sadako88Avatar border
TS
sadako88
[Cerpen] Karena Kita Semua Berbeda

Quote:


"Anisa, ngapain sih kamu masih dekat-dekat dia? Dia tuh beda sama kita!"

Mira dan Nadya menatapku tajam di seberang meja kantin. Aku menghela nafas dan memainkan sedotan di gelas es jerukku sambil balas menatap kedua sahabatku.

"Apa bedanya? Kita sama-sama manusia kan? Sama-sama ciptaan Tuhan?"

"Aduhh. Dia itu beda. Oke? Besok Minggu kamu ga boleh bolos kajian lagi. Gara-gara dekat sama tuh anak kamu jadi berubah Nisa! Ada yang bilang hari Minggu kemarin kamu jalan berdua sama Kurniawan, benar?" Mira mencondongkan kepalanya dengan tatapan menyelidik. Jari-jarinya mengetuk meja dengan tidak sabar.

Kutusuk sebiji batagor yang ada di piring di hadapanku dengan garpu. Di sudut mataku aku melihat Kurniawan duduk sendirian di pojok kantin. Tak ada satupun teman sekelasku yang menemaninya. Sekilas mata kami bertatapan dan dia tersenyum. Aku memalingkan tatapanku dan menunduk menatap kembali batagorku.

"Anisa? Jawab!" Mira mendekatkan kepalanya kepadaku kali ini.

Aku meletakkan kembali garpu dengan batagor yang hendak kusuapkan ke mulut.
"Iya aku pergi dengan dia. Lalu kenapa?"
"Astagfirullah, Nisa! Ngapain?"
"Mau tau kami ngapain? Gimana kalau kalian ikut saja?"
"Apa? Tapi? Apa??" Nadya megap-megap. Lucu juga melihatnya gelagapan begitu.

Aku bangkit dari kursi dengan membawa piring batagor dan es jerukku, menuju meja di pojok. Kurniawan tersenyum lebar melihat kedatanganku.

"Anisa" sapanya hangat. Wajahnya yang putih merona dan matanya yang sipit hampir hilang saat ia tersenyum. "Hehehe..." Aku nyengir kikuk dan duduk di seberang meja.

Aku berbalik dan berseru
"Sini!" teriakku sambil melambaikan tangan pada Mira dan Nadya yang melongo. Mereka menggeleng. Saling mendekatkan diri satu sama lain. Berbisik-bisik. Yasudah. Aku mengangkat bahu.

"Sayur dan buah?" Aku menatap bekal makan siang Kurniawan.
"Aku vegetarian, Nisa."
"oh... Jadi kamu bukan pemakan ba.. Maksudku daging? Eh, anu, maksudku... jadi, Minggu besok kita kemana?"
"Emmm.. Kemana yah? Ke pusat kota?"
"Oke. Aku ikut!"
Kurniawan tersenyum lebar dan mengacungkan jempol kirinya.

***


"Hey! Hentikan!!"

Aku berteriak pada segerombolan bocah berpenampilan lusuh yang tertawa-tawa mengelilingi seekor anak kucing kecil yang ekornya dililit tali rafia.

"Dasar bocah, bubar sana!" Bentakku keras.

"Huuuuu....!" Bukannya mendengarkanku mereka malah ramai-ramai meledekku.

Puk.

Seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh. Seorang anak laki-laki memakai seragam SMA yang sama denganku tersenyum tipis. Tapi rasanya aku tidak pernah melihat anak itu sebelumnya.

"Adek-adek...."
Mendadak hening. Bocah-bocah nakal itu terdiam mendengarkan.
"Kalian sudah makan?"
"Belum kak..." Jawab mereka kompak.

"Ini... Beli nasi uduk di ujung gang sana ya..."
Dua lembar uang warna merah disodorkan cowok misterius itu pada mereka.
"Makasih kak... Hooreee" satu anak yang badannya paling besar mengambil uang itu dan segera pergi berlari riang bersama yang lain.

Aku menatap cowok itu, takjub.

Dia berjongkok melepaskan tali rafia dari ekor si kucing dan mengelus kepalanya sebelum melepasnya pergi.

"Semoga semua makhluk berbahagia..."

Dia menoleh dan tersenyum saat menyadari aku sedang memperhatikannya.

"Errr..." aku mengalihkan pandanganku salah tingkah.

"Kurniawan" ujarnya sambil mengulurkan tangan.
"Anisa" aku menjabatnya sekilas. Lalu menunduk malu.

"Anisa mau bareng denganku?"
Dia menunjuk ke belakang, pada mobil mewah warna putih.
"Eh, ga usah. Aku... naik angkot saja..."
"Yasudah, aku duluan..." Dia menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya, dan aku paham itu adalah caranya memberi salam. Aku mengangguk kecil. Aroma sesuatu yang segar menerpa indra penciumanku saat ia berbalik menuju mobilnya. aroma yang mengingatkanku pada rumput-rumput segar yang baru disiram hujan...

Aku garuk-garuk kepala dan bergegas mencari angkot menuju ke sekolah.

***


"Anak-anak... Perkenalkan, ini Kurniawan, teman baru kalian...."

Aku yang sedang asyik melamun dan menikmati angin sepoi-sepoi lewat jendela kelasku mendadak kehilangan rasa kantuk.

"Hai semua... Namaku Kurniawan, aku pindahan dari Surabaya. Senang bisa mengenal kalian..."

Beberapa teman sekelasku terkikik pelan, mendengar nada bicaranya yang mungkin terlalu lembut untuk seorang anak laki-laki berusia 17 tahun.

Aku pura-pura tidak memperhatikan ketika Kurniawan melangkah dan duduk di kursi kosong di seberang mejaku. Aroma rerumputan segar kembali terhirup di udara.

Aku pura-pura sibuk mencatat di bukuku walau entah kenapa ada perasaan aneh bahwa seseorang sedang memperhatikanku.

***


Minggu pagi itu aku sudah bersiap. Harap-harap cemas menunggu Kurniawan datang menjemputku.

Akhirnya itu dia... Mobil putih itu berbelok pelan memasuki pekarangan rumahku.

"Mah, Kurniawan sudah datang. Nisa pergi dulu yaaa... Assalamu'alaikum!" Aku buru-buru mencium tangan mamaku, meraih tas, dan tak lupa membawa Zayn.

Kurniawan turun dari mobilnya,
"Ayo berangkat...!" ajakku.
"Hahaha... Nisa, masa bawa anak gadis orang aku ga pamitan sama mamanya..."
Seseorang ikut turun dari bangku supir dan menyalami mamaku yang berdiri di pintu.

***


"Minum?"
"Iya makasih"
Kurniawan duduk di sebelahku dengan air mineral di tangan kanannya dan sebungkus tissue di tangan kirinya.

"Ini"
"Ah ya, makasih" aku baru sadar wajahku berkeringat.

"Cape ya Nisa?"
"Iya... Tapi aku senang. Makasih ya untuk hari ini"
Dia mengangguk dan terdiam. Aku ikut diam. Kami memperhatikan mobil lalu lalang di hadapan kami dalam kebisuan.

Tiba-tiba....

"Nisa!"
Aku menoleh dan mendapati dua orang sahabatku berboncengan di atas motor matic yang tiba-tiba menepi dan berhenti di pinggir jalan.

"Hai Mira, Hai Nadya..."
"Nisa! Sini!"

Aku bergeming. Entah mereka tuli atau pura-pura tuli, atau mendengar tapi tidak sudi memperhatikan. Aku merasa marah akan ketidakpedulian mereka pada anak laki-laki di sebelahku yang tersenyum menyapa kedua sahabatku, walaupun jelas-jelas ia diabaikan.

"Ayo, masih banyak yang harus kita lakukan"
Aku menarik tangan Kurniawan. Membawanya kembali pada bangunan di sebelah warung pinggir jalan itu. Tak kupedulikan lagi suara-suara Mira dan Nadya yang masih memanggil-manggil namaku.

***


Kita semua berbeda.

Selama beberapa bulan ini, kegelisahan menerpa pikiranku. Aku adalah orang yang sangat tidak suka dengan ketidakadilan. Karena aku merasa semua orang itu sama. Apapun warna kulitnya, apapun makanannya, apapun agamanya. Semua orang itu sama.

Tapi ... Yeah, tapi... Ternyata aku salah. Selama ini prinsipku itu salah. Tidak... Kita tak sama. Tak pernah sama. Kita semua berbeda. Dalam satu ras, satu suku, satu agama sekalipun tak ada satupun individu yang sama dengan satu sama lain. Semua manusia itu unik.

Aku, kamu, kita beda.

Tapi... Lalu kenapa? Perbedaan bukan alasan untuk tidak berteman. Perbedaan bukan alasan untuk saling menjatuhkan.

Seperti sahabatku ini, dia memang beda. Tapi perbedaannya yang paling unik adalah dia anak yang sangat peduli pada sesama. Sementara orang-orang sibuk menggunjingnya, dia sibuk merangkul semua orang tanpa membeda-bedakan.

Jadi ayo, jadilah beda. Jadilah orang yang bisa menerima perbedaan.


Sumpah ya, ini caption foto paling panjang yang pernah kutulis di media sosial. Di atas caption foto itu kuupload foto-foto Kurniawan yang beberapa bulan ini kuambil diam-diam. Ada foto saat dia membagi-bagikan bingkisan di panti asuhan Santa Maria, foto dia berbagi buku dengan anak-anak di panti asuhan Al Barokah, fotonya berbagi makanan dengan para pemulung di jalanan, dan lain-lain. Tak lupa ku upload juga foto selfie kami dengan anak-anak itu. Kurniawan, mamanya yang cantik tante Lina, aku, dan Zayn adik laki-lakiku yang sangat bersemangat ikut serta dalam setiap baksos.

"Nisaaaa.... Maafin aku, aku ga tau emoticon-Frown"
"Ya Allah, nangis aku bacanya. Merasa bersalah bgt. Selama ini aku suudzon sama kamu Nis. Kirain kamu pacaran sama Kurniawan, ternyata...."
"Wah parah lo... Ga ngajak-ngajak. Gue ikut dong nanti klo ada baksos lagi!"
"Panti Asuhan Santa Maria deket banget sama rumah gue Nis. Oh my God, malu gue. Jadi Kurniawan sama elo suka baksos disitu. Gue aja ga pernah... Err, kapan-kapan ajakin gue napa. Diem-diem bae lo Nis! :v "

Wew... Jadi begini rasanya jadi artis. Banyak yang DM... Wkwkwk. Alhamdulillah .... Ternyata teman-temanku tak seburuk yang aku kira. Benar kata Kurniawan. Mereka hanya tidak mengerti...

***


"Biar saja Nisa, jangan marah sama mereka. Kenapa ga kamu bilang aja yang sebenarnya?"
Aku menyeruput es jerukku dan mulai memakan batagorku.
"Aku udah bilang Wan, aku bilang kita tiap Minggu itu bukannya jalan-jalan atau pacaran atau apa. Tapi mereka ga mau dengerin gimana? Yah namanya orang udah benci ya udah pikirannya negatif terus"
"Hahaha... Yasudah gapapa. Tapi kamu jangan marah sama mereka Nis. Mereka hanya tidak mengerti..."
"Kamu itu... Ga pernah marah ya sama orang Wan?"
"Hahaha... Ya pernah lah, Nis. Tapi marah ga harus marah-marah kan..."
"Terus kamu kalau marah sama orang biasanya ngapain?"
"Hmmm... Meditasi. Instrospeksi dan berserah pada Tuhan"

Aku menatapnya. Piring bekalnya sudah kosong. Kurniawan berdoa, walaupun aku tidak mengerti aku terdiam untuk menghormati. Setelahnya kami hanya terdiam. Menikmati suara hiruk pikuk kantin sekolah dalam kebisuan yang menenangkan di tengah aroma rerumputan segar.

We really love peace and quiet. emoticon-Moon

TAMAT


dedicated to: someone, somewhere.

Mulustrasi Kurniawan
Spoiler for mulustrasi aja:


anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.7K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan