dybala.maskAvatar border
TS
dybala.mask
Pengamat: Jakarta Belum Adil dan Maju, Warganya Belum Bahagia
Penataan Tanah Abang, becak dan reklamasi menjadi sorotan pengamat.
OK Otrip, OK OCE, dan program DP 0% dinilai sulit direalisasikan dengan optimal.

Jakarta - Hari ini, Kota Jakarta merayakan ulang tahunnya ke-491 tahun. Jakarta sudah berumur sangat tua. Banyak perkembangan pembangunan yang dialami kota yang dulu bernama Batavia ini.

Sudah banyak Gubernur dan Wakil Gubernur yang memimpin Kota Jakarta dan terlihat bagaimana bekerja untuk kemajuan kota dan kesejahteraan warganya. Saat ini, tampuk kepemimpinan sudah diserahkan ke tangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Tepatnya, mereka sudah memimpin Jakarta lebih dari delapan bulan sejak dilantik pada 16 Oktober 2017 lalu.

Selama delapan bulan tersebut berbagai kebijakan telah dikeluarkan keduanya. Namun, belum terlihat pembangunan infrastruktur yang berjalan di bawah kepemimpinan mereka. Semuanya baru berdasar pada melanjutkan pembangunan yang telah dimulai oleh pemimpin sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.

Memang delapan bulan belum bisa menilai kinerja seorang gubernur dan wakil gubernur. Kendati demikian, dalam waktu tersebut sudah dapat menilai bagaimana komitmen mereka berdua menjadi pelayan rakyat Jakarta.

Seperti pandangan pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga. Ia menilai keduanya belum mampu membuat Jakarta menjadi kota yang adil dan maju. Serta belum mampu membuat warga Jakarta bahagia. Padahal tagline Anies dan Sandi adalah “Maju Kotanya, Bahagia Warganya.”

Menurutnya, Jakarta Adil, jika pemimpin daerah membangun kota sesuai aturan hukum dan rencana tata kota yang sudah ada.

Penutupan Jalan Jatibaru Raya di Tanah Abang, melegalkan PKL berjualan di jalan dan trotoar, dan mengijinkan kembali becak beroperasi menunjukkan ketidakadilan dan melanggar Undang-Undang (UU) No. 38 tahun 2004 tentang Jalan, UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Perda DKI Jakarta No. 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

Temuan dan rekomendasi Ditlantas Polda Metro Jaya dan Ombudsman Republik Indonesia Wilayah DKI Jakarta tidak membuat Gubernur DKI untuk membuka kembali Jalan Jatibaru Raya.

“Sementara konsep penataan kawasan Tanah Abang secara menyeluruh (rencana induk, panduan rancang kota, gambar rinci) belum juga terealisasi,” kata Nirwono kepada Beritasatu.com, Jumat (22/6).

Kebijakan ganda penerapan Perda No 1 tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta 2030 ditunjukkan pada penghentian reklamasi pantura Teluk Jakarta, percepatan penyelesaian Raperda Rencana Zona Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta, serta Pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang diatur dalam Pergub DKI No. 58 tahun 2018.

“Keberadaan Pergub No 58/2018 ini yang menimbulkan polemik baru,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Beritasatu.com, Anies dan Sandiaga bersikeras tetap menghentikan reklamasi sesuai janji kampanyenya. Komitmennya itu terlihat pada tindakan penyegelan 932 bangunan tanpa IMB di Pulau D. Banyak tuaian pujian atas tindakan Anies yang dilakukan pada 7 Juni lalu. Bahkan ada dua karangan bunga yang dikirimkan ke Balai Kota DKI untuk mendukung tindakan Anies. Padahal penyegelan tersebut sudah pernah dua kali dilakukan pada era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama. Yaitu pada tahun 2015 dan 2016.

Namun “tindakan terpuji” yang dinilai menjadi cikal bakal penghentian reklamasi akan terwujud, ternodai dengan lahirnya Pergub No 58 tahun 2018. Yang ditandatangani oleh Anies pada 4 Juni 2018.

Pergub ini merupakan dasar hukum pembentukan Badan Koordinasi Pengelolaan (BKP) Reklamasi Pantai Utara Jakarta (Pantura). Tugas dari badan ini adalah mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan Reklamasi Pantura.

Juga bertugas mengkoordinasikan pengelolaan hasil reklamasi pantura dan penataan kembali kawasan daratan pantura. Serta memberikan rekomendasi kebijakan dalam rangka penyelenggaraan reklamasi pantura, pengelolaan hasil reklamasi pantura dan penataan kembali daratan pantura.

Dengan kata lain, Pergub ini memberikan sinyal hijau, bahwa proyek reklamasi 12 pulau akan dilanjutkan Pemprov DKI.

Masih terkait dengan ketidaksesuaian aturan hukum dan rencana tata kota, saat Anies mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) No. 878 tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat menetapkan 21 lokasi kampung yang akan ditata kembali.

“Persoalannya sesuai RDTR DKI Jakarta 2030 lokasi Kampung Tongkol, Lodan, Kerapu termasuk zona putih/sempadan sungai/jalan inspeksi, Akuarium termasuk zona hijau/RTH, Marlina termasuk zona ungu/perkantoran dan coklat/jenis usaha, Gedung Pompa juga termasuk zona ungu/perkantoran, Kerang Ijo termasuk zona biru/perairan laut, serta Rawa Barat dan Rawa Timur masih termasuk zona hijau/RTH,” jelasnya.

Nirwono menegaskan, Jakarta maju jika program pembangunan kota tidak berubah-ubah mengikuti pameo ganti gubernur ganti kebijakan.

“Siapa pun pemimpin DKI harus bersikap bijak dan legawa untuk mau meneruskan program gubernur terdahulu yang dinilai berhasil dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat,” tuturnya.

Pembangunan ruang publik terpadu ramah anak, revitalisasi waduk/situ (Taman Waduk Pluit dan Waduk Ria-rio), peremajaan dan pengintegrasian angkutan umum dan bus sedang dengan bus Trans Jakarta, pembangunan massal dan terpadu pasar dan rusunawa, reformasi dan profesionalitas birokrasi, kehandalan petugas prasarana dan sarana umum (pasukan oranye) merupakan beberapa program yang diakui berhasil.

Namun, tiba-tiba, Pemprov DKI mengizinkan becak beroperasi kembali. Ini menunjukkan kemunduran kebijakan. Sementara Pemprov DKI tengah giat membangun infrastruktur dan mendorong masyarakat beralih ke transportasi massal.

Tidak hanya itu, kebijakan memberi tempat PKL di jalan dan trotoar membuat citra Pemprov DKI mundur. Warga tentu masih ingat pada era gubernur sebelumnya justru menggencarkan Bulan Tertib Trotoar.

Tak sampai di situ, Pemprov DKI juga menghentikan program yang sudah berjalan baik dan menggantikan dengan program baru yang belum matang konsep pelaksanaan dan penganggaran menjadi bumerang bagi gubernur untuk menyerap anggaran dengan cepat dan besar.

“Terbukti serapan APBD DKI Jakarta pada semester I-2018 masih rendah yakni total 24,45 persen. Idealnya 35-40 persen dan realisasi fisik sebesar 40,53 persen padahal target 50 persen,” paparnya.

Misal, Dinas Sumber Daya Air kesulitan membebaskan lahan untuk revitalisasi waduk/situ atau normalisasi kali yang mengharuskan relokasi (baca: menggusur) perumahan warga, yang justru dihindari Anies-Sandi. Konsep naturalisasi yang belum jelas dan ketidaksiapan rusun bagi warga terdampak proyek membuat Dinas SDA tidak dapat berbuat banyak.

Selanjutnya, warga Jakarta bahagia, jika mereka dapat segera merasakan hasil program pembangunan seperti yang dijanjikan dalam kampanye. Program Rumah Tanpa Uang Muka (Nol Rupiah) menyaratkan calon peminat program bukan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), bantuan uang muka (tidak bisa dari APBD) sebagai pinjaman tetap harus dicicil pengembaliannya.

“Skema cicilan dengan bunga sebesar 5 persen selama maksimal 20 tahun, sementara jabatan gubernur hanya 5 tahun. Tidak ada jaminan ganti gubernur program akan berlanjut,” ungkapnya.

Penerapan OK OTrip terkendala nilai harga perkiraan sendiri untuk tarif rupiah per kilometer yang masih terlalu rendah dan pembatasan jumlah angkutan kota yang bisa bergabung. Pengurangan jumlah trayek membutuhkan solusi jitu penataan sisa angkutan kota, serta nasib pemilik dan pengemudi.

“Kemudian, Program OK OCE untuk membuka lapangan kerja baru dengan target 200.000atau 40.000 per tahun perlu segera direalisasi. Lalu ketidakjelasan konsep Taman Maju Bersama sebagai pengganti RPTRA membuat dinas terkait memilih tetap membangun 10 taman baru seperti biasa untuk mempercepat serapan anggaran,” jelasnya.

Wakil Gubernur DKI, Sandiaga Uno mengakui masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukannya bersama Gubernur DKI, Anies Baswedan untuk membangun kota Jakarta dan menyejahterakan warga Jakarta sesuai dengan moto mereka, “Maju Kotanya, Bahagia Warganya.”

Diakuinya delapan bulan memimpin Jakarta belum dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan dalam menjalankan tugasnya. Apalagi saat ini, pihaknya lebih fokus dalam menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya melalui program One Kecamatan One Central Enterpreneurship (OK OCE).

“Kita fokus menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya. Karena dengan membuka akses lapangan kerja seluas-luasnya dapat menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi mengharapkan di pertambahan usia Kota Jakarta, hubungan antara eksekutif dan legislatif lebih baik. Serta, suara DPRD DKI lebih didengar oleh Anies dan Sandiaga.

“Kedepan ini kita makin membaik hubungannya. Mudah-mudahan suara kita, DPRD didengar juga oleh Gubernur dan Wakil Gubernur. Kalau fungsi kita tidak kita jalankan juga sebagai fungsi pengawasan, berat juga. Seperti masalah Tanah Abang, kan berat,” kata Prasetio.

http://www.beritasatu.com/megalopoli...m-bahagia.html

Kembali ke dark age..gini mau nyapres ?
0
1.1K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan