methadone.500mgAvatar border
TS
methadone.500mg
Kebangkitan Tiongkok Tidak akan Terbendung Amerika
Ada kekhawatiran yang meluas bahwa proteksionisme yang diusung Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menggerus manfaat jangka panjang perdagangan global. Juga berkembang harapan di seputar pendukung Trump, termasuk banyak perusahaan AS, bahwa kebijakan yang keras terhadap Tiongkok akan dapat meredam Negeri Tirai Bambu itu mencapai kemajuan teknologi setara dengan AS. Mungkinkah?
 
Kekhawatiran bahwa dampak jangka panjang dari proteksionisme AS terhadap penurunan kinerja perdagangan global adalah lebih besar muatan hiperbolisnya. Apalagi, harapan untuk membendung kemajuan Tiongkok kemungkinan tercapai sangat kecil.
 
Ingat, Winston Churcill, tokoh politik dan pengarang dari Inggris yang paling dikenal sebagai Perdana Menteri Britania Raya sewaktu Perang Dunia Kedua, pernah bilang, “biarkan raksasa (Tiongkok) itu lelap tertidur.” Dan faktanya, raksasa itu kini telah bangkit dan mengaum, siap mengangkat perekonomian global menuju dunia yang semakin sejahtera, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
 
Ingat pula, perdagangan terjadi karena tiga alasan. Pertama, adanya perbedaan kepemilikan sumber daya yang berbeda antarnegara. Beberapa negara memiliki minyak, sedangkan negara lainnya memiliki tembaga, dan negara lainnya lagi menanam padi serta gandum. Kalau perdagangan komoditas tersebut terhenti, maka kesejahteraan global dipastikan akan menurun. Tetapi perdagangan komoditas dan hasil pertanian pangsanya hanya minor dalam perdagangan global, dan akan berlanjut segitu-gitu saja.
 
Kedua, perdagangan internasional merefleksikan perbedaan biaya tenaga kerja. Negara-negara dengan upah tenaga kerja murah akan memproduksi barang-barang manufaktur dengan intensitas pemakaian tenaga kerja relatif paling dominan, dan menggunakan mesin yang diimpor dari negara dengan upah tenaga kerja mahal.
 
Dampaknya terhadap negara maju, menurut ekonom Massachusetts Institute of Technology (MIT) David Autor, adalah buruk bagi pekerja negara maju tetapi sangat menguntungkan bagi perusahaan atau pemilik modal di negara maju. Tetapi bagi negara berkembang, hal itu sangat menguntungkan karena adanya peningkatan investasi asing, penguatan kewirausahaan lokal dan pemupukan devisa yang dapat dipakai untuk investasi dalam infrastruktur maupun keahlian bagi sumber daya manusia (SDM)-nya.
 
Sukses ekonomi Tiongkok yang dramatis seperti sekarang ini akan mustahil tanpa adanya perdagangan internasional yang didorong oleh perbedaan upah buruh yang signifikan. Akan tetapi, di masa mendatang jenis perdagangan internasional seperti ini akan semakin kurang penting. Dengan upah tenaga kerja di Tiongkok yang naik sangat cepat, keuntungan investasi yang berpedoman pada biaya buruh murah di Tiongkok dengan cepat akan mengalami penurunan.
 
Banyak orang memperkirakan bahwa akan terjadi perpindahan proses manufaktur ke tempat yang berbiaya buruh lebih murah, misal ke Afrika, namun sebagian besar akan kembali ke negara maju yang menggunakan proses produksi otomasi sehingga hanya tercipta sedikit lapangan kerja.
 
Alasan terakhir adalah spesialisasi, skala ekonomi dalam produksi, penelitian dan pengembangan, serta merek dagang yang menggerakkan perdagangan antarnegara kaya. Mobil mewah Eropa diekspor ke AS, lalu sebaliknya motor Harley-Davidson diimpor oleh Eropa. Begitu pula dengan perkakas mesin yang spesifik diperdagangkan antarnegara maju. Begitu jaringan perdagangan seperti ini terkoneksi, maka perubahan mendadak terhadap tarif akan sangat mengganggu perdagangan lintas batas antarnegara.
 
Karena itu, langkah Donald Trump dalam perang dagang ini tidak diragukan lagi akan mereduksi pertumbuhan ekonomi global jangka pendek. Tetapi dalam jangka panjang perdagangan jenis ini akan tetap berlangsung menuju keseimbangan baru.
 
Permasalahan utamanya adalah seberapa besar ukuran ekonomi minimal yang dibutuhkan agar mampu meningkatkan skala ekonomi dengan rantai produksi yang terintegrasi namun mampu menjaga kompetisi antarperusahaan sehingga secara keseluruhan ekonomi sangat efisien? Kalau negara sekecil Irlandia dengan penduduk hanya 5 juta mencoba untuk memproduksi barang dan jasa sendiri, maka pendapatan mereka saat ini akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan adanya perdagangan dengan negara lain.
 
Bahkan misal Inggris, Perancis, Jerman mencoba strategi ekonomi yang sama dengan spirit Robinson Crusoe, maka tingkat produktivitas dan standar hidupnya akan jauh dari pencapaian saat ini. Akan tetapi, bagi ekonomi Tiongkok dengan penduduk 1,4 miliar, dapat mencapai standar ekonomi dengan skala ekonomi yang tinggi dan tetap terjadi kompetisi internal yang efisien.
 
Pada prinsipnya, India juga bisa. AS dengan penduduk lebih dari 300 juta akan sedikit merugi kalau perdagangan lintas batasnya hanya sedikit, begitu pula dengan Uni Eropa dengan pasar tunggalnya yang mencapai 520 juta manusia. Pada titik tertentu, manfaat potensial dari peningkatan perdagangan antarnegara kaya akan semakin mengecil. Seandainya terjadi pengurangan perdagangan antara Tiongkok, AS dan Uni Eropa pada tahun 2050 dibandingkan saat ini, maka dampak langsung terhadap standar hidup mereka sangat kecil.
 
Apa yang akan hilang tanpa adanya perdagangan global yang disertai dengan investasi kapital adalah transfer pengetahuan, teknologi dan praktik bisnis yang berkelas internasional. Lepas landas perekonomian Tiongkok diawali dengan arbitrase biaya buruh dan disangga oleh transfer pengetahuan secara masif.
 
Walaupun sebagian transfer tersebut dilakukan dengan cara espionage industri, tetapi secara keseluruhan berlangsung secara otomatis, legal dan tak terbendung. Pekerja Tiongkok dan mandornya yang diperkerjakan oleh perusahaan maju belajar teknik baru. Para pemasok harus memenuhi standar yang tinggi dan pengusaha lokal akan belajar meningkatkan kualitas produksi agar mampu bersaing dalam rantai produksi.
 
Perusahaan patungan harus melakukan transfer pengetahuan pada mitra lokalnya. Perusahaan dari negara maju bersedia melakukan semua itu dengan tujuan mendapatkan akses ke pasar Tiongkok yang sangat besar. Sekarang AS sangat khawatir akan perkembangan kemampuan teknologi Tiongkok. Para pengusaha AS menyesal telah kehilangan keunggulan yang diperoleh karena superior dalam teknologi dan hak cipta intelektual.
 
Para politisi Republikan sangat khawatir akan konsekuensi geopolitik potensial karena kemajuan teknologi Tiongkok. Kebijakan tarif dan akuisisi teknologi perusahaan AS oleh Tiongkok saat ini adalah sebagai tanggapan atas keprihatinan tersebut. Namun, sudah terlambat.
 
Seandainya pada tahun 1990-an AS membendung perusahaannya untuk membuka ekonomi Tiongkok, maka kebangkitan Tiongkok secara signifikan akan terhambat, tetapi tidak dapat dicegah secara permanen. Karena telah terjadi, maka kebangkitan Tiongkok sebagai ‘raksasa’ baru sudah dengan sendirinya akan berlanjut. Raksasa itu tak akan surut, sudah terlanjur kuat. Dengan kondisi pasar domestik Tiongkok yang meraksasa dan penduduknya yang semakin kaya, maka sudah tidak begitu vital peran ekspor bagi pertumbuhan ekonominya.
 
Meningkatnya upah yang cepat akan memberi insentif bagi pengusaha Tiongkok untuk mengganti dengan robot. Perusahaan Tiongkok telah memiliki keunggulan dalam penajaman dan penemuan dalam artificial intelligence, kendaraan listrik dan energi terbarukan. Baru saja Tesla Inc, --sebuah perusahaan otomotif dan penyimpanan energi asal Amerika Serikat--, membuka pabrik otomotif listriknya di Shanghai dan yang pertama di luar AS.
 
Progam Presiden RRT Xi Jinping: “Made in China 2025” akan mempercepat peningkatan proses produksi Tiongkok melalui R&D Tiongkok sendiri. Bahkan kalau AS sekarang menutup perdagangan dan investasi Tiongkok, dampaknya sangat kecil pada kekuatan dan kebangkitan ekonomi dan politik Negeri Tirai Bambu itu. Yang jelas masa depan global ada di tangan Tiongkok.
 
Fenomena ini tidak berlaku bagi negara berkembang lainnya seperti India dan Afrika yang berharap mengikuti langkah kebangkitan ekonomi Tiongkok yang sangat cepat. Negara-negara ini telah menghadapi ancaman otomasi industri dari negara maju sehingga terciptanya pekerjaan dari pabrik yang menghasilkan ekspor akan semakin melemah. Karena itu, di tengah-tengah perang dagang Trump dewasa ini, negara-negara berkembang lainnya harus memulai memikirkan strategi pembangunan ekonomi yang baru agar tidak semakin menderita akibat dari restriksi perdagangan global. Dan ingat, perang ini akan berlangsung cukup lama.
http://id.beritasatu.com/home/kebang...dung-as/179134
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
9.6K
187
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan