q4billAvatar border
TS
q4bill
Menristekdikti gandeng BIN awasi Akun Medsos Mahasiswa
Menristekdikti gandeng BIN awasi akun medsos mahasiswa

6 Juni 2018



Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan pihaknya sudah meminta para rektor untuk mendata akun media sosial mahasiswa yang ada di perguruan tinggi tersebut.

Tujuannya tak lain untuk mengawasi jejak digital mahasiswa tersebut di akun media sosialnya. Pihaknya bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan juga Badan Intelejen Negara (BIN) dalam pendataan itu.


"Iya semuanya (nomor telepon seluler dan media sosial) akan didata. Nanti pada penerimaan mahasiswa baru, saya minta rektor untuk mencatat semua nomor ponsel dan akun media sosial mahasiswa baru," ujar Menristekdikti di Jakarta, Rabu (06/06/2018).

Selain itu, pihaknya juga meminta rektor untuk mendata pegawai, dosen maupun mahasiswa yang terpapar radikalisme. Sebelum diberikan tindakan lebih lanjut, oknum yang terpapar itu diminta untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Sebenarnya di kampus tidak apa-apa, karena kami sudah melarang kegiatan yang menjurus pada radikalisme. Paparan radikalisme saat ini banyak berasal dari media sosial."


Menristekdikti mengatakan paparan radikalisme tidak hanya terjadi pada tingkat perguruan tinggi, namun mulai dari sekolah dasar hingga menengah.

Bahkan dia menjelaskan di Mako Brimob, ada siswa SMP yang memberikan kue bentuk dukungan terhadap terorisme. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa anak tersebut terpapar radikalisme.


"Jadi yang berpotensi terpapar radikalisme itu bukan hanya di perguruan tinggi, bisa jadi di sekolahnya. Makanya ketika masuk perguruan tinggi harus direm," tukas dia.


Nasir juga meminta para orang tua untuk tidak khawatir dalam mengirim anaknya belajar di perguruan tinggi. Menurut dia, yang perlu dilakukan orang tua adalah melakukan bimbingan mana yang baik dan buruk, karena di perguruan tinggi bebas sekali.


Kumpulkan seluruh rektor


Sebelumnya, Nasir mengatakan akan mengumpulkan seluruh rektor di Indonesia untuk membahas bagaimana menanggulangi radikalisme dan intoleransi dalam kampus.


"Kami akan kumpulkan rektor seluruhnya nanti setelah Lebaran. Agendanya hanya satu, membahas bagaimana menanggulangi radikalisme dan intoleransi di dalam kampus," kata Nasir, usai menjadi pembicara kunci dalam kegiatan 

Lokakarya Pertama Re-orientasi Kurikulum Menuju IPB 4.0 di Kampus IPB Dermaga, Bogor, Jawa Barat, Senin (04/06/2018).

Ia menjelaskan, dalam pertemuan yang diagendakan tanggal 25 Juni itu nantinya akan dibahas bagaimana cara implementasinya, bagaiamana cara rektor mengendalikan, bagaimana mendelegasikan kepada dekan, dan bagaimana para pembantu rektor bidang kemahasiswaan harus bisa mengontrol semuanya.


"Ini semua yang akan kami bicarakan di pertemuan nanti," kata Nasir.


Dalam pertemuan tersebut, lanjutnya, akan dibahas dan disampaikan sistem penanngulangannya, beserta sistem pengawasannya, yang kemudian akan dipelajari dengan BNPT.


Terkait kasus di Universitas Riau, Nasir mengatakan, dalam hal ini dirinya telah menyerahkan persoalan tersebut kepada pihak yang berwajib, kaitannya dengan para keamanan.


"Yang terjadi adalah radikalisme, dan orang-orang itu memang melanggar ketentuan undang-undang yang sudah berlaku. Ya.., sudah, dari Densus ambil silahkan," kata Nasir.


Terkait pemanggilan Rektor Universitas Riau, Prof Aras Mulyadi, menurut Nasir, sudah meminta rektor untuk klarifikasi, tetapi masih ada beberapa data yang belum lengkap.


"Kami minta untuk melengkapi data yang saya minta," katanya.


Nasir menambahkan, pemanggilan seluruh rektor perguruan tinggi ke Jakarta usai Idul Fitri nanti adalah sebagai langkah selanjutnya untuk mengantisipasi hal serupa terjadi.


"Kenapa habis lebaran saya panggil? karena kalau saya panggil sekarang bisa datang, nggak bisa pulang ke daerahnya. Harga tiket mahal, nanti menterinya kena masalah lagi," kata Nasir sambil tertawa.


Ketika ditanyakan, apakah pendidikan wawasan kebangsaan yang pernah digaungkan belum optimal menangkal radikalisme di kalangan kampus, Nasir menjawab bahwa wawasan kebangsaan sudah selesai.


Kegiatan tersebut dilakukan karena belum adanya aturan pelarangan HTI. Setelah aturan tersebut disahkan, pihaknya melakukan upaya lebih spesifik lagi untuk melindungi kampus.


"Berikutnya adalah larangan setelah dikeluarkannya undang-undang anti terorisme. Jadi harus ditingkatkan lagi," kata Nasir.
http://rimanews.com/ideas/education/...sos-mahasiswa/



Cegah Radikalisme, Menristekdikti Akan Data Medsos Mahasiswa

Rabu, 6 Juni 2018 19:19 WIB


Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir. ANTARA/Risky Andrianto

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir akan meminta rektor di seluruh perguruan tinggi untuk mendata nomor handphone dan media sosial mahasiswa hingga dosen dalam rangka mencegah radikalisme di kampus.

"Jadi dengan pendataan nomor handphone dan media sosial itu, kita bisa melacak apakah ada aktivitas radikalisme di sana," ujar Nasir saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu, 6 Juni 2018.

Media sosial, kata Nasir, perlu diawasi karena rentan disalahgunakan. Seperti dikutip dalam Majalah Tempo edisi 28 Mei - 3 Juni 2018 yang berjudul "Paham Radikal di Kampus Kita", menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius, bukan hanya mahasiswa yang terpapar paham radikal, melainkan juga dosen dan rektornya.

Setelah BNPT turun ke kampus, diketahui penyebaran radikalisme paling masif dilakukan melalui gawai dan media sosial. Suhardi mengaku terengah-engah mencegah penyebaran lewat peranti teknologi ini karena memerlukan peran lembaga lain. 


Media sosial yang paling masif menyebarkan ajaran radikal, kata dia, salah satunya Telegram, platform percakapan instan dari Rusia.

Untuk menyiapkan berbagai langkah mengantisipasi paparan paham radikal di kampus, Nasir juga akan segera memanggil seluruh rektor di perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk membahas hal tersebut. Pemerintah juga sudah menyiapkan kurikulum dan secara teknis, akan dilakukan langkah-langkah pengawasan. "Misalnya, pengawasan di organisasi dan majelis dakwah, nanti akan dibuatkan rambu-rambu," kata Nasir.


Hal tersebut, menurut Nasir, sama sekali tidak bermaksud untuk membelenggu kebebasan berpikir mahasiswa di kampus. "Selama ini pemerintah kan juga tidak pernah melarang mahasiswa mempelajari buku dan berdiskusi tentang komunis, tapi selama hal tersebut dipelajari dalam kajian akademis," ujarnya.

https://nasional.tempo.co/read/10960...dsos-mahasiswa

--------------------------------

Istilah militernya, pre-emptive strike!

emoticon-Takut:
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
11.8K
203
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan