- Beranda
- Komunitas
- Story
- Heart to Heart
All is WELL


TS
dwiuta022
All is WELL
Semuanya pasti akan baik-baik saja. Semuanya pasti akan baik-baik saja. Ya, semuanya pasti akan baik-baik saja. Meskipun kau tidak pintar, tidak cantik, dan tidak kaya, semuanya pasti akan baik-baik saja. Semuanya pasti akan baik-baik saja asalkan kau hidup sesuai panggilan jiwamu.
Hiduplah sesuai panggilan jiwamu. Maka kau akan menemukan kebahagiaan sejati di situ. Harusnya aku menyadari hal ini dari dulu. Ya, dari dulu aku sadar bahwa hanya akan bahagia jika hidup sesuai panggilan jiwaku. Aku akan bahagia. Tapi bagaimana dengan orang tuaku?
Orang tuaku berkata, "Ngambil jurusan kok Sastra?? Mau kerja di museum??"
Aku baru mengerti sekarang, orang tua jaman dahulu memang agak kolot pemikirannya. Dan sekarang, aku tidak boleh ikut-ikutan mereka.
Aku sangat sangat bahkan terlalu mencintai Sastra, tapi aku malah menikah dengan Matematika. Ini kesalahan yang sangat fatal. Tak ada panggilan jiwa di sana. Aku hanya suka menghitung uang, hanya suka menghitung uang, bukan memikirkan darimana datangnya limit, integral, siapa yang menciptakan volume benda putar, dan segala macam. Apa rumus pertama, lalu setelah diturunkan bagaimana kelanjutannya? Bukan itu yang aku suka. Yang aku suka, memikirkan, mengingat kembali, dan mencatat berapa pengeluaranku hari ini, dan sebisa mungkin menghemat.
Aku akan hidup sesuai panggilan jiwaku. Ya, tak bisa ditawar. Tak bisa ditawar. Sungguh, takkan ada hari seindah namaku dicantumkan sebagai salah satu Sastrawan Indonesia, namaku tertulis di antara nama Buya Hamka, Ali Akbar Navis, Andrea Hirata. Tapi bagaimana? Aku sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Aku mencintai Sastra, tapi malah menikah dengan Matematika, keguruan lagi! What's the hell?!! Keguruan?! It's not me. Itu bukan aku. Bukan aku.
But, semuanya akan baik-baik saja. Semua belum terlambat. Belum terlambat. Selagi kau masih melihat matahari terbit pagi ini, semua belum terlambat. Masih ada kesempatan memperbaiki diri. Masih ada kesempatan memperbaiki semuanya.
Hiduplah sesuai panggilan jiwamu. Maka kau akan menemukan kebahagiaan sejati di situ. Harusnya aku menyadari hal ini dari dulu. Ya, dari dulu aku sadar bahwa hanya akan bahagia jika hidup sesuai panggilan jiwaku. Aku akan bahagia. Tapi bagaimana dengan orang tuaku?
Orang tuaku berkata, "Ngambil jurusan kok Sastra?? Mau kerja di museum??"
Aku baru mengerti sekarang, orang tua jaman dahulu memang agak kolot pemikirannya. Dan sekarang, aku tidak boleh ikut-ikutan mereka.
Aku sangat sangat bahkan terlalu mencintai Sastra, tapi aku malah menikah dengan Matematika. Ini kesalahan yang sangat fatal. Tak ada panggilan jiwa di sana. Aku hanya suka menghitung uang, hanya suka menghitung uang, bukan memikirkan darimana datangnya limit, integral, siapa yang menciptakan volume benda putar, dan segala macam. Apa rumus pertama, lalu setelah diturunkan bagaimana kelanjutannya? Bukan itu yang aku suka. Yang aku suka, memikirkan, mengingat kembali, dan mencatat berapa pengeluaranku hari ini, dan sebisa mungkin menghemat.
Aku akan hidup sesuai panggilan jiwaku. Ya, tak bisa ditawar. Tak bisa ditawar. Sungguh, takkan ada hari seindah namaku dicantumkan sebagai salah satu Sastrawan Indonesia, namaku tertulis di antara nama Buya Hamka, Ali Akbar Navis, Andrea Hirata. Tapi bagaimana? Aku sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Aku mencintai Sastra, tapi malah menikah dengan Matematika, keguruan lagi! What's the hell?!! Keguruan?! It's not me. Itu bukan aku. Bukan aku.
But, semuanya akan baik-baik saja. Semua belum terlambat. Belum terlambat. Selagi kau masih melihat matahari terbit pagi ini, semua belum terlambat. Masih ada kesempatan memperbaiki diri. Masih ada kesempatan memperbaiki semuanya.
0
1.1K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan