- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mengungkap Alasan Kenapa Pelaku Aksi Terorisme Selalu Jamaahnya, Bukan Pimpinan ?


TS
auliea
Mengungkap Alasan Kenapa Pelaku Aksi Terorisme Selalu Jamaahnya, Bukan Pimpinan ?
Banyak orang bertanya, dalam kelompok teroris kenapa yang jadi pelaku aksi selalu jamaahnya?
Termasuk ketika ada kejadian bom bunuh diri, kemana pimpinan mereka, katanya mendapat surga tanpa hisab, kenapa tidak pemimpin mereka dulu yang masuk surga? Demikian serangkaian pertanyaan terkait aksi terorisme.
Pendiri NII Crisis Center yang juga Mantan Komandan (Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan akan menjawab mengenai hal itu.
Menurut Ken, mereka, kelompok radikal mentafsikan bahwa pimpinan mereka adalah wakil Allah.
"Karena menurut mereka perintah pimpinan saja perintah ulil amri. Perintah ulil amri sama saja perintah Rasul. Perintah Rasul sama dengan perintah Allah.
Jadi menurut mereka perintah pimpinan sama saja perintah Allah. Bahkan mereka mentafsikan bahwa pimpinan mereka adalah wakil Allah di muka bumi," jelas Ken kepada Tribunnews.com, Rabu (30/5/2018).
Untuk itu ia menjelaskan, perintah pimpinan wajib diaati sepenuhnya, tidak boleh bertanya atau menolak.
"Mereka doktrinnya adalah Sami'na Wa Atho'na, Kami Mendengar dan Kami Taat," ujarnya.
Lebih jauh Ken mengatakan, bila seorang jamaah sudah Sami'na Wa Atho'na (Kami Mendengar dan Kami Taat) maka di situlah permulaan ke dunia baru.
Yakni, kata Ken, orang tersebut akan menjadi radikal. Dan bila sudah menjadi radikal, ibarat buah itu sudah matang dan tinggal panen.
"Untuk menuju aksi terorisme tinggal selangkah, dipoles maka sudah jadi teroris," kata Ken.
Ini yang menurut ken, merupakan tragedi kemanusian, yakni anak muda yang punya semangat tapi belajar dan ketemu dengan orang yang salah. Sehingga jihadnya pun jihad di jalan yang salah.
Bagi Ken Setiawan, terorisme memang berbahaya. Tapi yang lebih berbahaya adalah sikap intolerasi dan radikalisme pemikiran.
"Ini yang bisa saja sudah terjadi dan ada di sekililing kita.
Bila kita tidak waspada maka bisa saja keluarga dan lingkungan kita menjadi sasaran kita," ia mengingatkan.
Waspada boleh, imbuhnya, tapi jangan sampai phobia. Justru adanya mereka menjadi motivasi kita untuk belajar tentang islam kepada ahlinya.
Dan bila mendapatkan materi yang tidak dimengerti, menurutnya, ditanyakan kepada ahlinya.
Sebab pintu awal kelompok radikal adalah "hipnosis", bukan hiptotis, pengkondisian dan pengulangan doktrin. Sehingga tersugesti bahwa yang disampaikan adalah benar padahal tipuan belaka.
Untuk itu ia menyuarakan, saatnya kita rajut semangat nasionalisme. Artinya bukan hanya semangat ketika nonton bola antara Indonesia melawan Malaysia, misalnya.
Tapi, kata dia, saatnya kita peduli kepada lingkungan sosial.
"Sebab kalau mau jujur, hari ini kita sudah terkepung oleh berbagai mancam ancaman, mulai radikalisme, intoleransi, narkoba, pornografi, modernisasi dan lainnya," ucapnya.
"Masalah utamanya adalah kita terancam, tapi kita tidak merasa terancam. Sebab kita sekarang menjadi autis dengan diri kita sendiri, termasuk dengan berbagai fasilitas yang modern, kita hanya sibuk dengan dunia kita dan tidak perduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita," pesannya.
Karenanya ia mengajak semua elemen anak bangsa, jangan mau kita di adu domba, antar suku, antar agama dan antar saudara oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Dia menjelaskan, ini bukan kebanggaan, sebenarnya aib yang tidak perlu diceritakan, Tapi semoga pengalaman selama bergabung bisa bermanfaat agar masyarakat waspada," ucapnya.
Terkait Radikalime, Ken Setiawan membuka Forum dialog di website www.niicrisiscenter.com dan di Hotline WhatsApp 0898-5151-228 dan 0852-11-231-363.
Sumber http://www.tribunnews.com/nasional/2...impinan-mereka
Komeng: Sumbu pendek
Termasuk ketika ada kejadian bom bunuh diri, kemana pimpinan mereka, katanya mendapat surga tanpa hisab, kenapa tidak pemimpin mereka dulu yang masuk surga? Demikian serangkaian pertanyaan terkait aksi terorisme.
Pendiri NII Crisis Center yang juga Mantan Komandan (Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan akan menjawab mengenai hal itu.
Menurut Ken, mereka, kelompok radikal mentafsikan bahwa pimpinan mereka adalah wakil Allah.
"Karena menurut mereka perintah pimpinan saja perintah ulil amri. Perintah ulil amri sama saja perintah Rasul. Perintah Rasul sama dengan perintah Allah.
Jadi menurut mereka perintah pimpinan sama saja perintah Allah. Bahkan mereka mentafsikan bahwa pimpinan mereka adalah wakil Allah di muka bumi," jelas Ken kepada Tribunnews.com, Rabu (30/5/2018).
Untuk itu ia menjelaskan, perintah pimpinan wajib diaati sepenuhnya, tidak boleh bertanya atau menolak.
"Mereka doktrinnya adalah Sami'na Wa Atho'na, Kami Mendengar dan Kami Taat," ujarnya.
Lebih jauh Ken mengatakan, bila seorang jamaah sudah Sami'na Wa Atho'na (Kami Mendengar dan Kami Taat) maka di situlah permulaan ke dunia baru.
Yakni, kata Ken, orang tersebut akan menjadi radikal. Dan bila sudah menjadi radikal, ibarat buah itu sudah matang dan tinggal panen.
"Untuk menuju aksi terorisme tinggal selangkah, dipoles maka sudah jadi teroris," kata Ken.
Ini yang menurut ken, merupakan tragedi kemanusian, yakni anak muda yang punya semangat tapi belajar dan ketemu dengan orang yang salah. Sehingga jihadnya pun jihad di jalan yang salah.
Bagi Ken Setiawan, terorisme memang berbahaya. Tapi yang lebih berbahaya adalah sikap intolerasi dan radikalisme pemikiran.
"Ini yang bisa saja sudah terjadi dan ada di sekililing kita.
Bila kita tidak waspada maka bisa saja keluarga dan lingkungan kita menjadi sasaran kita," ia mengingatkan.
Waspada boleh, imbuhnya, tapi jangan sampai phobia. Justru adanya mereka menjadi motivasi kita untuk belajar tentang islam kepada ahlinya.
Dan bila mendapatkan materi yang tidak dimengerti, menurutnya, ditanyakan kepada ahlinya.
Sebab pintu awal kelompok radikal adalah "hipnosis", bukan hiptotis, pengkondisian dan pengulangan doktrin. Sehingga tersugesti bahwa yang disampaikan adalah benar padahal tipuan belaka.
Untuk itu ia menyuarakan, saatnya kita rajut semangat nasionalisme. Artinya bukan hanya semangat ketika nonton bola antara Indonesia melawan Malaysia, misalnya.
Tapi, kata dia, saatnya kita peduli kepada lingkungan sosial.
"Sebab kalau mau jujur, hari ini kita sudah terkepung oleh berbagai mancam ancaman, mulai radikalisme, intoleransi, narkoba, pornografi, modernisasi dan lainnya," ucapnya.
"Masalah utamanya adalah kita terancam, tapi kita tidak merasa terancam. Sebab kita sekarang menjadi autis dengan diri kita sendiri, termasuk dengan berbagai fasilitas yang modern, kita hanya sibuk dengan dunia kita dan tidak perduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita," pesannya.
Karenanya ia mengajak semua elemen anak bangsa, jangan mau kita di adu domba, antar suku, antar agama dan antar saudara oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Dia menjelaskan, ini bukan kebanggaan, sebenarnya aib yang tidak perlu diceritakan, Tapi semoga pengalaman selama bergabung bisa bermanfaat agar masyarakat waspada," ucapnya.
Terkait Radikalime, Ken Setiawan membuka Forum dialog di website www.niicrisiscenter.com dan di Hotline WhatsApp 0898-5151-228 dan 0852-11-231-363.
Sumber http://www.tribunnews.com/nasional/2...impinan-mereka
Komeng: Sumbu pendek
0
2.5K
35


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan