tidur di mejanya. Kejadian yang paling parah ia terkadang harus lembur dari jam 10 malam sampai besok pagi dan bekerja selama 37 jam”, sambung Nishigaki.
Akibat dari kejadian ini Naoya meninggal pada umur 27 tahun akibat overdosis dari obat stress yang diberikan. Kematian dia resmi disebut sebagai kasus karoshi. Ibu dari Naoya merasa sangat terpukul atas kejadian ini.
2. Pekerja bangunan berumur 23 tahun
ilustrasi
Pada 11 Oktober 2017 kemarin, seorang pekerja bangunan di Jepang dikabarkan meninggal dunia akibat bunuh diri. Pekerja tersebut sedang berada di proyek pembangunan studio olimpiade baru untuk Olimpiade Jepang pada tahun 2020. Pekerja ini telah bekerja selama 190 jam selama sebulan sebelum mengakhiri hidupnya pada Maret kemarin.
Pekerja ini telah bekerja 80 jam melebihi jam normal dan masuk dalam kategori karoshi. Pekerja yang baru bekerja selama kurang dari setahun ini dilaporkan bekerja selama 160 jam di bulan Januari.
Kematian dari pekerja ini mendapat perhatian di seluruh Jepang pada bulan Juli ketika keluarga korban melapor ke pemerintah untuk membuktikan bahwa ia adalah korban karoshi.
Mayat dari pria ini ditemukan di sebuah gunung di pusat Jepang pada April, seminggu setelah ia hilang. Petugas menemukan sebuah catatan terakhir dari korban yang mengatakan “sudah mendorong dirinya sampai batas secara mental dan fisik”.
Menurut statistik, pekerjaan yang berkaitan dengan konstruksi menjadi penyumbang terbanyak korban karoshi di Jepang dengan 16 korban yang diketahui oleh pemerintah Jepang pada tahun lalu.
Miwa Sado
Berita tentang kematian Miwa Sado sempat viral di media sosial dan di pemberitaan media internasional. Miwa Sado yang merupakan seorang jurnalis politik di lembaga penyiaran public di Jepang, NHK telah meninggal akibat gagal jantung.
Otoritas di Tokyo menyatakan bahwa nyawa perempuan berusia 31 tahun itu melayang akibat mengalami gangguan kesehatan dari karoshi. Sado yang bekerja di kantor pusat NHK di Tokyo ini, bekerja selama 159 jam dan hanya mengambil dua hari libur selama sebulan. Hal ini yang menyebabkan penyakit gagal jantung yang menimpanya pada bulan Juli 2013 kemarin.
Miwa ditemukan tak bernyawa oleh temannya di tempat tidur di apartemennya di Tokyo pada Juli 2013. Sado sendiri pernah meliput untuk pemilihan di pemerintahan metropolitan Tokyo dan untuk parlemen Jepang sebulan sebelum kematiannya di tahun 2013. Deadline yang luar biasa ketat dan tekanan kerja yang luar biasa membuat kesehatannya terus menurun. Ia meninggal tiga hari setelah pemilihan pemerintahan tinggi Jepang selesai.
Menurut orang tuanya, Miwa mengaku sangat sibuk pada saat itu. Ayah Miwa berkata bahwa ia adalah anak yang jarang mengeluh. Satu hari sebelum ulang tahunnya pada 27 Juni ia mengirim email kepada ayahnya dan berkata “Saya sangat sibuk serta stress dan berpikir untuk berhenti kerja setidaknya satu hari, tapi saya rasa saya harus bertahan”.
Pihak NHK sendiri menyatakan bahwa kematian salah satu reporternya merupakan kesalahan organisasi secara keseluruhan, termasuk sistem ketangakerjaan dan bagaimana pemilu harusnya diliput.
Matsuri Takahashi
Matsuri Takahashi
Kasus ini merupakan kasus yang paling fenomenal di Jepang dan membuka mata dunia tentang karoshi. Seorang karyawati cantik bernama Matsuri Takahashi memutuskan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri akibat merasa tertekan dengan pekerjannya. Perempuan ini bunuh diri pada hari Natal tepatnya pada tanggal 25 Desember 2015.
Media Jepang, Asahi melaporkan berdasarkan pernyataan pengacara keluarga bahwa jumlah jam lembur Matsuri pada 9 Oktober hingga 7 November 2015 mencapai 105 jam belum lagi ia harus bekerja lembur hingga 70 jam dalam sebulan.
Perempuan yang bekerja untuk perusahaan periklanan terbesar di Jepang, Dentsu ini mulai bekerja pada April 2015. Sebelum ia meninggal ia sempat menulis sesuatu di sosial media diantaranya adalah “Aku ingin mati” dan “Mental dan fisik saya sudah hancur”.
Akibat kasus ini CEO dari Dentsu Tadashi Ishii memutuskan untuk mengundurkan diri. “Saya mengundurkan diri sebagai tanggung jawab meninggalnya staf kami. Mulai sekarang penanganan sumber daya manusia akan semakin diperbaiki agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.”, ungkap Ishii kepada pers pada Rabu, 28 Desember 2016 kemarin.
Kasus ini membuat mata Kementrian Tenaga Kerja Jepang terbuka dan semakin gencar dalam mempromosikan jalan keluar jika ada pekerja yang sudah mengalami lembur di luar jam normal seperti meluncurkan program “Premium Friday” dimana para pekerja bisa pulang lebih dulu di Jum’at terakhir di tiap bulannya agar mereka bisa menikmati hidup mereka di luar kerja dan bisa melakukan aktivitas lainnya.
Itulah empat kasus karoshi yang paling tragis di Jepang. Pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini adalah agar kita juga tahu batasan kita dalam bekerja dan melakukan aktivitas lain yang menggembirakan hati dan melepas stress agar siap untuk bekerja kembali dengan semangat.
Sumur uh-oh
ikeh kimochi
gambar mbah gugel...
Kalau kakek ini pekerja yg sering keras anunya
wis kesel tak turuk sek....
tien212700 memberi reputasi
2
23.1K
155
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan