Kaskus

Entertainment

dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Berbeda tapi Satu
Berbeda tapi Satu

Apa pun agama dan kepercayaannya, Ketuhanan yang dikehendaki Pancasila adalah Ketuhanan yang bersifat membebaskan, memuliakan keadilan dan persaudaraan; ketuhanan yang lapang dan toleran yang memberi semangat persatuan dalam kergaman.

Oleh: Yudi Latif

Sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang (kemerdekaan) negara Indonesia, masyarakat Nusantara telah melewati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal, (sekitar) 14 abad pengaruh Hindisme dan Budhisme, (sekitar) tujuh abad pengaruh Islam, dan (sekitar) empat abad pengaruh Kristen.

Sejak zaman batu hingga pengaruh kebudayaan perunggu, masyarakat prasejarah Nusantara telah mengembangkan sistem kepercayaan tersendiri, yang pada umumnya bercorak politeistik. Sekitar abad ke-3 dan ke-4 Masehi mulai masuk pengaruh agama sejarah dari India (Budha dan Hindu), disusul oleh pengaruh Islam dari Timur Tengah mulai sekitar abad ke-7 dan tersebar luas setidaknya sejak abad ke-13. Hampir bersamaan dengan penyebaran Islam, masuk pula pengaruh keagamaan dari Cina (Konghucu), menyusul kemudian pengaruh Kristen dari Eropa setidaknya sejak abad ke-16.

Dengan penyebaran sistem kepercayaan agama-agama sejarah dari peradaban lain, sistem keagamaan masyarakat prasejarah Nusantara ini tidaklah serta-merta musnah. Di berbagai daerah, unsur-unsur kepercayaan dan keagamaan yang diwariskan dari zaman pra-sejarah ini masih bertahan atau mengalami proses sinkretik dengan agama-agama sejarah. Beberapa contoh bisa disebutkan seperti Sunda Wiwitan (dengan segala variannya) di Jawa Barat; Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur; agama Parmalim, agama asli Batak; agama Kaharingan di Kalimantan; kepercayaan Tona'as Walian di Minahasa, Sulawesi Utara; Tolottang di Sulawesi Selatan; Naurus di Pulau Seram di Propinsi Maluku; dan lain-lain.

Secara historis, hidup religius dengan kerelaan menerima keragaman telah lama diterima sebagai kewajaran oleh penduduk Nusantara. Sejak zaman Kerajaan Majapahit, doktrin agama sipil untuk mensenyawakan keragaman ekspresi keagamaan telah diformulasikan oleh Mpu Tantular dalam Sutasoma, 'Bhinneka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa'; berbeda-beda namun satu, tiada kebenaran yang mendua.

Sila pertama Pancasila berbunyi 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. Yang ditekankan di sini bukan Tuhan-nya apa—karena itu urusan keyakinan agama masing-masing, melainkan 'ketuhanan'-nya, yakni sikap 'menuhan'; berproses meniru, mendekati, dan menjiwai sifat cinta-kasih Tuhan. Apa pun agama dan Tuhan-nya, jika warga negara sanggup meniru, mendekati dan menjiwai sifat cinta-kasih Tuhan sesuai tuntutan agamanya masing-masing, insya Allah semuanya akan memiliki titik 'keesaan', yakni persatuan dalam kebajikan.

Ketuhanan dalam kerangka Pancasila merupakan usaha pencarian titik temu dalam semangat gotong-royong untuk menyediakan landasan moral yang kuat bagi kehidupan politik berdasarkan moralitas Ketuhanan. Dalam kerangka pencarian titik-temu ini, Indonesia bukanlah negara sekular yang ekstrem, yang berpretensi menyudutkan agama ke ruang privat, karena sila pertama Pancasila (sebagai konsensus publik) jelas-jelas menghendaki agar nilai-nilai ketuhanan mendasari kehidupan publik-politik.

Negara juga diharapkan melindungi dan mendukung pengembangan kehidupan beragama dan berkeyakinan, sebagai wahana untuk meyuburkan nilai-nilai etis dalam kehidupan publik. Meski demikian, Pancasila pun tidak menghendaki perwujudan negara agama, yang merepresentasikan salah satu aspirasi kelompok keagamaan. Karena hal itu akan membawa tirani keagamaan yang mematikan pluralitas kebangsaan, dan menjadikan pengikut agama dan kepercayaan lain sebagai warga negara kelas dua.

Memang dalam praktik kebijakan administrasi negara, sejauh ini ada beberapa agama yang terkesan mendapat pengakuan dari negara (Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan kemudian juga Khonghucu), tetapi secara konstitusional agama/keyakinan lain juga memperoleh jaminan kebebasan. Pasal 29 (2) UUD 1945 menegaskan, 'Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.'

Apa pun agama dan kepercayaannya, Ketuhanan yang dikehendaki Pancasila adalah Ketuhanan yang bersifat membebaskan, memuliakan keadilan dan persaudaraan; ketuhanan yang lapang dan toleran yang memberi semangat persatuan dalam kergaman. Sila Ketuhanan, meminjam ungkapan Bung Hatta, tidak hanya menjadi dasar hormat-menghormati antarpemeluk agama, melainkan jadi dasar yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, dan persaudaraan.

Sila Ketuhanan mengajak bangsa Indonesia untuk mengembangkan etika sosial dalam kehidupan publik-politik dengan memupuk rasa kemanusiaan dan persatuan, mengembangkan hikmah permusyawaratan dan keadilan sosial. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai Ketuhanan diharapkan bisa memperkuat pembentukan karakter, melahirkan bangsa dengan etos kerja yang positif, memiliki ketahanan serta kepercayaan diri untuk mengembangkan potensi yang diberikan dalam rangka mewujudkan kehidupan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

http://arsip.gatra.com/2016-07-04/ma...l=23&id=162398
0
486
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan