Kaskus

News

annisaputrieAvatar border
TS
annisaputrie
DPR & KOMNAS HAM nilai KPU langgar UU jika kukuh larang napi korupsi nyaleg
DPR nilai KPU langgar UU jika kukuh larang napi korupsi nyaleg

28 Mei 2018

DPR & KOMNAS HAM nilai KPU langgar UU jika kukuh larang napi korupsi nyaleg
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo 

"Kalau mau, kita amandemen saja dulu konstitusi kita agar KPU diberikan hak untuk membuat UU sendiri sekaligus melaksanakannya sendiri," Bambang Soesatyo.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai KPU (Komisi Pemilihan Umum) melanggar hukum jika tetap melarang mantan terpidana korupsi untuk menggunakan hak mereka dipilih sebagai calon legislatif.


“Sikap KPU tersebut terlampau berlebihan dalam membangun pencitraan lembaganya, sebab UU sudah mengatur mengenai hak-hak seorang warga negara termasuk para mantan terpidana; dan keputusan seseorang kehilangan hak-hak politiknya itu ada di pengadilan, bukan diputuskan dalam aturan yang letaknya di bawah UU. 


Jika KPU masih bersikukuh mengeluarkan aturan tersebut, itu sama saja dengan melawan UU. Atau kalau mau, kita amandemen saja dulu konstitusi kita agar KPU diberikan hak untuk membuat UU sendiri sekaligus melaksanakannya sendiri,” ujar Bamsoet, begitu wartawan biasa menyapa Bambang Soesatyo, dalam pernyataan di Jakarta yang diterima, Senin (28/05/2018).

Dijelaskannya, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, telah diatur bahwa mantan napi yang sudah menjalani masa hukuman 5 tahun atau lebih boleh mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, selama yang bersangkutan mengumumkan diri ke publik mengenai kasus hukum yang pernah menjeratnya.


“Saya sependapat dengan pernyataan Wakil Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Saud Sitomorang bahwa mantan terpidana korupsi boleh saja dicalonkan partainya jika memenuhi sejumlah syarat. 

Antara lain, yang bersangkutan harus menyatakan/mendeklarasikan secara jujur  bahwa dirinya mantan napi korupsi, tidak dicabut hak nya oleh keputusan pengadilan, melewati jeda waktu 5 tahun (jika tuntutan yang bersangkutan di atas lima tahun), serta menunjukan penyesalan dan berkelakuan baik selama menjalani tahanan serta tidak mengulangi perbuatannya,” paparnya.

Jadi, menurut politisi dari Fraksi Partai Golkar ini, jika KPU masih tetap bersikukuh, sementara dalam RDP bersama DPR, pemerintah dan Bawaslu beberapa waktu lalu hasilnya sudah jelas, tidak sepakat dengan usulan KPU tersebut lantaran tidak ada dalam UU Pemilu. Maka, artinya KPU sudah melampaui kewenangannya.


“Kita mendukung KPU untuk menciptakan hasil demokrasi yang bersih bebas dari korupsi. Tapi bersikukuh menjegal mantan terpidana korupsi untuk menggunakan hak dasarnya sebagai warga negara untuk dipilih sebagai calon legislatif menurut saya kurang bijaksana,”

Tidak hanya itu, dengan keputusan tersebut, KPU telah merampas hak-hak dasar warga negara untuk dipilih dan memilih. Seorang mantan narapidana setelah menjalani hukumannya dan kembali ke masyarakat, maka hak dan kewajibannya sama dengan warga negara lainnya. Itu dijamin dalam konstitusi kita. Kecuali pengadilan saat memutus perkara yang bersangkutan memutuskan pencabutan hak politiknya.


“Selain itu, KPU juga telah merampas hak warga negara yang akan memilih calon yg dijegal tersebut. Mulai dari keluarga, kerabat hingga masyarakat dimana mantan terpidana itu berdomisili. Soal apakah yang bersangkutan akan terpilih atau tidak, serahkan saja kepada masyarakat,” pungkasnya.


Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai mantan narapidana korupsi bisa saja diberikan kesempatan ikut menjadi caleg dalam Pemilu 2019. Menurut Saut, jika mantan napi korupsi menyesali perbuatannya dan masyarakat luas ternyata mau memilih orang tersebut, patut diberikan kesempatan.


"Kalau kita menghukum orang berkali-kali di mana orang yang sudah mengakui kesalahannya tersebut sudah menjalani hukumannya, kita hukum dia berkali-kali dengan kesalahan yang sama, hukum tidak begitu. Hukum tidak boleh dendam," kata Saut.

http://rimanews.com/ideas/law/read/2...orupsi-nyaleg/


Komnas HAM: 
Melarang Eks Napi Narkoba Jadi Caleg Melanggar UU
Selasa, 10 April 2018 11:36 WIB
 
DPR & KOMNAS HAM nilai KPU langgar UU jika kukuh larang napi korupsi nyaleg
Ilustrasi Pemilu. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Has Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan Komisi Pemilihan Umum tidak bisa melarang mantan napi narkoba menjadi calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2019. Alasannya, Undang Undang Pemilu tidak mengatur larangan itu. "Kalau tidak ada (dalam) undang-undang, tidak bisa," kata Taufan di Jakarta, Senin, 9 April 2018.

Dalam rancangan Peraturan KPU tentang pencalonan legislatif, KPU akan menambahkan aturan mengenai larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg. Pasal 8 huruf j rancangan PKPU menyatakan calon legislatif bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.

Sedangkan dalam UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tidak ada pasal yang mengatur larangan mantan narapidana narkoba menjadi caleg.

Taufan mengatakan hak asasi memang ada yang bersifat mutlak atau absolut. Namun, ada juga yang tidak, seperti hak politik untuk dipilih. Jadi, kata dia, jika UU Pemilu mengatur pembatasan dengan alasan yang bisa diterima melalui dasar hukumnya, maka pencabutan hak politik bisa dilakukan.

Menurut dia, KPU tidak bisa mengeluarkan diskresi untuk memasukan aturan larangan mantan narapidana menjadi caleg. Taufan menyarankan KPU lebih baik memperjuangkan untuk mengubah UU Pemilu terlebih dahulu. "Kalau sudah ada di UU, dan menjadi kesepakatan nasional baru bisa.” Tapi tanpa UU, tidak bisa membatasi hak politik seseorang maupun kelompok.


Taufan menuturkan jika KPU memasukkan aturan itu dalam PKPU, akan menimbulkan perlawanan atau gugatan hukum. Sebab, orang yang merasa haknya dilanggar akan menggugat. "Apalagi KPU hanya pelaksana UU." Rencana KPU itu juga masih akan dilihat objektivitasnya oleh pemerintah, parlemen dan masyarakat.
https://nasional.tempo.co/read/1077978/komnas-ham-melarang-eks-napi-narkoba-jadi-caleg-melanggar-uu



Larang Mantan Napi Korupsi Ikut Pileg, KPU Sebut Tidak Salahi Undang-undang

Senin, 16 April 2018 21:55

TRIBUNJOGJA.COM - Komisi Pemilihan Umum ( KPU) tetap menegaskan rencana larangan mantan napi kasus korupsi ikut pemilu legislatif tidak melanggar UU Pemilu. Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengungkapkan rencana itu menurutnya tidak melanggar ketentuan yang ada di UU nomor 7 tahun 2017.

Untuk iru, KPU akan tetap melaksanakan rencana tersebut dengan mengaturnya lewat Peraturan KPU. Menurut Wahyu, korupsi merupakan kejahatan yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa. 
Sehingga, KPU perlu mengatur pelarangan tersebut secara lebih tegas melalui peraturan KPU (PKPU) .

"Kami memahami bahwa dalam UU yang dimaksud kejahatan luar biasa itu adalah kejahatan seksual terhadap anak dan narkoba tetapi kita memandang pula bahwa korupsi itu adalah kejahatan yang daya rusaknya luar biasa. Sehingga KPU memperluas tafsir," ujar Wahyu saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/4/2018).


 "Yang semula hanya dua poin yaitu kejahatan seksual terhadap anak dan bandar narkoba, kami perluas dengan satu norma lagi yaitu korupsi," tuturnya.


Selain itu, Wahyu mengatakan pihaknya memiliki kewenangan untuk menafsirkan suatu ketentuan dalam UU kemudian mengaturnya di PKPU. 
Ia mencontohkan saat KPU mengatur soal aksesibilitas pemilu bagi kelompok-kelompok rentan atau penyandang difabel.
Menurut Wahyu, aspek aksesibilitas belum diatur dalam UU Pemilu.

Kemudian KPU mengaturnya melalui PKPU agar kelompok difabel memiliki hak pilih yang sama dengan warga negara lainnya. "Dalam pandangan kami, kami meluas tafsir tidak (melanggar UU). Kami ingin mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN," kata Wahyu.

Sebelumnya, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mengungkapkan adanya kekosongan hukum dalam UU Pemilu. UU Pemilu tidak secara jelas mengatur apakah seorang mantan napi diperbolehkan untuk ikut dalam pemilu legislatif (Pileg) 2019. Namun, persyaratan berbeda diterapkan pada calon presiden dan wakil presiden.


"Saya lihat ini ada ruang yang harus diisi, karena dalam UU Pemilu itu pengaturan terkait pembatasan terpidana ini beda-beda. Dalam UU Pemilu kan tidak hanya mengatur anggota DPR, DPRD dan DPD tapi juga mengatur presiden dan wakil presiden," ujar Hadar dalam sebuah diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (13/4/2018).


Pasal 169 huruf d UU Pemilu mengatur salah satu persyaratan menjadi presiden dan wakil presiden. Pasal tersebut menyatakan bahwa seorang calon presiden atau wakil presiden tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.


Sementara, dalam pasal 240 UU Pemilu, seorang mantan terpidana yang dipidana lima tahun penjara tetap bisa mendaftar sebagai caleg selama ia mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana.


"Lho kok terus tidak ada pelarangan bagi anggota DPR, padahal mereka sama-sama calon pemimpin. Sama-sama pentingnya mereka ini," tuturnya. Akibat adanya perbedaan syarat tersebut, kata Hadar, KPU sebagai pihak penyelenggara pemilu memiliki kewenangan membuat pelarangan mantan napi korupsi ikut dalam Pileg 2019. Ketentuan tersebut dapat diatur dalam PKPU agar syarat pencalonan dapat setara dan tidak diskriminatif.

"Itu (PKPU) memang masih perdebatan tapi menurut saya KPU punya kewenangan mengatur. Maka penyelenggara bisa menatanya, mengambil wewenang supaya syarat ini menjadi setara," kata Hadar. (*)

http://jogja.tribunnews.com/2018/04/16/larang-mantan-napi-korupsi-ikut-pileg-kpu-sebut-tidak-salahi-undang-undang


-----------------------------

sebenarnya bukan masalah berhak atau tidak berhak, dilarang UU atau masih diperbolehkan UU. Tapi akar masalahnya itu adalah budaya rasa malu. Orang yang sudah terpidana korupsi karena salah telah menyalah-gunakan uang Negara saat di diamanhi untuk mengelolanya, atau malahan mencuri uang milik rakyat itu dengan sengaja, meski pun telah dibebaskan dari hukuman karena sudah pernah menjadi napi korupsi, harusnyalah sadar diri dan punya rasa malu. 

Sebagai negeri muslim terbesar di Dunia pada masa kini, dimana juga kebanyakan caleg atau peserta pilkada itu adalah seorang muslim, sebaiknya mereka memperhatikan bahwa ada ajaran nabi Muhammad saw yang paling luhur, yaitu: "rasa malu".  Kata beliau pada suatu saat, bila kalian (sebagai muslim) sudah hilang rasa malumu, silahkan beas berbuat apa sajalah! 
  • Rasa malu adalah bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
  • “Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain juga akan hilang.” (HR. Hakim dari Ibnu Umar dengan penilaian ‘shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim. Penilaian beliau ini disetuju oleh Dzahabi. Juga dinilai shahih oleh al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir, no. 1603)
  • Dari Abu Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu, perbuatlah sesukamu’.” (HR. Bukhari no. 3483)



0
1.2K
11
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan