pengangkutan 130 Karyawan STC di kawasan Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Kamis (19/7).
Quote:
JAMBI-INDEPENDENT.CO.ID-
Direktur Utama PT Sebuku Tanjung Coal (STC) Soenarkomengecam sikap aparat Polres Kotabaru yang menangkap 130 karyawannya, di Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Kamis (19/7). Pasalnya, tindakan itu dinilainya tidak memiliki dasar hukum dan tindakan pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Soenarko menjelaskan, kejadian itu berawal saat karyawannya menjaga areal lahan yang sudah lama dibebaskan. Kemudian ada yang mengklaim dan melakukan land clearing dengan alat berat buldozer tanpa ada dasar hukum yang jelas.
Lalu, lanjut Soenarko, karyawannya berusaha menghentikan land clearing itu. Tapi kemudian puluhan preman mendatangi para pekerja PT Subuku dengan menggunakan senjata tajam.
"Kami menambah petugas keamanan, kenapa karyawan kami yang dibawa ke Polres. Ini maksudnya apa?" kata Soenarko dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/7).
Mantan Danjen Kopassus itu mengecam keras sikap aparat Polres Kotabaru yang bersikap memihak kepada kelompok penyerobot lahan milik PT Sebuku Tanjung Coal. Apalagi, imbuh dia, dengan mengerahkan ratusan polisi bersenjata lengkap memasuki areal perusahaan.
"Ada ratusan polisi mendatangi areal perusahaan kami, seolah-olah ada perang saja. Kemudian mengangkut beberapa petugas kami. Ini kan bentuk keberpihakan aparat kepada pihak yang jelas-jelas merampas areal milik PT Sebuku Tanjung Coal. Jelas kami tuntut keadilan," tegasnya.
Menurut Soenarko, sikap para oknum Polres Kotabaru ini seolah menjadi pihak yang mendukung perampasan lahan. Sebab, sehari sebelumnya, mengundang proses mediasi di Kantor Kapolres.
Bahkan, saat pertemuan tersebut, perwakilan PT Sebuku Grup memaparkan proses pembelian lahan dari warga yang sudah berlangsung lama.
Wilayah itu pula merupakan areal konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara. Sementara mereka yang mengklaim tidak bisa menunjukan surat-surat yang benar.
"Kok sehari kemudian karyawan kami ditangkapi, ini kan aneh," kata
mantan Panglima Daerah Militer Iskandar Muda Aceh ini.
Penangkapan yang dilakukan aparat, menurut dia, pada saat karyawan sudah mundur 300 meter dari area lokasi yang dipersengkatan.
"Area lahan yang dipersengketakan sudah kosong, karyawan kami mundur sekitar 300 meter dan masih berada di areal STC. Tapi tetap ditangkap dan diangkut ke Polres," tegasnya.
http://www.jambi-independent.co.id/r...untut-keadilan
polres sdh benar dan netral ditengah demi mencegah perkelahian gajah.
ini kasus sengketa lahan lama. kuasa hukum STC adalah YIM. koperasi angkatan ikut pasang bendera dimari.
lawannya MSAM. bisnis sawit. dukungan dari petinggi pusat, brigade coklat dan pemda setempat.
Sementara aman. tercapai keseimbangan semu.
baru sesudah panglima marsekal, STC unit yg bertugas dilapangan ditarik. kalah taji .... nuntut keadilan.
Quote:
Cegah Pertumpahan Darah di Lahan PT MSAM & PT STC, Polres Kotabaru Ambil Langkah Ini

Ratusan orang pekerja wakad di PT STC yang sempat diamankan, dipulangan dengan diantar menggunakan bus dan truk dalmas Polres Kotabaru.
BANJARMASINPOST.CO.ID, KOTABARU- Sebanyak 151 orang warga pekerja wakar di PT Sebuku Tanjung Coal (STC) yang diamankan jajaran Kepolisian Resort (Resor), Kamis (19/7/2018) kemarin dipulangkan. Sebelumnya ratusan pekerja wakar mayoritas dari beberapa wilayah di Kotabaru terlebih dulu dilakukan pendataan.
Pengamanan ratusan pekerja diamankan saat berada di lahan sengketa antara PT MSAM dan PT STC, upaya tindakan diskresi kepolisian mencegah terjadinya konfliks berpotensi memicu pertumpahan darah.
Selain ratusan pekerja wakar, anggota polres Kotabaru dibekup personel sat brimob Polda Kalsel juga sempat mengamankan empat orang karyawan PT STC.
"Ada juga tiga orang sebelumnya diamankan saat dilakukan razia kewilayahan dan ditemukan sajam. Razia dilakukan di jalan wilayah Stagen. Hasil interogasi mereka juga bekerja di STC," kata Kapolres Kotabaru AKBP Suhasto Sik SH, Jumat (20/7/2018).
Menurut Suhasto kepada banjarmasinpost.co.id dan beberapa awak media lokal, tindakan diskresi menjadi kewenangan kepolisian. Pembubaran paksa massa saat itu menduduki lahan sengketa, dengan tujuan lahan dikosongkan agar tidak memincu kilonflik.
"Apalagi sampai terjadi pertumpahan darah. Maka dari itu tindakan diskresi dilakukan mencegah terjadi konflik. Karena bisa saja dari pihak perusahaan yang satu (MSAM) menurunkan massa. Itu yang kita hindari," terang Suhasto.
Ditambahkan dia, terkait sengketa lahan seluas 36 hektar di wilayah Sungai Jernih, Desa Selaru, Kecamatan Pulaulaut Tengah, sebelumya sudah beberapa kali dilakukan mediasi yang melibatkan semua pihak termasuk dari PT STC dan MSAM.
Mediasi pertama dilakukan di tingkat kecamatan Pulaulaut Tengah, karena aksi pendudukan massa di lahan disengketakan. Namun menemui jalan buntu.
Tidak ada penyelesaian, tambah Suhasto, karena dari pihak dari PT STC tidak mau menunjukan bukti alas hak lahan yang diklaim. Dengan alasan akan ditunjukan saat dipersidangan.
Kecuali dari pihak PT MSAM, masih menurut Suhasto, mereka ada menunjukan bukti alas hak lahan berupa segel dengan tahun 1982, 1983, dan 1984.
http://banjarmasin.tribunnews.com/20...il-langkah-ini