Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ayuritmalinaAvatar border
TS
ayuritmalina
Ekspor Jagung Amran Tak Patut Dibanggakan
Ekspor Jagung Amran Tak Patut Dibanggakan

Eskpor jagung seperti yang ramai digembar-gemborkan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman beberapa waktu lalu, sebenarnya bukan hal luar biasa yang patut dibanggakan. Karena sebenarnya itu sudah merupakan hal yang rutin.
 
Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, juga menyebut ekspor itu adalah hal yang sangat rutin. Bahkan terjasi sejak belasan tahun yang lalu. Ia justru mempertanyakan niat Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang mengekspor jagung di kala harga domestik masih bagus.
 
Karena biasanya, ekspor jagung dilakukan saat harganya sudah terjun ke angka US$200 per ton. Namun kini, di saat harga jagung di pasar domestik ada di atas Rp 4 ribu per kg, kenapa tetap diimpor? Dimana logikanya?
 
Daripada Menteri Pertanian membangga-banggakan ekspor jagung yang ternyata rutin dilakukan, seharusnya ia membenahi masalah yang lebih penting di bidang perjagungan nasional, yaitu pemerataan produksi dan distribusi.
 
Sulitnya distribusi jagung itulah yang menyebabkan petani jagung di Gorontalo lebih memilih ekspor, ketimbang dijual ke dalam negeri. Sekadar catatan, ekspor jagung itu sudah mereka lakukan sejak jaman Fadel Muhammad menjadi Gubernur, Desember 2001 sampai Oktober 2009.
 
Tidak meratanya produksi jagung yang kemudian jadi masalah, bisa tercermin dari data Badan Pusat Statistik yang menyatakan bahwa total produksi jagung di Indonesia per 2015 berada di angka 19,61 juta ton. Sebanyak 54,12% atau sekitar 10,61 juta tonnya diproduksi di Pulau Jawa. Sisanya tersebar di berbagai pulau lain.
 
Dengan kata lain, Hampir 40% sentra produksi jagung berada di luar Pulau Jawa. Padahal mayoritas konsumen jagung yang merupakan perusahaan pakan ternak adanya di Pulau Jawa.
 
Distribusi yang tidak merata ini punya efek turunan, yaitu tidak meratanya harga jagung yang kemudian berimbas pada kenaikan harga pakan ternak, kenaikan harga telur maupun ayam ras akhir-akhir ini.
 
Alih-alih memeratakan distribusi dan mendekatkan ladang jagung ke pabrik pengolahan, Menteri Pertanian malah mengembangkan jagung di luar Pulau Jawa. Sebagai gambaran terdapat 10 sentra jagung di Indonesia dimana hanya tiga di antaranya yang berada di Pulau Jawa. Kesepuluh sentra jagung tersebut, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, NTB, Gorontalo, NTT, dan Sumatra Barat.
 
Harus diakui, lahan di pulau Jawa memang sempit. Kalaupun ada, akan dimanfaatkan untuk penanaman padi. Akan tetapi, bisa saja Menteri Pertanian mendorong agar industrinya yang didekatkan dengan sentra produksi jagung. Bukan malah membuatnya makin jauh.
 
Maka tak heran bila keluhan petani jagung mengemuka dari berbagai daerah. Petani jagung di sejumlah wilayah di Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, mengeluhkan sulitnya memasarkan produksinya meski harga yang ditawarkan lebih murah ketimbang harga pasar.
 
Cek saja berita dari Antara yang menampung keluhan salah satu petani jagung di Tidore itu. "Saya memiliki stok jagung sekitar 20 ton dan sampai sekarang belum ada yang membeli padahal saya tawarkan hanya Rp3.000ribu per kg atau di bawah harga normal Rp3.500 per kg," kata salah seorang petani jagung dari Tidore Kepulauan, Muhammad.
 
Para petani jagung di daerah itu selama ini menjual produksinya kepada para pedagang pengumpul, tetapi saat ini mereka tidak lagi melakukan pembelian dengan alasan masih memiliki stok cukup banyak menyusul kurangnya permintaan dari daerah tujuan antar-pulau.
 
Menurut dia, sejak Pemkot Tidore Kepulauan menggalakkan program pengembangan jagung di daerah itu dengan memberikan berbagai bantuan kepada petani, seperti bibit dan peralatan, banyak petani setempat kemudian fokus mengembangkan jagung.
 
Tetapi dengan sulitnya petani jagung memasarkan produksi, seperti yang terjadi saat ini membuat petani jadi susah, karena untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari hanya mengandalkan dari hasil penjualan jagung.
 
Sekjen Dewan Jagung Nasional, Maxdeyul Soya juga punya cerita yang sama. Biaya menjual jagung keluar negeri lebih murah dibanding menyalurkannya ke pabrik-pabrik pakan di pulau Jawa.
 
Pola semacam ini punya efek berbahaya. Khususnya ketika memasuki bulan Maret. Produksi jagung yang hanya 30% dari total produksi tahunan membuat keberadaan komoditas ini menjadi langka di pasar domestik. Pabrik pakan akan sulit mendapat jagung. Efek turunannya, harga-harga komoditas seperti telur, daging ayam, atau daging sapi, akan ikut naik.
 
Jadi, Menteri Pertanian Amran Sulaiman jangan sekadar bangga saja dengan ekspor. Benahi juga masalah krusial di produksi jagung dalam negeri.

Sumur 1

Sumur 2
Diubah oleh ayuritmalina 24-08-2018 10:56
0
1.8K
21
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan