Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

demit.ayuAvatar border
TS
demit.ayu
Survei LSI: Gerakan 212 Picu Naiknya Intoleransi di Indonesia
Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengatakan demonstrasi ribuan warga Muslim pada 2 Desember 2016 yang menuntut agar mantan gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dipenjara karena dinilai telah menista agama – yang kemudian dikenal sebagai “gerakan 212” – tidak berakhir ketika vonis telah dijatuhkan. Sejak gerakan ini meruyak, ada trend kenaikan tingkat intoleransi di Indonesia.

JAKARTA (VOA) —
Dua dasawarsa reformasi rupanya belum sepenuhnya meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Yang terjadi justru sebaliknya, demokrasi mengalami kemunduran. Dua masalah yang dinilai berkontribusi pada kemunduran demokrasi adalah korupsi dan intoleransi. Inilah alasan yang melatarbelakangi LSI melakukan survei nasional mengenai tren persepsi publik tentang demokrasi, korupsi, dan intoleransi. Survei ini dilakukan selama 1-7 Agustus 2018 dengan melibatkan 1.520 responden Muslim dan non-Muslim.

Menurut peneliti senior LSI Burhanudin Muhtadi, salah satu penyebab kemunduran demokrasi di Indonesia adalah kebebasan sipil. Salah satu ukurannya yakni apapun latar belakang agama, sosial, dan etnik, setiap orang sedianya mendapat peluang yang sama untuk menjadi pejabat publik atau menjalankan hak beribadah, berkeyakinan, dan berekspresi. Dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (24/9), Burhanudin menjelaskan survei mengenai intoleransi yang melibatkan responden Muslim dan non-Muslim. Ada enam pertanyaan diajukan, empat terkait intoleransi politik dan dua lainnya mengenai intoleransi religius kultural.

Pertanyaan terkait intoleransi politik kepada responden Muslim di antaranya adalah apakah Anda keberatan atau tidak keberatan jika non-Muslim menjadi presiden, wakil presiden, gubernur, wali kota, atau bupati. Pertanyaan yang sama juga diajukan kepada responden non-Muslim. Pertanyaan terkait intoleransi religius sosial misalnya soal izin mendirikan rumah ibadah bagi Muslim atau non-Muslim, perayaan keagamaan di sekitar tempat tinggal Anda.

Direktur Setara Institute, Halili Hasan menjelaskan kondisi Kebebasan Beragama di Indonesia, di kantornya di Jakarta, Senin (20/8). (Foto: VOA/Fathiyah)

BACA JUGA:
Pelanggaran atas Kebebasan Beragama Masih Mencemaskan
Temuan Survei LSI: Semakin Banyak Warga Muslim Intoleran

Hasilnya, lanjut Burhanudin, mayoritas warga Muslim (54 persen) tidak keberatan jika orang non-Muslim mengadakan acara keagamaan di daerah sekitarnya. Tetapi sebagian besar warga Muslim (52 persen) keberatan kalau orang non-Muslim membangun rumah ibadah di sekitar tempat tinggalnya.

Burhanudin menambahkan 52 persen warga Muslim juga keberatan jika orang non-Muslim menjadi wali kota, bupati, atau gubernur. Sebanyak 55 persen warga Muslim juga keberatan jika orang non-Muslim menjadi wakil presiden. Penolakan makin besar ketika jabatan yang ditanyakan adalah presiden, di mana 59 persen warga Muslim keberatan bila non-Muslim menjadi presiden.

Sebaliknya, kata Burhanudin, mayoritas warga non-Muslim (84 persen) tidak keberatan jika orang Muslim mengadakan acara keagamaan, 70 persen tidak keberatan bila warga Muslim membangun tempat ibadah, 78 persen tidak menolak kalau orang Muslim menjadi wali kota, bupati, atau gubernur, 86 persen warga non-Muslim tidak keberatan jika orang Muslim menjadi presiden atau wakil presiden.

LSI: Dampak Gerakan 212 Tak Hanya Sesaat

Burhanudin membantah demonstrasi 212 hanya fenomena sesaat dan akan berhenti setelah mantan gubernur Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok dipenjara. Tren kenaikan tingkat intoleransi jika ada warga non-Muslim menjadi kepala daerah atau kepala pemerintahan, tegas Burhanuin, justru terjadi sejak ada protes anti-Ahok pada 2016.

Burhanudin menjelaskan intoleransi politik terhadap non-Muslim terus berlanjut dan efeknya mulai menular ke level sosial. Dia menambahkan sebelum ada Gerakan 212, tren intoleransi politik dan intoleransi religius sosial sedang turun.

"Bukan 212 yang merupakan puncak dari radikalisme tapi 212 yang justru membuka keran terhadap makin naiknya (kadar) intoleransi." paparnya.

https://www.voaindonesia.com/a/survei-lsi-gerakan-212-picu-naiknya-intoleransi-di-indonesia/4585895.html

Gerakan kuwontol nasbungtaik ini bikin dagelan di indonesia makin berwarna emoticon-Leh Uga
-1
1.9K
18
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan