darkestsecretAvatar border
TS
darkestsecret
Kepada Suami Dari Kekasihku
Kepada suami dari kekasihku...

Seumur hidupku tidak pernah terbayangkan untuk menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan, apalagi dalam institusi yang sah dan sakral seperti sebuah pernikahan. Tapi beginilah keadaannya. Aku mencintai dia... Wanita yang sudah terlanjur berjanji menemanimu selamanya.

Cintaku padanya sedalam cintanya padaku. Aku tahu, karena kami sudah saling terbuka membicarakan semua. Tidak ada rencana, semua terjadi tiba-tiba. Dan rasa itu kini hadir di relung hati. Dan kini kami terjebak pada dilema.

Kami tahu ini salah... Seluruh logika mengatakan bahwa tidak ada pembenaran untuk yang kami lakukan. Tapi kami tidak bisa mengingkari apa yang kami rasakan. Kami pernah mencoba untuk mengakhiri semua. Tapi hal itu malah membuat kami sama-sama terluka. Luka yang membuat kami menjadi gila sehingga memutuskan kembali bersama...

Aku tahu kau pasti akan kecewa apabila mengetahui semua. Aku tahu, karena aku juga seorang pria. Terlebih aku juga sudah memiliki pendamping yang setia, yang sudah menemaniku dalam suka dan duka. Tidak ada yang salah dengan hubungan kalian berdua, seperti halnya aku juga seharusnya berbahagia dengan istriku. Dia masih tetap mencintaimu, dan akupun masih tetap mencintai istriku. Maka aku tidak bisa dan tidak akan memaksanya untuk memilih, karena aku tahu itu pasti akan merenggut kebahagiaannya... Dia pun berpikiran yang sama.

Kami tidak bisa ke mana-mana. Kami tidak mungkin bersama, tapi juga enggan untuk berpisah. Kami merasa berdosa, tapi juga bahagia... Entah kegilaan apa yang merasuk hingga semua itu bisa kami rasakan secara simultan.

Yang kutahu aku sayang padanya. Mendengar celotehnya, tawanya, melihat pijar matanya sungguh membuatku terlena... Dan untuk itu semua, aku rela mengorbankan apa saja... Termasuk harga diriku. Ingin rasanya kujabat erat tanganmu, berterima kasih karena telah menjaganya, dan memohon untuk membiarkanku juga turut mewarnai hari-harinya... Betapa harga diriku telah kubuang jauh-jauh. Tapi ku tahu, itu semua hanya angan belaka. Karena martabatmu justru akan terpuruk karenanya. Dan karenanya, kami tetap menjalaninya secara rahasia, karena kami tidak ingin ada yang terluka.

Menjalani ini semua sungguh sebuah siksa. Yang bisa kami lakukan hanya bergenggaman erat sambil menanti takdir apa yang menanti di ujung sana.
Jika kah semua ini hanya sementara?
_______________________________________
Update 1
Saya sudah baca semua komen di sini. Semua bernada sama, sudah sewajarnya... Dua bulan lalu saya pun akan berkata demikian jika ada yang menanyakan hal sama. Sembilan belas tahun sudah saya menjaga hati hanya untuk istri tercinta. Dulu saya akan dengan jumawa berkata bahwa saya suami yang setia.

Tapi ternyata Tuhan maha pembolak balik hati. Semua kesombongan itu luluh lantak seketika, dan aku sekarang setengah gila karena sesungguhnya apa yang kulakukan bertentangan dengan nilai yang kupercaya.

Jika ada yang bertanya hubungan kami sudah sampai sejauh mana? Maka jawabannya belum ke mana-mana... The furthest we did was just kissing. No sex involved... At least not yet. Kami sama-sama belum siap menanggung konsekuensi jika lebih jauh dari ini.

But we did feel the butterfly in our stomach. Bertukar cerita, bergandengan tangan saling berpandangan dalam temaram senja sudah cukup menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi kami. Cheesy? Ya... Lebay? Bangeettt... Tapi begitulah kenyataannya. Kami seolah2 kembali menjadi remaja.

Apakah kami tidak memikirkan perasaan pasangan masing2? Kalau saya tidak peduli dengan pasangan saya dan dia, tentu saya sudah nekat untuk melamar kepada orang tuanya... Kami memutuskan untuk menyimpan rapat-rapat dari semua. They won't hurt by something they don't know...

Saya sudah berusaha menghentikan semua. Tapi ternyata saya tidak sanggup melihat dia begitu menderita setiap kami berjumpa. Dan deep inside, saya pun merasakan hal yang sama. Dan kami tidak mungkin untuk saling menghindar karena masih berada di lingkungan yang sama.

Mungkin rasa ini hanya sementara... Tapi nampaknya tidak bisa dipadamkan secara paksa. Jadi kami menunggu, menunggu hingga rasa ini reda sendiri...
________________________________________
Update 2:

Beberapa hari y.l. kami berdua sama-sama ditugaskan ke luar kota. Acara yang berbeda tapi di kota yang sama. Akhirnya kami janjian untuk makan malam bersama. Tapi rencana cuma tinggal rencana. Yang sedianya hanya sekedar ingin makan malam dan bercengkrama, namun ternyata berakhir di atas ranjang. It was the greatest sex ever in our life, both for me and her... Gak perlu saya ceritakan detailnya. Tapi dari sana, perasaan kami semakin kuat satu sama lain. Permasalahan yang kami hadapi pun jadi semakin rumit.

Untuk mengurainya, kami mulai menganalisa apa yang bisa mendorong ini semua. Saya pun mulai menyadari, apa yang baik-baik saja dari tampak luarnya, ternyata tidak demikian pada kenyataannya. Walaupun tinggal serumah, tapi ternyata saya dan istri tidak saling bicara. We grew apart... Saya sibuk dengan urusan kerja dan istri sibuk dengan dunianya. Selama ini, selama bertahun-tahun, saya selalu memendam semua permasalahan yang saya hadapi sendirian. Mau bercerita juga percuma, karena istri tidak mengerti dan tidak memahami apa yang saya hadapi. Satu-satunya yang menghubungkan kami adalah cerita-cerita mengenai anak. Karena hanya dalam hal itulah kami memiliki concern yang sama.

Begitupun dia, ternyata mengalami masalah komunikasi yang sama dengan suaminya. Suaminya bahkan terkesan tidak peduli dengan aktivitas yang dijalaninya.

Satu sama lain kami saling memahami. Di depan dia saya bisa bercerita apa saja, bahkan rahasia tergelap yang saya sembunyikan dari semua orang, termasuk (terutama) istri saya. Begitupun dia, bisa menemukan apa yang dia cari pada diri saya.

Rasa sayang ini tulus, apa adanya. Mungkin tidak banyak yang bisa memahami bahwa cinta bisa pudar dan bertumbuh lagi. Mereka yang beranggapan bahwa pria hanya mau enaknya saja mungkin lupa bahwa kami juga manusia yang punya hati dan perasaan.

Sempat tercetus ucapan, mengapa kita tidak menikah saja? Tapi kami tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk berpisah dari pasangan masing-masing... Karena secara kasat mata mereka hampir sempurna. Begitupun masalah psikologis anak, pertentangan dari keluarga besar yang sama-sama kolot dan lain halnya.

Nampaknya cerita ini akan semakin panjang jalannya...
________________________________________
Update 3

Kami akhirnya memutuskan untuk berpisah. Disaat saya sudah siap untuk melepaskan segalanya untuk bersama dirinya, dia justru memilih untuk bertahan bersama suaminya. Dia bersikeras mengorbankan kebahagiaannya, bahkan jikapun suaminya juga berkhianat terhadapnya. Alasannya? demi keseimbangan psikologis anak-anaknya. Sungguh hebat pengorbanan seorang ibu.

Well, I learned many things from this... I rediscover my self. I learned about sincerity and sacrifice. I learned about love... Insan paling logis pun ternyata bisa menjadi hilang akal bila tersentuh hatinya. Dan makhluk paling irrasional pun ternyata bisa bertindak tegas dan logis jika menyangkut buah hatinya.

What I'm gonna do now? Well, I'm gonna back to my family. I'm gonna close my heart and let no one in... Wear my mask and fake a smile for the rest of my life. Deep down, I know that I will always love her... the memory that remains will always be saved in the corner of my heart, secluded and protected...
Diubah oleh darkestsecret 26-09-2018 02:43
tien212700
tien212700 memberi reputasi
-2
4.6K
56
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan