Kaskus

News

q4billAvatar border
TS
q4bill
Dukung Khilafah, Prof. Suteki Diberhentikan Sebagai Guru Besar Undip
Dukung Khilafah, Prof. Suteki Diberhentikan Sebagai Guru Besar Undip
Juni 7, 2018 15:12

Dukung Khilafah, Prof. Suteki Diberhentikan Sebagai Guru Besar Undip

Jakarta, Aktual.com – Kepala Program Studi Magister Ilmu Hukum (MIH) Pascasarjana Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Profesor Suteki telah diberhentikan sementara dari jabatannya. Pemberhentian tersebut berdasarkan SK Rektor No 223/UN7.P/KP/2018 tertanggal 6 Juni 2018.


“Alhamdulilah sesuai dengan SK, saya dibebaskan sementara dari tugas, Kaprodi MIH, Ketua Senat FH dan anggota Senat Undip,” demikian tulis Suteki dalam akun facebook pribadinya dikutip Aktual.com di Jakarta, Kamis (7/6).

Suteki diberhentikan karena salah satu unggahan di akun media sosialnya terkait organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Pemberhentian sementara ini berlaku selama proses pemeriksaan dari Dewan Kehormatan dan Kode Etik (DKKE).


Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla melalui Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta Rektor Universitas Diponegoro menindaklanjuti penonakfian Suteki sebagai Guru Besar lantaran dianggap pro khilafah.


“Rektor saya minta meninjau (Suteki), ditelusuri prilaku, dan verifikasi semuanya,” ujar Nasir di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (7/6).


Sebelumnya, Rektor Undip Profesor Yos Johan Utama mengatakan DKKE akan memeriksa Suteki pada 6 Juni 2018. Ia mengaku sudah menandatangani surat pemberhentian sementara jabatan Suteki sebagai Kaprodi MIH.


“Berlaku untuk siapa pun terduga yang sedang memegang jabatan, dibebastugaskan sesuai PP 53/2010. Saya sudah menandatangani pejabat yang terperiksa,” kata Yos kepada wartawan Kamis (31/5) lalu.


Diketahui, Suteki menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Hukum Undip. Selama 24 tahun mengajar Pancasila dan Filsafat Pancasila dengan 9 mata kuliah hukum lainnya, Suteki merasa rekam jejakya selama ini tak perlu diragukan.


“Hanya karena saya menjadi saksi ahli sidang PTUN Ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) pada 1 Februari 2018, masak saya dikatakan antipancasila dan NKRI?” beber Suteki.


Apalagi, sambung dia, apa yang terjadi padanya sekarang hanya berdasarkan potongan foto dari informasi yang ia jabarkan soal HTI dalam persidangan. “Itu terlalu prematur jika saya anti-Pancasila, bahkan menjadi anggota HTI. Itu tidak ada sama sekali,” ungkap Suteki.


Sekedar informasi, Prof Suteki menjadi saksi ahli dalam sidang gugatan pencabutan badan hukum HTI di PTUN Jakarta. Sebelumnya Suteki juga menjadi saksi ahli yang diajukan HTI saat menggugat Perpu Ormas di Mahkamah Konstitusi.


Menurut Suteki menjadi saksi ahli merupakan kewajibannya menjelaskan secara keilmuan dalam persoalan kemanusiaan dan hak seseorang dalam berpendapat. Dalam pemeriksaan pertama oleh DKKE, ia mengaku sudah menjelaskan alasan mengapa menjadi saksi ahli soal HTI dalam persidangan.


“Sebagai saksi ahli, saya menjelaskan sesuai dengan kapasitas saya. Tidak ada unsur membela. Saya hanya menyatakan khilafah memang termasuk dalam ajaran islam. Kalau persoalan itu diajarkan di Indonesia belum bisa, itu persoalan lain,” papar dia.


Kata Suteki, kalau memaksakan sistem khilafah di Indonesia barulah tidak boleh.
Meski sudah menjelaskan dirinya bukan HTI, namun hal tersebut menjadi sia-sia jika tidak dipercaya. Hal itu kemudian ia utarakan di media daring Facebook dengan gurauan sumpah pocong soal pembuktian tersebut.

http://www.aktual.com/dukung-khilafa...u-besar-undip/

Prof Suteki Siap Melawan
Dosen Undip yang Dituding Anti Pancasila
24 Mei 2018


Dukung Khilafah, Prof. Suteki Diberhentikan Sebagai Guru Besar Undip
Prof Suteki (AFIATI TSALITSATI/JAWA POS RADAR SEMARANG)

RADARSEMARANG.COM, SEMARANG—Dewan Kehormatan Komite Etik (DKKE) Universitas Diponegoro (Undip) menggelar sidang etik terhadap Guru Besar Prof Suteki, Rabu (13/5). Suteki menjalani sidang etik karena diduga memiliki pandangan anti-Pancasila dan anti-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Status-statusnya yang dinilai anti-Pancasila mendapat banyak sorotan masyarakat belakangan ini.

Kepala UPT Humas Undip Nuswantoro Dwiwarno ketika dikonfirmasi terkait hasil sidang etik DKKE belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut. Menurutnya, hingga kemarin sore, proses sidang masih berlangsung dan belum ada perkembangan lebih lanjut.

“Melalui pesan singkat saya tanya pada anggota DKKE, intinya rapat masih belum selesai sore ini, dan akan dilanjut besok. Tadi (kemarin, red) rapat mulai pukul 10.00 pagi. Saya tidak diizinkan masuk untuk menghormati forum,” tukasnya.


Sebelum pelaksanaan sidang DKKE, Rektor Undip Prof Dr Yos Johan Utama MHum mengeluarkan pernyataan yang ditujukan pada alumni Undip menanggapi postingan media sosial terkait Suteki yang dinilai bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 serta NKRI. Ada 4 poin yang ditekankan Yos Johan. Pertama, Undip adalah universitas negeri yang berdiri berdasarkan dan menegakkan Pancasila. UUD 1945 serta NKRI. Kedua, segenap pimpinan dan civitas akademika Undip sangat prihatin dan menyayangkan serta menolak dengan tegas hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi, NKRI dan Pancasila tersebut.

Ketiga, Undip akan melakukan segera pemeriksaan kepada yang bersangkutan dan apabila terbukti adanya pelanggaran , maka kepadanya akan dikenakan sanksi disiplin ASN sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Keempat, Undip tidak akan dan tidak akan pernah mentolerir segala bentuk tindakan yang bersifat merongrong kewibawaan  kedaulatan NKRI, UUD 1945 serta Pancasila. “Pernyataan resmi Insya’ Allah segera beredar,” tulis Yos Johan.


Keberadaan dosen yang diduga memiliki paham anti-Pancasila dan NKRI ini juga telah menjadi bahan perbincangan di kalangan dosen-dosen Undip lainnya. Dalam grup WhatsApp dosen-dosen yang juga diikuti Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir dan Rektor Undip Yos Johan Utama, keluhan-keluhan sudah disampaikan, tapi tak mendapatkan tanggapan positif. Sebelum diangkat menjadi Menristekdikti, Nasir merupakan dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip.

“Di grup dibombardir ya masih diam,” tutur salah seorang dosen di Undip yang enggan disebutkan namanya. Setelah masalah ini ramai di media sosial, baru ada langkah terbuka dari pihak Undip untuk menggelar sidang etik.


Perempuan berjilbab ini menjelaskan, setidaknya ada 4 dosen yang diduga menganut paham anti-Pancasila. Dua orang berada di fakultas berlatar belakang sains, dan 2 lainnya di fakultas sosial dan humaniora. Mereka diduga telah melakukan rekrutmen di kalangan mahasiswa dengan menggelar kajian bertajuk sekolah politik. Awalnya, kajian digelar di lingkungan kampus. “Terus ganti di rumahnya setelah ditegur,” jelasnya.


Dosen-dosen Undip menyayangkan adanya rekan yang memiliki pandangan seperti ini. Sebab, sebagai aparatur sipil negara yang telah menyatakan sumpah dan janji setia pada negara dan Pancasila, malah memanfaatkan perannya sebagai dosen untuk merekrut kader dengan doktrin yang bertentangan dengan Pancasila.


Ditemui di kantornya selepas menguji disertasi, Prof Suteki yang mengenakan batik tampak santai menjelaskan dengan detail perihal keterkaitan dirinya pada organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan postingannya yang menyangkut penyerangan Mapolda Riau. Menurutnya, anggapan bahwa dirinya adalah anggota HTI terlalu prematur.


“Prinsipnya saya tidak pernah ikut HTI. Kalau ada keterkaitan dengan HTI, itu karena pada Februari lalu, saya diminta oleh HTI untuk menjadi dan memberikan keterangan ahli di sidangnya. Kalau ditafsirkan saya mendukung dan menjadi anggota itu terlalu prematur,” ungkapnya yang juga Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum tersebut.

Bahkan, Suteki mengatakan hingga saat ini belum ada panggilan resmi dari Majelis Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) terhadap dirinya. Menurutnya, kehadiran dirinya dalam sidang gugatan pencabutan badan hukum HTI saat itu adalah sebagai ahli untuk memberikan keterangan dengan keahlian khusus di bidangnya.


Informasi yang berkembang saat ini, menurut Suteki, telah membunuh karakternya sebagai dosen Pancasila. Pelaksanaan sidang etik, lanjut dia, telah sesuai dengan prosedurnya. Namun dia menyayangkan, adanya empat poin dalam pers rilis yang menyudutkan dirinya. “Bagaimana saya dikatakan anti-pancasila dan anti-NKRi karena selama 24 tahun saya mengajar Pancasila. Jadi, ketika saya ngomong persatuan Indonesia, ya saya ngomong NKRI,” terangnya.


Namun Suteki mengaku siap memberikan klarifikasi jika DKKE memberikan panggilan terhadapnya. Jika diminta, Suteki akan menjelaskan secara detail seperti apa posisi kasusnya. Suteki juga akan meminta bukti atas tuduhan yang diberikan kepadanya baik dari sisi bahasa maupun keahlian yang lain.


Menurut Suteki, gagasan yang diunggahnya melalui medsos merupakan cara seorang profesor demi mencerdaskan kehidupan bermasyarakat.  Kemudian, jika keputusan dari sidang etik nantinya merugikan dirinya, maka ia akan menempuh jalur hukum. Bahkan, Suteki mengklaim dirinya telah mendapat dukungan dari 1.000 advokat untuk melawan.


“Kalau sanksi teguran wajar saja. Tapi kalau sampai dipecat, Indonesia pasti geger. Karena ada  mantan mahasiswa Undip yang tergabung dalam 1000 advokat siap mem-back-up saya,” tegasnya

https://radarsemarang.com/2018/05/24/prof-suteki-siap-melawan/

Prof Suteki: 
Saya Ini Sudah 24 Tahun Mengajar Pancasila, kok Dibilang Anti-NKRI

Jumat, 25 Mei 2018 10:26

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Prof Suteki berharap sidang etik terkait dengan dirinya yang dilakukan Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) berjalan fair.

"Saya berharap ini berjalan fair. Jangan karena masalah ini, ekspresi saya ini, seolah puluhan tahun yang sudah saya kerjakan tidak berarti sama sekali," kata Profesor Suteki, seperti dikutip Antara, Rabu (24/5).


Hal tersebut diungkapkannya menanggapi pemberitaan mengenai unggahan-unggahannya di media sosial (Medsos) yang viral dan ditafsirkan sebagai bentuk dukungan terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Diakuinya, Undip melalui Dewan Kehormatan Kode Etik (DKKE) menggelar sidang etik terkait permasalahan tersebut, tetapi Suteki belum mengetahui perkembangan, termasuk hasil sidang etik itu.


Suteki mengatakan, siap mengikuti prosedur yang dilakukan Undip
, termasuk sidang etik tersebut supaya tidak menjadi "bola liar" karena banyak pemberitaan yang menyudutkannya.

"Bahkan, sudah membunuh karakter saya sebagai dosen Pancasila karena saya dikatakan anti-Pancasila, anti-NKRI, dan sebagainya. Saya ini sudah 24 tahun mengajar Pancasila," ungkapnya.

Sebagai pengajar Pancasila di Undip, termasuk mengajar juga di Akademi Kepolisian RI, kata dia, ketika berbicara tentang persatuan Indonesia pastinya ngomong tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


"Bagaimana kesatuan dibentuk, apa bedanya persatuan dan kesatuan. Yang tentunya dengan teori dan konsep yang dibangun menjelaskan bahwa `we are one Indonesia`," tegasnya.


Apa yang dituangkannya di Medsos, kata dia, merupakan ekspresinya sebagai orang hukum, seorang muslim, dan kebetulan mengerti dan memahami kondisi negara ini, serta tidak bermaksud anti-Pancasila dan anti-NKRI.


"Kalau tidak percaya coba ditanya anak-anak didik saya. Apakah pernah saya mengajari anti-NKRI Anti-Pancasila? Bagaimana mungkin pengajar Pancasila, kemudian mengatakan kamu jangan Pancasilais" katanya.


Bahkan, sosok kelahiran Sragen, Jawa Tengah, itu ketika masuk di Undip sebagai mahasiswa menjadi juara pertama Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).


"Unggahan itu ekspresi seseorang yang menyatakan begini begitu, tetapi bisa dipertanggungjawabkan. Tolong lihat sisi ilmiahnya. Jangan semua dipolitisasi, dikatakan serba ekstrem, anti ini, dan sebagainya," katanya.


Terkait soal khilafah yang dipersoalkan karena unggahannya di Medsos, Suteki menegaskan, Pancasila tidak bisa dibandingkan dengan khilafah. "Khilafah itu sistem pemerintahan Islam. Dasarnya, tentu Quran dan hadis, kemudian turun lagi ijtihad ulama dan sebagainya. Jadi, bukan paham, bukan ideologi," kata Suteki.


Di akun Facebook-nya, Suteki sempat mem-"posting" komentar yang arahnya diduga membela Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ketika ormas itu dibubarkan oleh Pemerintah, termasuk ketika terjadi rentetan aksi terorisme belakangan.


Kalau khilafah disejajarkan dengan demokrasi, menurut dia, baru bisa karena "apple to apple", sementara jika khilafah di-"track" dengan Pancasilajelas tidak "matching" atau tidak pas.


Pancasila, kata Suteki, adalah ideologi yang turunnya ke demokrasi Pancasila sehingga jika kemudian sistem demokrasi Pancasila yang dibandingkan dengan khilafah baru sejajar.


"Ideologi itu, Islam, komunisme, liberalisme, dan sebagainya. Kalau khilafah itu sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan umat, sementara demokrasi Pancasila berdasarkan kedaulatan rakyat," jelasnya.


Suteki yang pernah diundang HTI sebagai saksi ahli saat sidang gugatan pencabutan badan hukum HTI menjelaskan bahwa Islam merupakan agama yang paling detail mengatur sistem pemerintahan.


"Saya kira HTI juga memahaminya (khilafah, red.) sebagai sistem pemerintahan, bukan ideologi. Saya akui bahwa khilafah itu ajaran Islam. Kalau ajaran Islam itu ada, berarti boleh dipelajari," katanya.


Kalau kemudian boleh mempelajari khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam, lanjut dia, mestinya mempelajari dan mendakwahkan ajaran Islam itu tidak boleh dilarang atau dikriminalkan.


Suteki menyebutkan fakta sejarah mencatat bahwa khilafah Islam pernah ada mulai masa Khulafaur Rosyidin hingga 1924 yang juga dipelajari anak-anak di sekolah, termasuk di buku-buku Fikih.


"Kalau untuk menerapkannya (khilafah, red.), jelas tidak bisa karena negara sudah menerapkan demokrasi 
seperti sekarang ini. Bagaimana memaksakannya. Tetapi, bahwa khilafah itu benar bagian dari ajaran Islam," ungkapnya.

Sebagaimana diwartakan, Undip berencana menggelar sidang etik DKKE terhadap staf pengajarnya yang diduga mendukung HTI lewat unggahan-unggahannya di medsos, salah satunya Prof Suteki.
http://jateng.tribunnews.com/2018/05...-nkri?page=all

----------------------------

Prof. Suteki tentu bisa saja membawa masalahnya ke PTUN, untuk meminta keadilan disana karena dia sebagai warga negara merasa di zolimi dan diperlakukan dengan tidak adil di organisasi Pemerintahan dimana dia bertugas saat ini, UNDIP dan Kemristekdikti.

emoticon-No Hope
tien212700Avatar border
tien212700 memberi reputasi
1
5.9K
48
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan