Kaskus

News

smartmouthAvatar border
TS
smartmouth
KPK 'Bidik' Partai Golkar Dengan Pidana Korporasi
KPK 'Bidik' Partai Golkar Dengan Pidana Korporasi   

Mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham jadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan PLTU Riau 1. (FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS)

JawaPos.com - Pengungkapan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan PLTU Riau 1 semakin trengginas. Setelah KPK menetapkan sejumlah tersangka dari beberapa politisi Partai Golkar, kini lembaga antirasuah itu bakal membidik parpol tersebut dengan pidana korporasi.

"Kami akan lihat perkembangannya seperti apa, apakah parpol (partai politik, Red) bisa disamakan dengan korporasi," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat mengikuti kegiatan di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu, Jakarta, kemarin (1/9). Rencana pengkajian tersebut merupakan buntut "nyanyian" Eni Maulani Saragih yang mengaku diperintah partai untuk mengawal proyek PLTU Riau 1.

Sejauh ini KPK belum pernah menerapkan tindak pidana korporasi untuk parpol. Seluruh tersangka korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka selama ini merupakan perusahaan. Di antaranya PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati terkait dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.


Sebelumnya KPK juga pernah menetapkan PT Duta Graha Indah (DGI) yang kini telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan PariwisataUniversitas Udayana tahun anggaran 2009-2010.

Lalu, seberapa jauh peluang parpol menjadi tersangka korupsi? Pakar hukum Asep Iwan Iriawan menjelaskan, sesuai dengan UU Pemberantasan Tipikor, parpol telah memenuhi klasifikasi korporasi. Sebab, dalam undang-undang itu, korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi, baik berbadan hukum maupun bukan badan hukum.

"Partai kan kelompok orang, pasti punya kekayaan dan pasti berbadan hukum, jadi pasti masuk (klasifikasi korporasi, Red) dong," ujar mantan hakim tersebut kepada Jawa Pos kemarin.

Kang Asep -sapaan akrab Asep Iwan Iriawan- menjelaskan, secara teknis pelaksanaan pidana korporasi telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Karena itu, KPK tidak perlu ragu lagi menerapkan pasal tersebut. "KPK seharusnya berani," tegasnya.

Perma itu secara jelas mengatur batasan korporasi yang dapat dipidana. Di pasal 3, misalnya, disebutkan, pidana korporasi adalah pidana yang dilakukan orang yang memiliki hubungan kerja. Nah, dalam hal ini, Partai Golkar masuk kategori itu karena memiliki hubungan dengan Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham.

Selain di pasal 3, batasan tersebut diatur dalam pasal 4. Bunyinya antara lain pidana dijatuhkan kepada korporasi yang dinilai mendapat keuntungan dari tindak pidana. Dalam kasus ini, kuasa hukum Eni menyebutkan bahwa kliennya membantu biaya Rp 2 miliar untuk kegiatan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Partai Golkar pada akhir 2017. Uang itu merupakan bagian dari suap PLTU Riau 1.

Asep menambahkan, batasan lain pidana korporasi adalah pembiaran dan tidak adanya langkah pencegahan pidana yang dilakukan. Batasan tersebut bersifat alternatif. Artinya, penegak hukum tidak perlu memenuhi semua unsur itu.


"Syarat ini (pertanggungjawaban korporasi, Red) bukan kumulatif, artinya bisa satu saja dipenuhi," ungkapnya.

Merujuk pengakuan Eni yang diperintah partainya untuk mengawal proyek PLTU Riau 1, Asep menyatakan bahwa hal itu bisa menjadi pintu masuk KPK untuk menjerat partai dengan pidana korporasi.

"Sekarang yang pembiaran, nggak mencegah dan dapat keuntungan, saja kena, apalagi diperintah," tandas pria yang juga menjadi dosen di sejumlah universitas itu.

Meski demikian, Asep tidak mau menyebut secara lugas bahwa Partai Golkar layak menjadi tersangka. Sebab, hal tersebut bukan kewenangannya, melainkan kewenangan KPK. "Saya nggak bilang partai apa pun. Yang jelas, kalau partai A sampai Z masuk kualifikasi itu (pidana korporasi, Red), ya KPK harus berani dong," tuturnya.

Lalu, apa imbasnya bila parpol nanti terbukti melakukan korupsi? Asep mengungkapkan, korporasi merupakan subjek hukum yang bisa dipidana. Artinya, posisinya sama dengan tersangka-tersangka yang lain. Bahkan, korporasi bisa dijatuhi hukuman tambahan berupa penutupan seluruh atau sebagian. "Partai itu (yang terbukti melakukan pidana korporasi, Red) bisa dibubarkan," tegasnya.

Di sisi lain, Eni terus membuka lebih jauh perannya dalam kasus suap PLTU Riau 1. Setelah mengaku hanya sebagai petugas partai yang diperintah mengawal proyek tersebut, wakil ketua Komisi VII DPR yang juga istri bupati Temanggung terpilih M. Al Khadziq itu telah mengembalikan uang Rp 500 juta ke KPK. Uang tersebut merupakan bagian suap Rp 4,8 miliar dari Johannes B. Kotjo.

Sementara itu, Jawa Pos belum bisa mendapatkan konfirmasi dari pihak Partai Golkar. Hingga berita ini selesai ditulis pukul 22.10, upaya konfirmasi yang dilayangkan kepada Wasekjen Partai Golkar Maman Abdurrahman belum mendapat respons. Sebelumnya, Maman memberikan pernyataan bahwa kasus PLTU Riau 1, khususnya dugaan keterlibatan kader Golkar, tidak berpengaruh terhadap partainya. 

(tyo/byu/c9/tom)

https://jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/02/09/2018/kpk-bidik-partai-golkar-dengan-pidana-korporasi


Setnov dan Eni benarkan Rp 2 M suap PLTU Riau untuk Munaslub Golkar

Merdeka.com - Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto atau akrab disapa Setnov mengaku mendengar adanya aliran dana Rp 2 miliar yang masuk ke Partai Golkar. Uang tersebut disebut-sebut berasal dari proyek PLTU Riau-1 dan digunakan untuk Munaslub partai berlambang beringin.

"Ya. Saya dengar begitu (uang Rp 2 miliar untuk Munaslub Golkar)," ujar Setnov usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap PLTU Riau-1 di Gedung KPK, Kuningan,Jakarta Selatan, Senin (27/8).

Tak hanya Setnov, mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi Golkar yang juga tersangka dalam kasus suap PLTU Riau-1, Eni Maulani Saragih membenarkan kabar itu.

"Yang pasti tadi memang ada yang mungkin saya terima Rp2 miliar itu sebagian memang saya ini kan, gunakan untuk Munaslub. Sudah saya sampaikan ke penyidik," kata Eni usai diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Idrus Marham, Senin (27/8).

Dugaan aliran uang suap PLTU Riau-1 untuk Munaslub Golkar pertama kali disampaikan Pengacara Eni Saragih, Fadli Nasution. Dia menyebut adanya aliran dana suap Proyek PLTU Riau 1 yang diberikan kliennya untuk membiayai Munaslub Golkar 2017. Dalam Munaslub Golkar 2017 itu, Eni ditugaskan menjadi bendahara penyelenggara. Eni adalah tersangka kasus penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.

Partai berlambang pohon beringin ini menampik kabar adanya aliran dana suap proyek PLTU Riau-1 dari Eni Saragih sebesar Rp 2 miliar untuk pembiayaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) tahun 2017.

"Golkar tidak pernah menerima uang sepeserpun dari Saudari Eni Saragih untuk Munaslub," ujar Ketua Organizing Committee Munaslub Partai Golkar 2017, Agus Gumiwang Kartasasmita seperti dilansir Antara di Jakarta, Senin (27/8).

Selaku Ketua Organizing Committee Munaslub Golkar 2017, Agus memastikan dapat mempertanggungjawabkan seluruh sumber pendanaan. Ini sekaligus menyanggah pernyataan pengacara Eni Saragih Fadli Nasution yang menyebut adanya aliran dana suap PLTU Riau-1 untuk kebutuhan Munaslub Golkar.

"Pernyataan pengacara itu tidak benar," tegas Agus.

Dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1, Eni diduga menerima Rp 4,8 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo. Penerimaan uang terhadap terhadap Eni melalui staf dan keluarga Johanes dalam empat tahap. Pertama pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, pada Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar, pada 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta, dan penerimaan terakhir pada 13 Juli 2018 sebesar Rp 500 juta.

Uang sebesar Rp 4,8 miliar yang diterima Eni ini lantaran Eni memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Pada saat penerimaan yang terakhir, tim penindakan KPK langsung menangkap Eni, Johanes dan 11 orang lainnya.

Terbaru, mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dijadikan tersangka ketiga oleh lembaga antirasuah setelah mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemilik Blackgold Natural Insurance Limited Johanes Budisutrisno Kotjo. Idrus diduga secara bersama-sama dengan Eni menerima hadiah atau janji oleh Johanes terkait kasus ini.

Idrus disebut berperan sebagai pihak yang membantu meloloskan Blackgold untuk menggarap proyek PLTU Riau-1. Mantan Sekjen Golkar itu dijanjikan uang USD 1,5 juga oleh Johanes jika Johanes berhasil menggarap proyek senilai USD 900 juta itu.

Proyek PLTU Riau-1 masuk dalam proyek 35.000 Megawatt yang rencananya bakal digarap Blackgold, PT Samantaka Batubara, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT PLN Batubara dan China Huadian Engineering Co. Ltd.

KPK sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan suap ini, mereka di antaranya Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir, serta Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi Gunawan Y Hariyanto. Kemudian Direktur Utama PT Pembangunan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara dan Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudi Herlambang.

Pemeriksaan terhadap mereka untuk mendalami kongkalikong PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dengan petinggi PT PLN terkait penunjukan langsung perusahaan Blackgold, PT Samantaka Batubara, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT PLN Batubara dan China Huadian Engineering Co. Ltd menjadi satu konsorsium yang menggarap proyek tersebut.

Apalagi, dari balik jeruji besi, Eni Saragih sempat mengungkap peran Sofyan Basir dan Kotjo sampai PT PJB menguasai 51 persen asset. Nilai asset itu memungkinkan PT PJB menunjuk langsung Blackgold sebagai mitranya.

Pada Januari 2018, PJB, PLN Batu Bara, BlackGold, Samantaka, dan Huadian menandatangani Letter of Intent (LoI) atau surat perjanjian bisnis yang secara hukum tak mengikat para pihak. LoI diteken untuk mendapatkan Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik (PPA) atas PLTU Riau-1. Samantaka rencananya akan menjadi pemasok batu bara untuk PLTU Riau-1.(mdk/noe)

https://m.merdeka.com/peristiwa/setnov-dan-eni-benarkan-rp-2-m-suap-pltu-riau-untuk-munaslub-golkar.html

Untung jd partai kitak2, coba kalo oposisi spt demokrat, gerindra dll,panastak bisa koar2 emoticon-Big Grin
0
1.5K
16
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan