- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[CERPEN RELIGI] Duka Sebuah Masjid


TS
equator.bear
[CERPEN RELIGI] Duka Sebuah Masjid
![[CERPEN RELIGI] Duka Sebuah Masjid](https://s.kaskus.id/images/2018/05/14/4176847_20180514101915.jpg)



halo gan sis di mana pun kalian berada. kali ini izinkan ane berbagi sebuah cerpen religi. yuk mari dibaca

![[CERPEN RELIGI] Duka Sebuah Masjid](https://dl.kaskus.id/harianriau.co/assets/berita/original/37300002668-mas.jpg)
Quote:
Sudah lima belas ramadhan aku menyaksikan manusia berlalu lalang membenamkan kepalanya di karpetku. Ribuan kali adzan bersahut-sahut dari dua menaraku. Selama itu pula aku menjadi saksi beberapa kekonyolan manusia-manusia lain yang akan aku ceritakan belakangan.
Layaknya masjid-masjid lain di muka bumi, aku juga merasa bahagia dengan datangnya bulan ramadhan. itu berarti akan ada banyak jamaah di setiap sholat rawatib dan tarawih. Kotak amal akan penuh dengan isi. Tentu sebagai masjid aku akan diremajakan untuk kesekian kali.
Suka cita itu biasanya tidak berlangsung lama, aku tahu. Sebentar lagi aku akan sepi ketika bulan mulai terlihat penuh. Hal yang aku pelajari sejak ramadhan ketiga, saat aku masih menjadi ‘warga’ baru di desa. Adapun sholat rawatib, sudah lebih dulu sepi satu syawal sebelumnya.
Ternyata aku bukan satu-satunya masjid yang dilanda kekosongan jamaah. Agaknya seperti itulah yang aku dengar ketika diadakan rapat bulan sya’ban oleh takmir masjid sekecamatan.
Mereka saling menimpali satu sama lain. Perbincangan itu pula yang membuatku tahu tragedi yang baru saja terjadi di masjid sebelah desa.
Rapat itu disudahi setelah banyak solusi tertampung untuk mencapai satu tujuan: Agar masjid tidak sepi.
Sebelum solusi itu sempat dilaksanakan, sepinya masjid lebih dulu disambut oleh para maling kotak amal. Aku salah satu korbannya. Hari itu Kamis menjelang waktu Dluha, selepas aku dipel oleh Pak Minto, marbotku yang setia. Ku lihat ia balik ke kamarnya entah untuk apa. Sekitar semenit kemudian masuk dua jamaah yang baru seminggu ini rutin sholat dluha dan sholat rawatib. Aku bersyukur ada manusia yang akan aku aminkan doanya.
Aku kecewa melihat mereka menuju kotak amal yang bertuliskan “infaq untuk masjid”. Kedua laki-laki itu berusaha membuka gembok penutup kotak sambil sesekali melongok keluar masjid. Mereka bergegas keluar masjid dengan sikap pura-pura tenang. Nampaknya mereka berhasil menggondol uang yang seharusnya dipakai untuk mempercantikku. Sedih rasanya. Andai aku bisa menjegal menggunakan ubin ataupun karpen hijauku, akan ku jegal mereka hingga berguling ke depan.
Beberapa saat kemudian Pak Minto masuk ke masjid di pojok di tempat biasa ia melaksanakan sholat dluha. Saat salamnya yang pertama ia menatap kotak amal sambil melongo.
Esoknya aku merasa malu karena banyak manusia yang tidak aku kenal meminta-minta sumbangan (tentu mengatasnamakanku) kepada manusia lain yang melintas di jalan depanku! Aku tahu, aku baru saja mengalami kehilangan hartaku. Tapi melihat manusia-manusia itu meminta uang dengan agak memaksa, aku lebih malu lagi.
Di sela-sela suara manusia bertoa yang tak henti meneriakkan anjuran menyedekahkan hartanya untuk masjid, pikiranku terus berputar. Harusnya aku tidak usah capek-capek memikirkan manusia akhir zaman ini. Toh itu tidak memberikan efek apa pun padaku. Yang aku lakukan kelak di hari pembalasan hanyalah bersaksi kepadaNya dengan sebenar-benarnya tentang Pak Minto, maling-maling itu, dan manusia lain yang pernah menginjakkan kakinya di dalamku.
Layaknya masjid-masjid lain di muka bumi, aku juga merasa bahagia dengan datangnya bulan ramadhan. itu berarti akan ada banyak jamaah di setiap sholat rawatib dan tarawih. Kotak amal akan penuh dengan isi. Tentu sebagai masjid aku akan diremajakan untuk kesekian kali.
Suka cita itu biasanya tidak berlangsung lama, aku tahu. Sebentar lagi aku akan sepi ketika bulan mulai terlihat penuh. Hal yang aku pelajari sejak ramadhan ketiga, saat aku masih menjadi ‘warga’ baru di desa. Adapun sholat rawatib, sudah lebih dulu sepi satu syawal sebelumnya.
Ternyata aku bukan satu-satunya masjid yang dilanda kekosongan jamaah. Agaknya seperti itulah yang aku dengar ketika diadakan rapat bulan sya’ban oleh takmir masjid sekecamatan.
“Jamaah di masjidku sisa satu shaf.”
“di masjidku tersisa aku dan anak istriku.”
“Aku adzan sendiri iqomat sendiri sholat sendiri di masjid.”
“Sampean jamaah sama jin penunggu masjid mungkin.”
“Iya jadi imamnya jin penunggu.”
“Ih, serem.”
“Gak usah takut. Kabarnya memang ada jin muslim penunggu masjid.”
“Kita harus segera mencari cara agar masjid kita ramai oleh jamaah.”
“Jamaah harus diberi jamuan setiap usai sholat rawatib.”
“Masyarakat sudah punya banyak uang, bahkan cenderung membuang uang.”
“Ku dengar konser musik selalu mendatangkan banyak jamaah. Penuh sesak dibandingkan pengajian kita sekecamatan dulu.”
Mereka saling menimpali satu sama lain. Perbincangan itu pula yang membuatku tahu tragedi yang baru saja terjadi di masjid sebelah desa.
“Kemarin lusa ada sepasang mahasiswa tertangkap basah berduaan di masjid. Beruntung tidak diarak telanjang keliling desa.”
“Astaghfirullah. Yang masuk berita itu, ya?”
“Betul. waktu itu masjid sepi. Cocok bagi manusia tak berduit yang nafsunya sudah di ubun-ubun.”
“Sepertinya masjid juga membutuhkan satpam, bukan hanya marbot.”
Rapat itu disudahi setelah banyak solusi tertampung untuk mencapai satu tujuan: Agar masjid tidak sepi.
Sebelum solusi itu sempat dilaksanakan, sepinya masjid lebih dulu disambut oleh para maling kotak amal. Aku salah satu korbannya. Hari itu Kamis menjelang waktu Dluha, selepas aku dipel oleh Pak Minto, marbotku yang setia. Ku lihat ia balik ke kamarnya entah untuk apa. Sekitar semenit kemudian masuk dua jamaah yang baru seminggu ini rutin sholat dluha dan sholat rawatib. Aku bersyukur ada manusia yang akan aku aminkan doanya.
Aku kecewa melihat mereka menuju kotak amal yang bertuliskan “infaq untuk masjid”. Kedua laki-laki itu berusaha membuka gembok penutup kotak sambil sesekali melongok keluar masjid. Mereka bergegas keluar masjid dengan sikap pura-pura tenang. Nampaknya mereka berhasil menggondol uang yang seharusnya dipakai untuk mempercantikku. Sedih rasanya. Andai aku bisa menjegal menggunakan ubin ataupun karpen hijauku, akan ku jegal mereka hingga berguling ke depan.
Beberapa saat kemudian Pak Minto masuk ke masjid di pojok di tempat biasa ia melaksanakan sholat dluha. Saat salamnya yang pertama ia menatap kotak amal sambil melongo.
Esoknya aku merasa malu karena banyak manusia yang tidak aku kenal meminta-minta sumbangan (tentu mengatasnamakanku) kepada manusia lain yang melintas di jalan depanku! Aku tahu, aku baru saja mengalami kehilangan hartaku. Tapi melihat manusia-manusia itu meminta uang dengan agak memaksa, aku lebih malu lagi.
Di sela-sela suara manusia bertoa yang tak henti meneriakkan anjuran menyedekahkan hartanya untuk masjid, pikiranku terus berputar. Harusnya aku tidak usah capek-capek memikirkan manusia akhir zaman ini. Toh itu tidak memberikan efek apa pun padaku. Yang aku lakukan kelak di hari pembalasan hanyalah bersaksi kepadaNya dengan sebenar-benarnya tentang Pak Minto, maling-maling itu, dan manusia lain yang pernah menginjakkan kakinya di dalamku.
Quote:
Nabi Muhammad SAW bersabda
يَأْ تيِ عَلىَ النا سِ زَماَنٌ لايَبقَى من الإسلاَ م الا اسمهُ ولا يبق من القرأن الاّ رَسمهُ مَسَا جد هم عا مرَةٌ وهي خَرا بٌ من الهد ى علما ءهم شرمن تحتَ اديمِ السماَ ءِ من عند هم تخرج الفتنُ و فيهم تعود
“Akan datang suatu zaman yang menimpa manusia, tiada tinggal dari pada Islam kecuali namanya saja. Dan tiada tinggal beri mereka Al Qur’an kecuali tulisannya saja. Masjid – masjid mereka indah akan tetapi kosong dari petunjuk Allah SWT. Ulama – ulama mereka ketika itu adalah sejahat – jahat makhluk di bawah kolong langit dari sisi mereka datangnya fitnah dan kepada mereka pula kembalinya fitnah itu” HR. Baihaqi
يَأْ تيِ عَلىَ النا سِ زَماَنٌ لايَبقَى من الإسلاَ م الا اسمهُ ولا يبق من القرأن الاّ رَسمهُ مَسَا جد هم عا مرَةٌ وهي خَرا بٌ من الهد ى علما ءهم شرمن تحتَ اديمِ السماَ ءِ من عند هم تخرج الفتنُ و فيهم تعود
“Akan datang suatu zaman yang menimpa manusia, tiada tinggal dari pada Islam kecuali namanya saja. Dan tiada tinggal beri mereka Al Qur’an kecuali tulisannya saja. Masjid – masjid mereka indah akan tetapi kosong dari petunjuk Allah SWT. Ulama – ulama mereka ketika itu adalah sejahat – jahat makhluk di bawah kolong langit dari sisi mereka datangnya fitnah dan kepada mereka pula kembalinya fitnah itu” HR. Baihaqi
mohon kripik dan sarannya gan sis
jangan lupa rate 5, cendol sama komengnya gans!






sumur gambar: harianriau.co
Diubah oleh equator.bear 06-06-2018 21:28


anasabila memberi reputasi
1
908
Kutip
3
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan