- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kenapa Harus si Pinisi?


TS
annirobiah
Kenapa Harus si Pinisi?

Hai, ketemu lagi sama ane, anak sastra yang kagak bisa nyastra.
Bicara koleksi sebenarnya bukanlah hal yang mudah. Ane secara pribadi cukup bingung untuk mengatakan apa sebenarnya yang benar-benar ane koleksi. Ngumpulin buku, pernah. Tapi, nyatanya koleksi ane lenyap di tangan-tangan peminjam yang entah di mana kini rimbanya. Ngumpulin receh? Duh, ini apalagi. Bertahun-tahun ane kumpulin. Tapi berakhir di tempat abang fotokopi untuk nge-print dan menggandakan tugas-tugas kampus yang kelewat batas. Sejenak ane berpikir, apa sebenarnya yang ane koleksi tanpa pernah merelakan meminjamkan atau menjual barang tersebut kepada orang lain. Akhirnya muncul satu kata diingatan ane, “uang kertas lama”.
Dari ingatan tersebut, kemudian ane membongkar seluruh koleksi uang-uang lama yang ane punya. Enggak banyak sih, ya kalau dibilang kolektor juga belum cocok, secara ane cuma punya beberapa doang. Jreng-jreng...

Uang-uang tersebut merupakan uang yang tercetak dengan angka mulai dari tahun 1964-1992. Ada cetakan uang seribu dengan gambar pariwisata kebanggaan Sumatera Utara yang kini lagi berduka, yakni Danau Toba sampe uang cetakan lima ratus rupiah bergambarkan monyet yang sering jadi candaan anak-anak dulu. Ada yang ingat kisahnya? Ane sedikit akan sedikit berkisah. Kira-kira beginilah anak-anak di kota ane bercanda.
Quote:
Kalau sekarang sih ya udah keren lagi ceritanya. Monyetnya bisa ngomong. Gak percaya? Cek aja di ig atau youtube.
Tapi, dari beberapa koleksi yang ane punya, ane lebih seneng sama si Merah Pinisi. Yaps. Uang dengan nilai seratus rupiah tersebut kagak pernah absen dari dompet ane. Ada kenangan yang cukup menggelikan jika diingat di usia yang tak lagi balita.
Dulu, sebelum mengerti nilai dari suatu uang, ane minta ke ayah senilai seribu rupiah, tapi ane tuh kagak mau dikasih yang seribu. Maunya uang gambar kapal entuh. Alhasil, ayah ane sampai kesel untuk jelasin kalau yang ane minta itu bukan seribu rupiah tapi seratus. Cerita itu dikisahkan kembali ketika ane udah mengerti dan mengingat apapun yang terjadi. Yah, cukup bisalah dijadikan bahan tertawaan oleh kakak-kakak ane dan itu juga salah satu alasan kenapa si Pinisi selalu ada di dompet. Semuanya karena sebuah kenangan. Kenangan itu gak bisa dibeli, makanya ane berusaha untuk terus mengingatnya dengan cara menyimpan uang tersebut.
Btw, koleksi ane ya begitulah, seadanya. Sebab ane gak punya modal besar buat ngumpulin semuanya. Beberapa ane beli dengan harga miring, sedangkan khusus si Pinisi, emang dari zaman SD ane selalu sisain satu di dompet. So, pinisi emang gak pernah berpindah tangan. Semoga sampai kapan pun ia tetap di sana bersama kenangan yang takkan terulang.
Salam kenangan!
Note: Tidak diperjualbelikan!

0
1.4K
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan