Mungkin tidak ada artefak yang lebih misterus selain Gulungan atau Naskah Laut Mati ("The Dead Sea Scrolls") yang berkenaan langsung dengan catatan sejarah dalam alkitabiah.

Sejak ditemukan di gua-gua Qumran lebih dari 50 tahun yang lalu, semua gulungan dan fragmen dari Naskah Laut Mati disortir, sehingga menghasilkan sekitar 800 manuskrip. Sekitar seperempat, atau lebih dari 200 manuskrip, adalah salinan bagian dari teks Alkitab Ibrani.



Selama lebih dari empat tahun, para ahli di laboratorium yang dibangun di dalam Museum Israel dan bagian dari proyek Pustaka Digital Laut Mati Leon Levy telah mengerjakan proyek ambisius yang bertujuan untuk memindai ribuan fragmen gulungan dan mengubahnya menjadi perpustakaan digital.



Fragmen-fragmen ini difoto 28 kali dengan kamera khusus dan lampu dengan panjang gelombang cahaya yang berbeda. Lebih dari sekali teknik ini berhasil mengungkap huruf dan kata-kata yang terhapus, rusak atau terbakar dalam banyak potongan gulungan.

Proyek penelitian ini diikuti oleh spesialis bahasa kuno Akademi Bahasa Ibrani, sebuah lembaga yang baru-baru ini merilis beberapa kata yang diungkap sejauh ini, lapor situs Haaretz.

Menurut laporan dari situs Haaretz, para peneliti dan pakar linguistik dari Akademi Bahasa Ibrani bergabung dengan proyek ini, belum lama ini mereka mengungkapkan beberapa kata yang cukup mengejutkan.


Bagian Naskah laut Mati yang berbicara tentang "Hari Penghakiman
Salah satu peneliti, Dr. Alexey Yuditsky, menganalisis sekelompok gulungan berisi penafsiran Kitab Kejadian oleh penduduk Qumran, khususnya, penafsiran kisah tentang konstruksi bahtera Nuh. Peneliti berhasil menemukan bahwa salah satu fragmen berisi kata-kata 'ketinggian busur' dan kata tambahan: ne'esefet.

Haaretz melaporkan bahwa pembacaan baru fragmenini telah mengubah pemahaman kita tentang bagaimana sebenarnya Bahtera Nabi Nuh. Sebelumnya, sebuah kata yang mengikuti frasa "ketinggian bahtera" sebelumnya tidak dapat terbaca.

Namun, hasil pemindaian terbaru menunjukkan bahwa kata-kata yang benar adalah ne'esefet, yang berarti "berkumpul," yang menurut peneliti Dr. Alexey Yuditsky, berarti bahwa tulang bahtera berkumpul di bagian atas dalam bentuk piramida. Dr. Yuditsky mengatakan bahwa Septuaginta, terjemahan Yunani dari Alkitab yang berasal dari abad ke-3 SM, menggunakan kata kerja Yunani dengan arti yang sama untuk menggambarkan Bahtera. Selain itu, penulis abad pertengahan seperti Maimonides menyarankan bahwa atap bahtera itu runcing.



Dengan kata lain, fragmen teks ini ditafsirkan sebagai bahtera Nabi Nuh berbentuk piramida di mana pemegang busur ditutup di bagian atas, yang berarti bahwa bagian bawah bahtera sangat lebar dan bagian atas sempit dan runcing.



Peneliti juga mendukung penafsiran teks yang diungkapkan dalam terjemahan Alkitab Yunani dari abad ketiga SM. dan teks Talmud di mana dinyatakan bahwa bahtera itu bergabung di atas.

Ada dua deskripsi kapal yang muncul dalam literatur kuno, anehnya, tak satu pun dari deskripsi itu tampaknya memenuhi standar teknik dari sebuah kapal laut karena desain-desain itu mengilustrasikan sebuah kapal yang benar-benar tidak layak untuk disebut sebuah 'kapal laut'.



Di Perjanjian Lama bahtera Nuh digambarkan berbentuk "kotak" persegi panjang dengan sisi lurus, dan tidak memiliki lengkungan atau busur. Faktanya, menurut sejarawan kata Ibrani untuk “the ark” (bahtera) adalah sebuah kotak atau wadah. Para sejarawan menunjukkan bahwa permainan kata tidak banyak artinya di sini karena orang-orang Ibrani pada dasarnya adalah bukan orang-orang yang biasa mengarungi lautan dan memiliki pengalaman yang sangat sedikit dengan kapal.

Memang aneh kedengarannya jika bahtera berbentuk piramid, tapi itulah yang ditafsirkan ilmuwan dari hasil penerjemahan Naskah Laut Mati.