Gagal tumbuh optimal (stunting) atau bisa dibilang pendek, ternyata merugikan negara sebesar Rp 300 Triliun/Tahun. Hal itulah yang disampaikan Menteri/ Kepala Bappenas dalam acara Stunting Summit pada 28 Maret 2018.

Lebih dari sepertiga anak usia dibawah lima tahun di Indonesia mengalami pertumbuhan badan yang tidak sesuai ukuran standar internasional untuk tinggi badan berbanding usia (USAID 2010 & UNICEF 2013). Data Riskesdas menunjukkan bahwa kejadian stunting pada balita tumbuh dari 35,6% pada tahun 2010 menjadi 37,2% di tahun 2013. 

Beberapa provinsi yang memiliki masalah stunting diatas prevalensi nasional dengan urutan prevalensi tertinggi sampai terendah, yaitu Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Papua Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, dan Maluku Utara (Balitbangkes 2010 & Balitbangkes 2013).

 

Penyebab utama Stunting adalah Praktek pengasuhan anak yang tidak bailk, terbatasnya layanan kesehatan, kurangnya akses makanan bergizi, dan kurangnya akses air bersih dan sanitasi.

Jika disederhanakan lagi, orang akan pendek (stunting) adalah buah dari kemiskinan. Hal ini akan dijelaskan dalam video berikut ini.

Sumber : World Bank

Bayangkan jika seorang Ibu Hamil tidak punya uang untuk membeli makanan bergizi dan suplemen untuk bayinya. Sang ibu hamil juga tidak punya akses untuk menjangkau layanan kesehatan (contoh : mau ke puskesmas tapi jalannya jauh dan jelek dan tidak punya uang). Pada akibatnya, perkembangan janin akan tergganggu.

Setelah sang ibu melahirkan, bayinya akan prematur, kecil dan pendek. Selain itu, pada 1000 hari pertama kehidupan sang ibu tidak memberikan ASI ekslusif pada bayinya karena ketidaktahuannya (read: pendidikan kurang). Sang ibu juga tidak mempunyai biaya untuk memberikan makanan yang bergizi pada anaknya. Akibatnya, anak akan tumbuh pendek alias Stunting.

Kejadian stunting pada balita dapat menyebabkan gangguan Intelligence Quotient (IQ). Anak yang menderita kurang gizi berat (stunting) mempunyai nilai rata-rata IQ 11 poin lebih rendah dari anak normal (UNICEF 2005). Stunting juga meningkatkan risiko obesitas dan penyakit degeneratif. Anak-anak stunting juga cenderung mengalami keterlambatan menyelesaikan sekolahnya.Jika anak stunting sudah tumbuh dewasa, maka dia kemungkinan besar akan menjadi tidak produktif, berpenghasilan rendah dan miskin.

Penelitian meta-analisis dari 45 studi longitudinal di Amerika Serikat menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara tinggi badan dengan sukses karir dan gaji di lingkungan pekerjaan. Seseorang dengan tinggi badan enam kaki atau 1,82 m rata-rata menghasilkan gaji selama 30 tahun berkarir sekitar $166.000 lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang dengan tinggi badan lima kaki lima inci atau 1,55 m (Judge & Cable 2004). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi badan seseorang memengaruhi jenis pekerjaan, pendapatan, dan produktivitas kerjanya.

Logika sederhananya, Jelas Indonesia ga maju-maju orang dari bayi aja IQ-nya udah rendah karena stunting. Jadi, penanganan penurunan prevalensi stunting di Indonesia mutlak dilakukan.

Aganpun bisa lho menurunkan angka stunting.

Nah gitu cara penanganan stunting, kalo anak agan pinter-pinter dan gak stunting, kan agan sendiri yang bangga (contoh : anak agan bisa masuk Akpol/Akmil dan Universitas terkenal dan bependidikan tinggi dan berpenghasilan tinggi) .

Bayangkan kalau seluruh Indonesia tahu informasi ini. Angka stunting pasti akan menurun dengan drastis. Dan Indonesia akan maju sedikit demi sedikit.