

TS
swasta706
KANG ALI

" Byur.. "
Kang Ali terjunkan dirinya ke kolam selatan masjid. Kolam yang mampu mengobati segala macam penyakit, katanya. Kolam yang sudah ada sejak dulu kala. Kang Ali pun menggosok seluruh badannya, membersihkan tubuhnya.
Air kolam dingin menyegarkan. Menyegarkan tubuhnya, jasmaninya. Sampai merasuk ke otaknya, bahkan hatinya, kesegarannya itu.
Memang kolam itu lain daripada yang lain, airnya. Coba saja kamu ke situ, kolam itu. Masukkan kakimu ke dalamnya dan rasakan. Ada sensasi yang berbeda, pastinya.
Kang Ali memakai bajunya. Dia tidak memilih-milih yang akan dia pakai, bergiliran. Entah hari biasa atau hari raya, Kang Ali akan memakai yang gilirannya hari itu. Tidak peduli baju lama atau baru.
Kang Ali bercermin sebentar. Dia kedipkan sebelah matanya beberapa kali pada orang yang ada di cermin. Setelah puas, Kang Ali pun berjalan. Keluar kamar, keluar pondok.
***
S*mber Kencono jurusan Jogja-SBY melaju kencang. Berjalan zigzag mencari celah di antara kendaraan lainnya.
"Om telolet Om.. "
Klaksonnya permisi menyalip, depannya, juga kanan kirinya. Walau sebenarnya setengah memaksa. Tiba-tiba..
" E.. e.. e.. "
Kang Ali kaget. Sepedanya oleng sebentar. Sepeda yang dibenaknya tadi berubah menjadi S*mber Kencono. Dia luruskan kembali laju sepedanya. Dengan hati agak berdebar.
Kang Ali kayuh sepedanya di jalan sepi. Kanan kirinya terbentang perkebunan luas. Dari jauh terlihat lima orang menghadang jalannya. Yang depan melambaikan tangan, menyuruh berhenti. Pemimpin mereka.
Kang Ali pun berhenti di depan kelima orang itu, yang menghadangnya itu, yang kelimanya berwajah tidak ramah. Kang Ali turun dari sepedanya.
" Kamu santri Lor Kali? "
Tanya yang depan, pemimpin mereka. Suaranya keras, sekeras toa masjid.
" Nggeh mas. "
Kang Ali jujur. Dilihatnya perawakan orang, kecil. Bertolak belakang dengan suara kerasnya. Umurnya tiga puluhan.
***
Mendengar jawaban Kang Ali, ketiga orang yang di belakang langsung mengepung. Yang satu lagi melangkah dan berdiri di samping pemimpin mereka.
" Ada apa ini mas? "
Kang Ali bertanya. Pemimpin mereka cuma mendengus.
" Hajaaar.. "
Tiba-tiba orang itu memberi perintah pada ketiga orang anak buahnya mengeroyok Kang Ali. Yang berdiri di depan langsung melayangkan tinjunya. Mengarah perut Kang Ali.
" Bukkk.. "
Sesosok tubuh melayang dan terbanting ke tanah. Merintih kesakitan.
Semua melongo. Kejadian hanya sekejap mata. Pemuda yang menyerang Kang Ali telah terkapar. Tidak ada yang tahu sebabnya. Terlempar keluar arena.
Melihat temannya terjungkal, dua lainnya langsung menyerang. Yang kiri menendang kaki Kang Ali. Ingin menggoyahkan kuda-kudanya, kekokohannya. Kalau bisa malah merobohkannya. Yang kanan meninju mukanya. Dua serangan sekaligus, kanan kiri, atas bawah.
" Bukkk.. "
" Bukkk.. "
Dua tubuh melayang terbanting ke tanah. Dua penyerang terpecundangi lagi. Dua-duanya mengaduh. Yang satu memegangi kepala, benjut. Terasa sangat pening. Yang satu lagi memegangi kaki. Tulang betis sakit. Sampai merasuk tulang. Tiga penyerang Kang Ali keok. Dalam waktu singkat.
Dengan kecepatan mengatasi serangan. Bergerak belakangan tiba duluan.
***
" Plok.. Plok.. Plok.. "
" Bagus.. Bagus.. "
Suara tepuk tangan dari orang yang berdiri di samping pemimpin mereka, disertai pujian. Kang Ali tersenyum. Orang itu berjalan pelan menuju arena.
" Sekarang giliranku. "
Kang Ali memandang sekejap lawannya itu. Mata yang bersinar tajam, ahli tenaga dalam. Lawannya pun membuka kakinya. Menekuk kedua lututnya. Seperti orang naik sepeda motor. Kedua tangan bersilang di depan dada. Menyalurkan hawa murni ke kedua tangan. Dari dalam tubuhnya.
" Hiaaattt.. "
Dia berteriak. Kedua tangan mengebas ke depan. Melancarkan serangan.
Sedetik, dua detik, tiga detik, tidak terjadi apa-apa. Kang Ali tetap berdiri tegak. Tidak jatuh, apalagi terluka dalam.
Dia tersentak. Lawannya itu kaget. Dia kebaskan tangannya lagi. Tidak terjadi apa-apa lagi. Keringat dingin mulai keluar. Membasahi sekujur tubuhnya. Serangannya seperti batu yang jatuh ke laut. Tidak berbekas.
Kekosongan menjadikan kosong. Semua kembali ke alam.
***
" Mundur.. "
Pemimpin berperawakan kecil itu membentak menyuruh mundur. Dengan wajah merah orang itu mundur, malu. Berjajar di samping tiga temannya. Di belakang pemimpinnya.
Pemimpin bersuara keras itu maju ke tengah arena. Dia tatap mata Kang Ali. Kang Ali juga menatap matanya. Saling bertatapan, sekian lama. Dia kerahkan ilmu hipnotisnya. Menghipnotis Kang Ali. Mempengaruhi Kang Ali, pikirannya, kesadarannya. Belum pernah dia gagal, ilmunya itu.
" Kang Pondok, kuperintahkan kamu untuk berlutut padaku, sekarang juga. "
Dia menyuruh Kang Ali berlutut. Kang Ali menggerakkan tubuhnya hendak berlutut. Keempat orang anak buahnya berpandangan. Mereka tersenyum. Sang pemimpin berhasil mengalahkan musuhnya.
" Kamu saja yang berlutut. "
Kang Ali menyahut, tiba-tiba. Tadi Kang Ali cuma pura-pura.
Tubuh pemimpin mereka langsung jatuh berlutut di depan Kang Ali. Pandangan mata tampak kosong, hampa.
Yang paling yakin, dialah pemenangnya.
***
Keempat anak buahnya kaget. Serentak mereka melarikan diri, berlari dari situ, arena itu. Meninggalkan sang pemimpin yang berlutut di depan Kang Ali.
Kang Ali berjalan menuju sepedanya. Ingin meninggalkan tempat itu. Baru beberapa langkah Kang Ali berhenti. Kang Ali merasakan dari belakang tubuhnya muncul hawa permusuhan yang tebal.
Kang Ali tidak bergerak, tidak berpaling. Lima menit berlalu, sepuluh menit, lima belas menit, baju Kang Ali basah kuyup oleh keringat. Lelah dengan kewaspadaan tingginya.
Terdengar helaan nafas panjang dari belakang Kang Ali. Seiring helaan nafas itu, hawa permusuhan memudar, lenyap. Seperti awan tersapu angin.
Dengan tenang Kang Ali membalikkan tubuh. Kakek umur lima puluhan berdiri kira-kira lima meter di belakangnya. Kakek yang juga kelihatan lelah. Lima belas menit dia menunggu. Menunggu Kang Ali menunjukkan titik kelemahannya untuk diserang.
Seandainya Kang Ali bergerak sedikit saja, dalam lima belas menit itu, di situlah kesempatan menyerang tiba. Karena akan tampak satu dua titik kelemahan pada diri Kang Ali.
Saat yang akan diserang tidak menunjukkan titik kelemahan, hanya orang bodoh yang tetap melanjutkan penyerangan.
***
Kakek itu pun berjalan menghampiri pemimpin keempat orang tadi. Masih berlutut di situ. Tubuh yang kecil itu dia angkat, dia bopong. Dia pun berlalu meninggalkan tempat itu tanpa sedikit pun melirik Kang Ali. Sampai bayangan tubuhnya hilang, di balik pepohonan.
Kang Ali tersenyum. Dia naiki sepedanya. Melanjutkan mengayuh kembali, ke depan.
Diubah oleh swasta706 13-05-2019 12:40






mr.peaqack dan 6 lainnya memberi reputasi
7
5K
37


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan