- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Apakah Siti Fadilah Supari di Kriminalisasi?


TS
inamara
Apakah Siti Fadilah Supari di Kriminalisasi?
Halo agan semua, ini pertama kali ane bikin thread di kaskus, jadi mohon maaf kalo ada salah salah atau kurang kurang. Thread ini sendiri ane buat untuk menyalurkan apa yang ada di benak dan hati ane, perihal dr Siti Fadilah Supari mantan Menkes yang kini ditangkep KPK karena tuduhan korupsi alkes, dan saat ini sedang urus PK kasusnya.
Tentang Siti Fadilah Supari
Siti Fadilah Supari: Transparansi!

Virus dari affected countries (negara yang tertular) dikirim ke WHO CC melalui mekanisme GISN. Tetapi keluarnya dari WHO CC ke Los Alamos melalui mekanisme yang semua orang tidak tahu.
Dan di WHO CC, virus diproses untuk dijadikan seed virus dan kemudian diberikan ke perusahaan vaksin untuk dibuat vaksin. Namun ada kemungkinan yang jauh lebih mengkhawatirkan: bisa jadi virus tersebut digunakan sebagai bahan untuk membuat senjata kimia/senjata biologis.
Supari dalam kapasitas sebagai Menteri Kesehatan sejak 20 Desember 2006 memutuskan untuk menghentikan pengiriman specimen virus Flu Burung dari Indonesia ke WHO CC selama mekanismenya masih mengikuti GISN. Menurut Supari, mekanisme GISN yang imperialistik tersebut harus dirubah menjadi mekanisme yang adil dan transparan, sehingga negara-negara penderita yang notabene negara berkembang dan miskin, tidak dirugikan seperti sekarang ini. Maka sejak saat itu pula, gerakan Supari tidak sebatas menyatakan sikap dan pendirian pemerintah terhadap WHO, melainkan melangkah lebih jauh lagi, menggalang dukungan internasional untuk memperjuangkan agendanya tersebut. Berjuang melawan Ketidakadilan WHO.
Perlawanan Supari terhadap WHO, rupanya benar-benar menggetarkan pusat urat syaraf (nerve center) WHO dan berbagai komponen strategis AS yang berada di belakang WHO. Sehingga WHO kemudian menurunkan David Heymann, Asisten Direktur Jenderal WHO yang menangani Flu Burung, untuk mendesak agar Indonesia tetap mengirimkan seasonal vaccine yang menurut Heymannn Indonesia tidak butuh-butuh amat.
Selanjutnya Heymann juga mendesak Menteri Kesehatan agar Indonesia patuh dengan menyetujui dan mengikuti mekanisme GISN dalam mengumpulkan virus H5N1. Dia menjanjikan akan membantu kebutuhan danadan bantuan teknis kepada Indonesia, asalkan tunduk dan patuh pada mekanisme GISN WHO.
Singkat cerita, Supari dengan tegas menolak dengan alasan Indonesia sekarang punya agenda sendiri yang berada di luar skema WHO, apalagi yang mengacu pada mekanisme GISN. Karena WHO dalam pandangannya ada kepentingan terselubung di dalamnya.
Maka pada Sidang World Health Assembly (WHA) Mei 2007, Supari mulai meluaskan gerakannya melawan WHO secara internasional. Dalam Sidang WHA-60 di Komisi A, delegasi Indonesia mengajukan draf resolusi berjudul: Responsible Practices for Sharing Avian Inflluenza Viruses and Resulting Benefits.
Dan hasilnya cukup menakjubkan. Resolusi Indonesia didukung 23 negara co sponsor: Iran, Korea Utara, Vietnam, Irak, Kuba, Palestina, Saudi Arabia, Malaysia, Kamboja, Timor-Leste, Sudan, Myanmar, Maldives, Peru, Brunei Darussalam, Algeria, Qatar, Laos, Solomon Islands, Bhutan, Kuwait, Bolivia, dan Pakistan.
Amerika Serikat, melalui draft resolusinya mengajukan judul: Mechanisme to Promote Access to Influenza Pandemic Vacvine Production, kemudian berbenturan head to head dengan Indonesia.
Namun akhirnya Indonesia menang berkat dukungan 24 negara-negara anggota WHO. Mekanisme virus sharing menurut GISN WHO dinyatakan tidak berlaku lagi.
Maka dengan dukungan 24 negara, Indonesia tercatat sejarah akhirnya mampu mengajukan perubahan mekanisme atau aturan dari organisasi global sekelas WHO. Aturan GISN-WHO yang sudah mapan selama 50 tahun dan mengandung aroma ketidakadilan, merugikan negara-negara berkembang, akhirnya berhasil direformasi berkat kepeloporan Indonesia.
- dipotong dari tulisan Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)
Kasus Korupsi
Kejanggalan kasus korupsi
Dari berbagai macam thread mengenai beliau ane Cuma nemu Satu Threadyang membahas mengenai jasa bu Siti. Secara pribadi ane merasa kasus ibu yang satu ini agak dibuat buat seperti dendam gara gara doi dulu berani beraninya bikin buku buat mengkritik skema pengiriman sample flu burung.
Ane pribadi yakin dia kalo emang tujuannya duit, bisa dapat lebih dari 6,1 Triliun IDR, dari masalah vaksin sebelumnya. Disini ane Cuma mau mengajak teman teman buat ikutan sedikit berfikir. Meskipun dia tersangka kasus korupsi, tapi kasusnya sendiri terlalu dipaksakan.
Tentang Siti Fadilah Supari
Spoiler for 1. Tentang Siti Fadilah Supari:
Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 6 November 1949; umur 68 tahun) adalah seorang dosen dan ahli jantung yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden dari 25 Januari 2010 hingga 20 Oktober 2014. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Kesehatan Indonesia dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia merupakan salah satu dari empat perempuan yang menjabat sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu, selain Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta.
Ia bekerja sebagai staf pengajar kardiologi Universitas Indonesia. Setelah itu, selama 25 tahun, ia menjadi ahli jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Pada tanggal 20 Oktober 2004, Siti Fadilah dilantik menjadi Menteri Kesehatan oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada tahun 2007, ia menulis buku berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung yang berisi tentang konspirasi Amerika Serikat dan organisasi WHO dalam mengembangkan senjata biologis dengan menggunakan virus flu burung. Buku ini menuai protes dari petinggi WHO dan Amerika Serikat.
Ia menikah dengan Ir. Muhamad Supari dan dikaruniai 3 orang anak
Ia bekerja sebagai staf pengajar kardiologi Universitas Indonesia. Setelah itu, selama 25 tahun, ia menjadi ahli jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.
Pada tanggal 20 Oktober 2004, Siti Fadilah dilantik menjadi Menteri Kesehatan oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada tahun 2007, ia menulis buku berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung yang berisi tentang konspirasi Amerika Serikat dan organisasi WHO dalam mengembangkan senjata biologis dengan menggunakan virus flu burung. Buku ini menuai protes dari petinggi WHO dan Amerika Serikat.
Ia menikah dengan Ir. Muhamad Supari dan dikaruniai 3 orang anak
Siti Fadilah Supari: Transparansi!
Spoiler for 2. Melawan dunia dengan transparansi:
Virus dari affected countries (negara yang tertular) dikirim ke WHO CC melalui mekanisme GISN. Tetapi keluarnya dari WHO CC ke Los Alamos melalui mekanisme yang semua orang tidak tahu.
Dan di WHO CC, virus diproses untuk dijadikan seed virus dan kemudian diberikan ke perusahaan vaksin untuk dibuat vaksin. Namun ada kemungkinan yang jauh lebih mengkhawatirkan: bisa jadi virus tersebut digunakan sebagai bahan untuk membuat senjata kimia/senjata biologis.
Supari dalam kapasitas sebagai Menteri Kesehatan sejak 20 Desember 2006 memutuskan untuk menghentikan pengiriman specimen virus Flu Burung dari Indonesia ke WHO CC selama mekanismenya masih mengikuti GISN. Menurut Supari, mekanisme GISN yang imperialistik tersebut harus dirubah menjadi mekanisme yang adil dan transparan, sehingga negara-negara penderita yang notabene negara berkembang dan miskin, tidak dirugikan seperti sekarang ini. Maka sejak saat itu pula, gerakan Supari tidak sebatas menyatakan sikap dan pendirian pemerintah terhadap WHO, melainkan melangkah lebih jauh lagi, menggalang dukungan internasional untuk memperjuangkan agendanya tersebut. Berjuang melawan Ketidakadilan WHO.
Perlawanan Supari terhadap WHO, rupanya benar-benar menggetarkan pusat urat syaraf (nerve center) WHO dan berbagai komponen strategis AS yang berada di belakang WHO. Sehingga WHO kemudian menurunkan David Heymann, Asisten Direktur Jenderal WHO yang menangani Flu Burung, untuk mendesak agar Indonesia tetap mengirimkan seasonal vaccine yang menurut Heymannn Indonesia tidak butuh-butuh amat.
Selanjutnya Heymann juga mendesak Menteri Kesehatan agar Indonesia patuh dengan menyetujui dan mengikuti mekanisme GISN dalam mengumpulkan virus H5N1. Dia menjanjikan akan membantu kebutuhan danadan bantuan teknis kepada Indonesia, asalkan tunduk dan patuh pada mekanisme GISN WHO.
Singkat cerita, Supari dengan tegas menolak dengan alasan Indonesia sekarang punya agenda sendiri yang berada di luar skema WHO, apalagi yang mengacu pada mekanisme GISN. Karena WHO dalam pandangannya ada kepentingan terselubung di dalamnya.
Maka pada Sidang World Health Assembly (WHA) Mei 2007, Supari mulai meluaskan gerakannya melawan WHO secara internasional. Dalam Sidang WHA-60 di Komisi A, delegasi Indonesia mengajukan draf resolusi berjudul: Responsible Practices for Sharing Avian Inflluenza Viruses and Resulting Benefits.
Dan hasilnya cukup menakjubkan. Resolusi Indonesia didukung 23 negara co sponsor: Iran, Korea Utara, Vietnam, Irak, Kuba, Palestina, Saudi Arabia, Malaysia, Kamboja, Timor-Leste, Sudan, Myanmar, Maldives, Peru, Brunei Darussalam, Algeria, Qatar, Laos, Solomon Islands, Bhutan, Kuwait, Bolivia, dan Pakistan.
Amerika Serikat, melalui draft resolusinya mengajukan judul: Mechanisme to Promote Access to Influenza Pandemic Vacvine Production, kemudian berbenturan head to head dengan Indonesia.
Namun akhirnya Indonesia menang berkat dukungan 24 negara-negara anggota WHO. Mekanisme virus sharing menurut GISN WHO dinyatakan tidak berlaku lagi.
Maka dengan dukungan 24 negara, Indonesia tercatat sejarah akhirnya mampu mengajukan perubahan mekanisme atau aturan dari organisasi global sekelas WHO. Aturan GISN-WHO yang sudah mapan selama 50 tahun dan mengandung aroma ketidakadilan, merugikan negara-negara berkembang, akhirnya berhasil direformasi berkat kepeloporan Indonesia.
- dipotong dari tulisan Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)
Kasus Korupsi
Spoiler for 3. Kasus Korupsi:
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, divonis empat tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/6/2017). Siti juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Menurut majelis hakim, Siti terbukti menyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan. "Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki saat membacakan amar putusan.
Putusan itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK, yakni enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam pertimbangan yang memberatkan, majelis hakim menilai, Siti tidak mau mengakui perbuatan. Selain itu, perbuatan Siti tidak menudukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Meski demikian, Siti bersikap sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum. Selain itu, Siti telah lanjut usia dan pernah berjasa dalam mengatasi wabah flu burung di Indonesia. Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Siti menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 5,7 miliar.
Menurut majelis hakim, dalam kegiatan pengadaan alkes untuk mengatasi KLB pada tahun 2005, Siti membuat surat rekomendasi mengenai penunjukan langsung. Ia juga meminta agar kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen, Mulya A Hasjmy, menunjuk langsung PT Indofarma Tbk sebagai perusahaan penyedia barang dan jasa.Selain itu, Siti juga dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp 1,9 miliar.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan oleh Direktur Keuangan PT Graha Ismaya Sri Wahyuningsih berupa Mandiri Traveller Cheque (MTC) sejumlah 20 lembar senilai Rp 500 juta. Kemudian, dari Rustam Syarifudin Pakaya yang diperoleh dari Direktur Utama PT Graha Ismaya, Masrizal Achmad Syarif sejumlah Rp 1.375.000.000. Uang tersebut terdiri dari 50 lembar MTC senilai Rp 1,2 miliar dan 1 lembar MTC senilai Rp 25 juta, dan 10 lembar MTC senilai Rp 100 juta. Menurut hakim uang-uang tersebut diberikan karena Siti telah menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) I, serta memperbolehkan PT Graha Ismaya sebagai suplier pengadaan alkes I.
Siti terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mantan Menkes Siti Fadilah Divonis 4 Tahun Penjara", https://nasional.kompas.com/read/201...tahun.penjara.
Penulis : Abba Gabrillin
Menurut majelis hakim, Siti terbukti menyalahgunaan wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan. "Mengadili, menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki saat membacakan amar putusan.
Putusan itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK, yakni enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam pertimbangan yang memberatkan, majelis hakim menilai, Siti tidak mau mengakui perbuatan. Selain itu, perbuatan Siti tidak menudukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Meski demikian, Siti bersikap sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum. Selain itu, Siti telah lanjut usia dan pernah berjasa dalam mengatasi wabah flu burung di Indonesia. Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Siti menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 5,7 miliar.
Menurut majelis hakim, dalam kegiatan pengadaan alkes untuk mengatasi KLB pada tahun 2005, Siti membuat surat rekomendasi mengenai penunjukan langsung. Ia juga meminta agar kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen, Mulya A Hasjmy, menunjuk langsung PT Indofarma Tbk sebagai perusahaan penyedia barang dan jasa.Selain itu, Siti juga dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp 1,9 miliar.
Menurut jaksa, uang tersebut diberikan oleh Direktur Keuangan PT Graha Ismaya Sri Wahyuningsih berupa Mandiri Traveller Cheque (MTC) sejumlah 20 lembar senilai Rp 500 juta. Kemudian, dari Rustam Syarifudin Pakaya yang diperoleh dari Direktur Utama PT Graha Ismaya, Masrizal Achmad Syarif sejumlah Rp 1.375.000.000. Uang tersebut terdiri dari 50 lembar MTC senilai Rp 1,2 miliar dan 1 lembar MTC senilai Rp 25 juta, dan 10 lembar MTC senilai Rp 100 juta. Menurut hakim uang-uang tersebut diberikan karena Siti telah menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) I, serta memperbolehkan PT Graha Ismaya sebagai suplier pengadaan alkes I.
Siti terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mantan Menkes Siti Fadilah Divonis 4 Tahun Penjara", https://nasional.kompas.com/read/201...tahun.penjara.
Penulis : Abba Gabrillin
Kejanggalan kasus korupsi
Spoiler for Kejanggalan Kasus Korupsi:
Spoiler for Tidak ada Dakwaan:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) tahun 2004-2009, Siti Fadilah Supari. Kuasa hukumnya, Achmad Kholidi, mengungkapkan bahwa terdapat ketidakadilan dalam penahanan kliennya tersebut.
Achmad mengatakan, ketidakadilan itu disebabkan oleh adanya beberapa kejanggalan, salah satunya yaitu tidak ada dalam dakwaan mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan, Rustam Syarifudin Pakaya disebutkan bahwa Siti mendapat jatah dari hasil korupsi pengadaan alat kesehatan.
"Rustam Pakaya itu tidak pernah mengakui baik dari BAP (berita acara pemeriksaan) maupun di fakta persidangan, tidak pernah mengatakan bahwa dia menyerahkan kepada ibu Siti Fadilah," kata Achmad di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Selasa (25/10).
Achmad mengatakan, ketidakadilan itu disebabkan oleh adanya beberapa kejanggalan, salah satunya yaitu tidak ada dalam dakwaan mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan, Rustam Syarifudin Pakaya disebutkan bahwa Siti mendapat jatah dari hasil korupsi pengadaan alat kesehatan.
"Rustam Pakaya itu tidak pernah mengakui baik dari BAP (berita acara pemeriksaan) maupun di fakta persidangan, tidak pernah mengatakan bahwa dia menyerahkan kepada ibu Siti Fadilah," kata Achmad di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Selasa (25/10).
Spoiler for Proses Pemeriksaan yang baru dilakukan sehari:
Selain itu, kejanggalan dalam penahanan Siti Fadilah juga terdapat pada proses pemeriksaan yang baru dilakukan satu kali. Achmad mengatakan, pihaknya mengaku heran dengan datangnya surat penahanan setelah pemeriksaan pertama, padahal belum sampai ke proses perkara.
"Kemarin itu ibu baru diperiksa seputar apakah kenal dengan Rustam Pakaya, dan lain-lain. Hanya konfirmasi seperti itu. Tapi pas kita mau pulang, tahu-tahu datanglah surat untuk melakukan penahanan. Kami protes. Karena berkenaan juga dengan mana alat buktinya," tutur Achmad.
"Kemarin itu ibu baru diperiksa seputar apakah kenal dengan Rustam Pakaya, dan lain-lain. Hanya konfirmasi seperti itu. Tapi pas kita mau pulang, tahu-tahu datanglah surat untuk melakukan penahanan. Kami protes. Karena berkenaan juga dengan mana alat buktinya," tutur Achmad.
Spoiler for Mirip Kriminalisasi Antasari Azhar:
"Kriminalisasi yang menimpa Siti Fadilah ini mirip dengan yang pernah dialami oleh Mantan Ketua KPK, Antasari Azhar. Saat itu Antasari tidak terbukti pernah menyerahkan amplop coklat pada Wiliardi Wizard, tapi tetap dipenjara. Sekarang Siti Fadilah juga tidak pernah terbukti menyerahkan amplop pada Cici Tegal, tapi juga dipenjara. Jadi tanpa bukti hukum mereka dipenjara. Memang aneh ini," ujar praktisi hukum Hermawanto dalam siaran persnya, Rabu, 8 Maret 2017.
Mantan pengacara yang tergabung dalam Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini menjelaskan kelemahan dakwaan pada Siti Fadilah yang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 atau 2 KUHP. Tanpa bukti-bukti yang cukup, Siti didakwa menyalahgunakan kekuasannya, melakukan perbuatan menganjurkan dengan memberi arahan melalui surat rekomendasi serta meminta agar Mulya A Hasjmy melakukan penunjukan langsung kepada PT Indofarma Tbk, sebagai penyedia barang dan jasa.
"Kenyataannya adalah Siti Fadilah sebagai Pengguna Anggaran (PA) secara hukum kewenangannya telah berpindah kepada KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) yaitu Mulya A. Hasjmy sejak Surat Keputusan Menkes RI Nomor: 470/MENKES/SK/III/2005 tanggal 28 Maret 2005 di keluarkan yang isinya mengatur agar penunjukan langsung harus sesuai dengan Undang-Undang. Tidak pernah ada bukti Siti Fadilah menunjuk langsung perusahaan pengada barang," katanya.
Menurutnya, semua persoalan sesungguhnya telah berakhir pada Mulya Hasymi, dengan kewenangan dan tanggungjawab yang melekat pada Mulya Hasmi, semua perbuatan didesign dan dilakukan secara sadar oleh Mulya Hasymi.
"Jika keputusan menteri itu salah karena adanya kesalahan pejabat dibawahnya yang menjalankan pekerjaan secara tidak benar apalagi 'bohong', maka sesungguhnya kesalahan itu dilakukan oleh pejabat yang 'membohongi' dan pertanggungjawaban pidana pun selayaknya pada pejabat yang bersangkutan," tegasnya.
Hermawanto juga menjelaskan bahwa tanpa bukti yang cukup Siti Fadilah didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu PT Indofarma Tbk dan PT Mitra Mediadua, sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.148.638.000,00.
"Apakah Siti Fadilah meminta sesuatu pada Mulya Hasymi, jika ya permintaannya apa? Mana buktinya? Kesaksian tanpa bukti bisa menjurus ke fitnah," ujarnya.
Kasus yang menimpa Siti Fadilah adalah akibat penyimpangan pengadaan bufferstock peralatan rumah sakit umum di Kotacane, Aceh. Hal ini sudah pernah diungkapkan oleh Siti Fadilah pada majelis hakim dalam persidangan dengan terdakwa Mulya A. Hasjmy. Siti Fadilah memang mengeluarkan Surat Keputusan Menkes RI Nomor: 470/MENKES/SK/III/2005 tanggal 28 Maret 2005 yang mengatur cara penunjukan langsung sesuai undang-undang yang berlaku pada pengadaan bufferstock alat kesehatan tersebut untuk rumah sakit di Kotacane, Aceh.
Mantan pengacara yang tergabung dalam Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini menjelaskan kelemahan dakwaan pada Siti Fadilah yang dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 atau 2 KUHP. Tanpa bukti-bukti yang cukup, Siti didakwa menyalahgunakan kekuasannya, melakukan perbuatan menganjurkan dengan memberi arahan melalui surat rekomendasi serta meminta agar Mulya A Hasjmy melakukan penunjukan langsung kepada PT Indofarma Tbk, sebagai penyedia barang dan jasa.
"Kenyataannya adalah Siti Fadilah sebagai Pengguna Anggaran (PA) secara hukum kewenangannya telah berpindah kepada KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) yaitu Mulya A. Hasjmy sejak Surat Keputusan Menkes RI Nomor: 470/MENKES/SK/III/2005 tanggal 28 Maret 2005 di keluarkan yang isinya mengatur agar penunjukan langsung harus sesuai dengan Undang-Undang. Tidak pernah ada bukti Siti Fadilah menunjuk langsung perusahaan pengada barang," katanya.
Menurutnya, semua persoalan sesungguhnya telah berakhir pada Mulya Hasymi, dengan kewenangan dan tanggungjawab yang melekat pada Mulya Hasmi, semua perbuatan didesign dan dilakukan secara sadar oleh Mulya Hasymi.
"Jika keputusan menteri itu salah karena adanya kesalahan pejabat dibawahnya yang menjalankan pekerjaan secara tidak benar apalagi 'bohong', maka sesungguhnya kesalahan itu dilakukan oleh pejabat yang 'membohongi' dan pertanggungjawaban pidana pun selayaknya pada pejabat yang bersangkutan," tegasnya.
Hermawanto juga menjelaskan bahwa tanpa bukti yang cukup Siti Fadilah didakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu PT Indofarma Tbk dan PT Mitra Mediadua, sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.148.638.000,00.
"Apakah Siti Fadilah meminta sesuatu pada Mulya Hasymi, jika ya permintaannya apa? Mana buktinya? Kesaksian tanpa bukti bisa menjurus ke fitnah," ujarnya.
Kasus yang menimpa Siti Fadilah adalah akibat penyimpangan pengadaan bufferstock peralatan rumah sakit umum di Kotacane, Aceh. Hal ini sudah pernah diungkapkan oleh Siti Fadilah pada majelis hakim dalam persidangan dengan terdakwa Mulya A. Hasjmy. Siti Fadilah memang mengeluarkan Surat Keputusan Menkes RI Nomor: 470/MENKES/SK/III/2005 tanggal 28 Maret 2005 yang mengatur cara penunjukan langsung sesuai undang-undang yang berlaku pada pengadaan bufferstock alat kesehatan tersebut untuk rumah sakit di Kotacane, Aceh.
Dari berbagai macam thread mengenai beliau ane Cuma nemu Satu Threadyang membahas mengenai jasa bu Siti. Secara pribadi ane merasa kasus ibu yang satu ini agak dibuat buat seperti dendam gara gara doi dulu berani beraninya bikin buku buat mengkritik skema pengiriman sample flu burung.
Ane pribadi yakin dia kalo emang tujuannya duit, bisa dapat lebih dari 6,1 Triliun IDR, dari masalah vaksin sebelumnya. Disini ane Cuma mau mengajak teman teman buat ikutan sedikit berfikir. Meskipun dia tersangka kasus korupsi, tapi kasusnya sendiri terlalu dipaksakan.
Spoiler for Tambahan:
The business of vaccines is soon to become a major source of profits for the world’s largest pharmaceutical corporations. A press release (Business Wire, January 21st 2016) published by marketwatch.com says that Technavio, one of the leading technology research and advisory companies in the world predicts that pharmaceutical corporations who produce vaccines will reach an estimated $61 billion in profits by 2020.
Today the vaccine market is worth close to $24 billion.
-- https://www.globalresearch.ca/big-ph...market/5503945
Today the vaccine market is worth close to $24 billion.
-- https://www.globalresearch.ca/big-ph...market/5503945
Polling
0 suara
Menurut Agan apakah Posisi ibu Supari ini dimana?
0
1.1K
Kutip
6
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan