Konflik bersenjata di Yaman telah memasuki tahun ketiga dan sepertinya belum ada tanda tanda akan berakhir.



Perang Saudara Yaman terjadi saat ini, antara dua pihak yang masing-masing mengkaim sebagai pemerintah Yaman yang sah. Pihak pertama mendukung pemerintahan Abd Rabbuh Mansur Hadi dan berbasis di Aden, dan pihak yang lain mendukung pemerintah Komite Revolusi yang dibentuk oleh kelompok Hutsi.

Arab Saudi Sebagai selaku sekutu utama Abd Rabbuh Mansur Hadi dan pimpinan koalisi arab telah terus-menerus menyerang Yaman sejak Maret 2015 dalam upaya untuk mengembalikan kekuasaan kepada mantan presiden negara itu, Abd Rabbuh Mansur Hadi. Demi memaksakan ambisinya, Saudi juga memblokade negara miskin tetangganya itu sehingga warga mengalami kesulitan mendapat bahan makanan pokok dan obat-obatan.

Sedikitnya perang telah merenggut 12ribu jiwa sebagai akibat langsung dan puluhan ribu meninggal sebagai estapet perang yang terjadi di Yaman dan mayoritas yang meninggal adalah warga sipil.


Ramadhan Ditengah Krisis Makanan dan Air

Lapar dan haus bukan hal yang aneh lagi di negeri semenanjung arab ini. Rakyat Yaman betul-betul kelaparan. Mereka kelaparan bukan lantaran sengaja menahan diri tak makan saat bulan Ramadhan, melainkan karena memang terbatasnya bahan pangan yang bisa mereka makan.



Pada saat para muslim dunia tengah merayakan Ramadhan dengan menu sahur dan berbuka yang spesial nan lezat, jutaaan penduduk di Yaman terpaksa kelaparan akibat gejolak perang yang tak kunjung usai selama dua tahun lebih ini.

Berdasarkan data dari lembaga bantuan sosial di sana, ada 17 juta penduduk di Yaman yang tidak memiliki bekal makanan yang cukup untuk dimakan.

Umumnya selama Ramadhan ini banyak orang di berbagai belahan dunia yang berbelanja selama bulan Ramadhan. Namun tidak di Yaman, karena para pemilik toko di sana tidak memiliki apa-apa untuk diperjualbelikan. Alih-alih berbelanja banyak untuk merayakan Ramadhan, banyak warga Yaman justru membuka tangan mengharapkan datangnya bantuan.

Berdasarkan laporan dari UNICEF pada Desember 2016 lalu, ada lebih dari 2 juta anak menderita gizi buruk dan membutuhkan pertolongan segera mungkin. Sedikitnya ada 462.000 anak yang menderita gizi buruk berat. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan yang drastis sebesar 200 persen sejak tahun 2014. Selain itu, sedikitnya ada 1,7 juta anak yang menderita gizi buruk sedang.

"Malnutrisi di Yaman mencapai titik tertinggi sepanjang masa dan terus meningkat," ujar Dr. Meritxell Relano, pejabat perwakilan UNICEF di Yaman. "Kondisi kesehatan anak-anak di negara termiskin Timur Tengah tidak pernah separah seperti sekarang ini."

Dalam laporan UNICEF disebutkan, sedikitnya satu orang anak di Yaman meninggal setiap sepuluh menit akibat penyakit-penyakit yang sebenarnya dapat dicegah, seperti diare, gizi buruk, dan infeksi saluran pernapasan. Saat ini, Yaman tengah menghadapi wabah kolera yang sedikitnya telah menjangkiti 29.000 orang.

Berbeda dengan negara-negara lain yang damai, Ramadhan kali ini adalah Ramadhan ketiga yang mesti dihadapi warga Yaman dalam keadaan perang. Akibat kondisi ini, mayoritas penduduk memiliki akses terbatas terhadap makanan dan obat-obatan.

Suasana tragis saat Ramadhan dideskripsikan oleh seorang warga Yaman dengan kondisi yang lapar, tiada listrik dan air, di samping masalah pangan dan obat-obatan yang menjadi keniscayaan.


"krisis kemanusiaan terbesar di dunia”

Sekretaris Jenderal PBB turut mengecam seluruh pihak di Yaman, baik pasukan Liga Arab yang berusaha melindungi pemerintah sah maupun pemberontak Houthi dari kalangan Syiah. Dia prihatin karena laporan kematian warga sipil meningkat setelah invasi Saudi dan 9 negara lainnya dimulai.

"Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam secara umum semua pihak yang terlibat dalam konflik yaman. Terlebih kepada koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman yang telah banyak menewaskan warga sipil, termasuk anak-anak," kata juru bicara PBB.

“Krisis kemanusiaan terbesar di dunia bukanlah di Afrika atau Suriah, tapi di Yaman.” Demikian kata Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyoroti konsekuensi serius dari konflik yang terus berkecamuk di Yaman.

Koordinator Kemanusiaan PBB di Yaman, Jamie McGoldrick, menyebut insiden itu sebagai sebuah contoh kebrutalan konflik. "Seluruh pihak dalam konflik tidak peduli pada perlindungan warga sipil."


Ramadhan dipersulit wabah kolera

Tiga tahun berjuang bertahan hidup di tengah konflik, tiga tahun pula bertahan dalam Ramadan serba terbatas. Namun, di antara krisis itu semua, ada lagi satu krisis paling fatal dan makin membesar, krisis itu berwujud bencana wabah kolera.



Mengutip data yang dipublikasi oleh Lancet Global Health, epidemi kolera di Yaman merebak sejak September 2016 dan akan berlanjut sampai saat ini Mei 2018. Sepanjang tahun itu, angka infeksi kolera yang terdeteksi berjumlah 1.103.683 pasien. Di antara jumlah tersebut, tak kurang 2.385 jiwa meregang nyawa karena kolera.

Paling tidak, ada dua alasan utama yang memicu wabah kolera bakal makin memburuk di Yaman. Pertama, konflik yang tak juga berakhir membuat lumpuhnya hampir seluruh fasilitas rumah sakit di Yaman. Kedua, nihilnya air bersih yang bisa digunakan untuk sumber kehidupan jutaan warga Yaman.

PBB, Amerika Serikat, Uni Eropa dan beberapa negara lainnya telah menyalurkan berbagai bantuan. Tapi rumitnya perang menyulitkan proses distribusi bantuan.



Jika warga muslim di berbagai belahan dunia lainnya hanya harus menahan lapar dari subuh hingga magrib, banyak warga Yaman yang terpaksa menahan lapar sepanjang hari. Ramadhan bisa datang pada waktu yang sama, tapi suasananya bisa sangat berbeda di masing-masing negara.