- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mengapa Kampanye Berhenti Merokok Harus dengan Menakut-nakuti?


TS
AntiMAHOgan
Mengapa Kampanye Berhenti Merokok Harus dengan Menakut-nakuti?
Quote:
Jakarta - Foto smoking room seram bergambar kuburan di bandara Husein Sastranegara Bandung menjadi viral dan menarik banyak tanggapan dari berbagai pihak. Namun, mengapa kampanye berhenti merokok harus menggunakan gambar seram untuk menakut-nakuti perokok dan juga disinyalir tidak efektif?
Bagi dr Agus Dwi Susanto, SpP (K) yang juga berpraktik di Klinik Berhenti Merokok RSUP Persahabatan, ramainya tanggapan orang bahwa pictoral warning baik di bungkus rokok maupun di smoking room tidak efektif adalah tidak benar.
"Belum tentu benar karena tidak ada data yang luar. Di luar negeri efektif karena udah cukup lama dilakukan. Kita baru-baru aja, sebelumnya hanya kalimat. Itu butuh perjuangan berat, lho," ujar dr Agus, sapaannya, kepada detikHealth.
Dari laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebutkan label peringatan kesehatan pada produk tembakau menjadi alat paling efektif untuk mengedukasi baik perokok maupun non-perokok mengenai risiko kesehatan dalam penggunaan tembakau.
Sejak tahun 1950-an, banyak penelitian telah melakukan pendekatan menggunakam gambar seram efektif untuk memotivasi perubahan sikap sehat, terutama jika dibarengi dengan informasi bagaimana untuk menghindari konsekuensi 'seram' tersebut.
"Ada teori psikologi kesehatan yang menyebutkan bahwa gambar menakutkan lebih berdampak bagi seseorang. Karena membuat orang jadi terbayang, jadi tersadar. Kalau tulisan kan nggak kebayang. Bukan soal rokok saja ya. Jadi gambar menakuktkan itu supaya tidak melakukan hal tersebut, melihat hal-hal yang menakut dari dampak sesuatu, lebih mengena," terangnya.
Walau begitu, bagi dr Frans Abednego, SpP dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, memberikan gambar 'kuburan' di smoking room tidak akan efektif. Lantaran menurutnya merokok atau tidak merokok setiap orang akan mati, namun akan lebih mengena apabila di smoking room dibeberkan fakta-fakta berikut data mengenai bahaya merokok atau dilukiskan bahayanya seperti misalnya kanker paru.
"Perokok kan bukan anak-anak lagi. Pola pikirnya sudah terpatri bahwa 'it's the way of my life' gitu. Yang biasanya terjadi adalah orang akan berhenti merokok setelah terkena penyakit, ya kan? Kita persilakan mereka untuk merokok, itu hak mereka. Mereka merokok di smoking room yang sudah disediakan ya silakan saja mereka meracuni satu sama lain kan. Asal jangan meracuni anak ibu hamil dan lain sebagainya," tuturnya.
"Apabila Anda tetap memutuskan jadi perokok, check up lah. Semakin lanjut, semakin berat penyakitnya. Ntar BPJS makin habis biayanya, padahal penyakitnya dibuat sendiri," pungkas dr Frans.
SUMBER
Bagi dr Agus Dwi Susanto, SpP (K) yang juga berpraktik di Klinik Berhenti Merokok RSUP Persahabatan, ramainya tanggapan orang bahwa pictoral warning baik di bungkus rokok maupun di smoking room tidak efektif adalah tidak benar.
"Belum tentu benar karena tidak ada data yang luar. Di luar negeri efektif karena udah cukup lama dilakukan. Kita baru-baru aja, sebelumnya hanya kalimat. Itu butuh perjuangan berat, lho," ujar dr Agus, sapaannya, kepada detikHealth.
Dari laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebutkan label peringatan kesehatan pada produk tembakau menjadi alat paling efektif untuk mengedukasi baik perokok maupun non-perokok mengenai risiko kesehatan dalam penggunaan tembakau.
Sejak tahun 1950-an, banyak penelitian telah melakukan pendekatan menggunakam gambar seram efektif untuk memotivasi perubahan sikap sehat, terutama jika dibarengi dengan informasi bagaimana untuk menghindari konsekuensi 'seram' tersebut.
"Ada teori psikologi kesehatan yang menyebutkan bahwa gambar menakutkan lebih berdampak bagi seseorang. Karena membuat orang jadi terbayang, jadi tersadar. Kalau tulisan kan nggak kebayang. Bukan soal rokok saja ya. Jadi gambar menakuktkan itu supaya tidak melakukan hal tersebut, melihat hal-hal yang menakut dari dampak sesuatu, lebih mengena," terangnya.
Walau begitu, bagi dr Frans Abednego, SpP dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, memberikan gambar 'kuburan' di smoking room tidak akan efektif. Lantaran menurutnya merokok atau tidak merokok setiap orang akan mati, namun akan lebih mengena apabila di smoking room dibeberkan fakta-fakta berikut data mengenai bahaya merokok atau dilukiskan bahayanya seperti misalnya kanker paru.
"Perokok kan bukan anak-anak lagi. Pola pikirnya sudah terpatri bahwa 'it's the way of my life' gitu. Yang biasanya terjadi adalah orang akan berhenti merokok setelah terkena penyakit, ya kan? Kita persilakan mereka untuk merokok, itu hak mereka. Mereka merokok di smoking room yang sudah disediakan ya silakan saja mereka meracuni satu sama lain kan. Asal jangan meracuni anak ibu hamil dan lain sebagainya," tuturnya.
"Apabila Anda tetap memutuskan jadi perokok, check up lah. Semakin lanjut, semakin berat penyakitnya. Ntar BPJS makin habis biayanya, padahal penyakitnya dibuat sendiri," pungkas dr Frans.
SUMBER
0
1.5K
Kutip
23
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan