Kaskus

News

soekirmandiaAvatar border
TS
soekirmandia
Tangani Pelemahan Rupiah Dengan Gagasan Basi, Mampukah?
Tangani Pelemahan Rupiah Dengan Gagasan Basi, Mampukah?
September 12, 2018 12:33



Tangani Pelemahan Rupiah Dengan Gagasan Basi, Mampukah?
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan merasa heran jika produksi lifting gas dalam negeri lebih mahal dibandingkan luar negeri. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Diakui atau tidak, anjloknya mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang belakangan tembus di angka Rp 15.000 per dolar AS telah menimbulkan kepanikan, tak terkecuali di tubuh pemerintah. Diyakini Pelemahan nilai tukar (depresiasi) ini sendiri disebabkan banyak faktor, diantaranya imbas perang dagang AS vs China, Kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral AS, geo politik yang tidak menentu, dan rapuhnya fundamental ekonomi Indonesia itu sendiri.


Baca:panik defisit transaksi berjalan, pln terancam jadi korban

Rapuhnya ekonomi nasional ini diantaranya dapat ditandai tingginya ketergantungan Indonesia atas produk impor hingga menimbulkan defisit transaksi berjalan. Contohnya di sektor migas, pada 2017 tercatat nilai ekspor sebesar USD 10,80 miliar sedangkan angka impor sebesar USD 22,27 miliar. Begitupun pada tahun 2018, terpantau di triwulan ke dua mencatat angka impor USD 12,73 miliar, sedangkan ekspor hanya USD 5,89 miliar.


Baca: alami kerentanan energi, indonesia dijebak


Tapi yang menjadi kekecewaan beberapa pihak, pemerintah dirasa tidak memberikan terobosan kebijakan yang cukup meyakinkan untuk menangkal depresiasi rupiah. Bahkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disebut memberikan gagasan basi lantaran kebijakan yang ditempuh hanya penanganan isu-isu lama yang sepatutnya tidak berulang.
#Upaya kementerian ESDM memperkuat nilai tukar Rupiah 


Dalam rangka memperkuat nilai tukar rupiah, setidaknya ada empat kebijakan yang ditempuh oleh Kementerian ESDM untuk mengendalikan impor dan mempertebal cadangan devisa. Keempat kebijakan yang dimaksud yakni, pengaturan hasil ekspor sumber daya alam, penataan ulang proyek kelistrikan, meningkatkan penyerapan kandungan dalam negeri (TKDN), hingga penerapan mandatory Biodiesel 20 persen (B20).


Pertama, untuk pengaturan ekspor sumber daya alam, sejauh ini Menteri ESDM, Ignasius Jonan telah menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No 1952/84/MEM/2018 yang mana regulasi ini mengharuskan seluruh pelaku industri mineral dan batubara (Minerba) melakukan transaksi ekspor dengan menggunakan rekening bank domestik.


“Saya kira itu tidak ada masalah. Kita buat mekanisme, kita akan minta buktinya mana uang yang kembali, ekspor sekian kan kita bisa hitung pakai LC, uangnya sudah kembali belum ke Indonesia. Jika uang hasil ekspor tersebut tidak kembali, perusahaan dapat dikenakan sanksi untuk mengurangi ekspornya,” kata Menteri ESDM, Ignasius Jonan.


Lebih rinci Direktur Jenderal Minerba, Bambang Gatot Ariyono menjelaskan, ada enam kriteria yang wajib menjalankan keputusan Pemerintah tersebut, yaitu para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian, dan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan.


Dalam proses pembayaran hasil ekspor minerba, perusahaan harus juga menggunakan Letter of Credit (LOC), yakni sejenis surat pernyataan atas permintaan pembeli atau importir kepada penjual atau eksportir untuk memperlancar dan mempermudah arus barang. LOC tersebut akan dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan.


Apabila kebijakan tersebut dihiraukan, Pemerintah mengancam untuk mencabut rekomendasi persetujuan ekspor mineral dan eksportir terdaftar batu bara ke pelaku industri tambang. Nantinya, Kementerian ESDM akan melakukan penyesuaian Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) di tahun berikutnya terhadap para pelaku industri tambang setelah rekomendasi pencabutan telah diputuskan.


Sanksi berbeda bagi para pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan. Mereka akan mendapat peringatan atau teguran tertulis bahkan sampai penghentian sementara kegiatan usaha apabila tetap tidak mematuhi aturan tersebut.


Kehadiran beleid baru ini memberikan kewenangan bagi Pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap transaksi hasil penjualan ekspor minerba yang selama ini hanya dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Setiap bulan, Kementerian ESDM kini akan menerima laporan berkala atas penjualan ekspor dari perusahaan tambang.


“Untuk September 2018, saya mau transaksi pembayaran (ekspor) dari Januari-September 2018 dilaporkan. Untuk selanjutnya, laporan (disampaikan) bulanan,” pungkas Bambang.


Selanjutnya yang kedua, di sektor Ketenagalistrikan, pemerintah menggeser jadwal waktu penyelesaian pembangunan pembangkit program 35.000 MW, yang belum mencapai financial close. Diperkirakan jumlah yang digeser ke tahun-tahun berikutnya sebesar 15.200 MW.


“Jadi digeser sesuai dengan kebutuhan permintaan kelistrikan nasional, tapi bukan dibatalkan. Kapasitas pembangkit yang ditunda, mestinya Commercial Operation Date (COD) 2019 ditunda ke tahun 2021 sampai 2026. Itu mungkin bisa mengurangi beban impor sekitar kira-kira USD 8 miliar sampai USD 10 miliar, jadi digeser,” tutur Jonan.


Adapun yang ke tiga, Jonan menegaskan, pengetatan impor barang berlaku untuk sektor hulu migas, sektor ketenagalistrikan, minerba dan juga Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE). Hal ini tidak lain agar pelaku industri menggunakan produk dalam negeri.


“Prinsipnya, kita tidak akan menyetujui masterlist detail untuk rencana impor yang bisa digantikan produknya oleh produk yang sudah dihasilkan atau manufaktur di dalam negeri. Dua catatannya, satu memenuhi kualitas, spesifikasinya sama dan kedua kualitasnya juga mencukupi. Arahan Bapak Presiden harus didorong penggunaan produk di dalam negeri,” jelasnya.


Sementara terkait penerapan B20, hal ini dalam upaya mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui bauran minyak sawit dalam minyak solar dengan komposisi sebanyak 20 persen. Pemerintah menegaskan akan melakukan pengawasan dan meningkatkan kualitas secara terus menerus.


“Tujuan untuk mencapai penerapan B20 ini harapannya bisa menghemat devisa kira-kira sekitar USD 2,3 miliar untuk 4 bulan, September sampai Desember 2018. Kalau tahun depan, secara total mungkin bisa menghemat lebih dari USD 3,3 miliar. Ini termasuk juga PLTD yang dioperasikan oleh PLN. Malah kami juga minta ke PLN dalam dua tahun agar PLTD yang kapasitas operasionalnya sudah rendah, itu bisa diganti dengan 100% minyak kelapa sawit,” pungkas Jonan.

http://www.aktual.com/tangani-pelema...basi-mampukah/

Besarnya impor migas pemicu defisit neraca perdagangan

Rabu, 15 Agustus 2018 / 21:08 WIB

Tangani Pelemahan Rupiah Dengan Gagasan Basi, Mampukah?
ILUSTRASI. Proses Bongkar Muat Petikemas di JICT, Priok

KONTAN.CO.ID -JAKARTA–Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit hingga US$2,03 miliar. Defisit neraca perdagangan tersebut berasal dari impor yang telah mencapai US$18,27 miliar serta ekspor yang baru mencapai US$16,24 miliar.

Namun jika dicermati, jika saja impor migas tak meningkat terlalu besar, kinerja perdagangan Indonesia masih bisa dibilang ciamik. Hal ini terlihat pada ekspor nonmigas pada Juli 2018 yang tumbuh tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Tren ekspor non migas pun diyakini masih akan tumbuh ke depannya.

Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno mengatakan, untuk mengatasi defisit perdagangan, pemerintah diharapkan meningkatkan produksi migas sendiri. "Salah satunya program peningkatan penggunaan biodiesel dijalankan sesuai rencana," ujar politisi PDIP ini dalam keterangannya, Rabu (15/8).

Dari sisi ekspor, ia menyarankan perlunya pemberian insentif untuk produk-produk dengan konten lokal yang besar.  "Hilirisasi industri juga harus dilakukan secara serius agar produk-produk ekspor bernilai tambah tinggi," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia Yati Kurniati menuturkan, peningkatan defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi naiknya impor migas, seiring kenaikan harga minyak global dan permintaan yang lebih tinggi.

Sementara, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai ekspor pada Juli 2018 mencapai US$16,24 miliar atau tumbuh 25,19% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month). Sedangkan, dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, ekspor tumbuh 19,33% secara tahunan atau year on year.

Jika dirinci, ekspor nonmigas Juli mencapai US$14,81 miliar. Capaian ini tumbuh 31,18% dibandingkan Juni 2018. Sementara dibandingkan ekspor nonmigas Juli 2017 juga naik 19,03%.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Juli 2018 mencapai US$104,24 miliar atau meningkat 11,35% dibanding periode yang sama tahun 2017. 

Industri berjalan baik

Sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$94,21 miliar atau meningkat 11,05%. Patut dicatat, kinerja ekspor yang baik ini, dicapai pada saat kondisi perekonomian global yang belum pulih. 

Pun, jika hanya melihat impor non migas, masih dinilai sehat karena masih banyak berupa bahan baku penolong ataupun bahan modal yang mengindikasikan industri berjalan baik.

“Ini menunjukkan kegiatan ekonomi atau kegiatan industri mungkin sudah membaik karena ada permintaan bahan kimia organik. Kemudian besi dan baja untuk sektor konstruksi,” kata Ekonom dari Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih, Rabu (15/8).

Menurutnya, jika ada impor bahan baku atau barang modal, kemungkinan akan ada peningkatan ekspor dalam waktu tiga bulan ke depan. “Kalau importir impor sekarang, itu biasanya untuk dua tiga bulan ke depan,” ujarnya.

Berdasarkan data BPS, nilai neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 mengalami defisit US$2,03 miliar, dipicu oleh defisit sektor migas US$1,19 miliar dan nonmigas US$0,84 miliar.

Peningkatan impor migas dipicu oleh naiknya nilai impor seluruh komponen migas, yaitu minyak mentah, hasil minyak dan gas masing-masing US$ 81,2 juta (15,01%), US$ 382,4 juta (28,81%) dan US$ 11,7 juta (4,29%).

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menjabarkan, impor nonmigas menurut golongan barang yang terbesar berperan terhadap total impor nonmigas Januari-Juli 2018, yang pertama adalah golongan barang mesin dan pesawat mekanik yaitu perannya sebesar 16,78%.

Kemudian, golongan lainnya yang berperan terhadap total impor nonmigas Januari-Juli 2018 adalah mesin dan peralatan listrik (13,45%), besi dan baja (6,26%), plastik dan barang dari plastik (5,71%), serta bahan kimia organik (4,4%).

Sementara itu, golongan barang impor nonmigas yang mengalami penurunan terbesar adalah golongan gula dan kembang gula, serta bijih, kerak dan abu logam.

“Banyaknya impor bahan modal seperti permesinan serta plastik, besi dan baja, memang tinggi antara lain karena gencarnya pemerintah dalam rangka menggalakkan pembangunan infrastruktur di berbagai daerah,” tuturnya.

Dijelaskan Suhariyanto, meskipun penyumbang terbentuknya defisit neraca perdagangan di bulan Juli adalah pertumbuhan impor migas maupun nonmigas.

Namun sesungguhnya, tingginya impor di sektor migaslah menjadi penyebab utama defisit neraca perdagangan yang mencapai US$3,09 miliar. “Defisit Januari-Juli 2018 sebesar US$3,09 miliar disebabkan karena migas. Kita tahu harga migas memang sedang naik,” ujarnya.

Terkait tingginya impor migas, Lana berharap pemerintah segera merealisasikan program biofuel demi memangkas impor migas. Juga, merealisasikan pembangunan kilang.

“Lalu, dengan infrastruktur yang sudah mau selesai seperti MRT dan LRT, itu mungkin akan mengurangi impor minyak. Kan sebentar lagi mau jadi,” tuturnya.
https://nasional.kontan.co.id/news/besarnya-impor-migas-pemicu-defisit-neraca-perdagangan

------------------------

Dan dibalik impor minyak sekarang adalah om Bewok ... yang menggantikan fungsi PETRAL yang dibubarkan Jokowi  yang dikomandani Riza Chalid waktu era zaman rezim SBY dulu

emoticon-Lempar Bata
0
984
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan