Setiap generasi membentuk pribadinya sendiri - sendiri. Hal itu sebabkan karena faktor - faktor pendukung yang memengaruhinya. Mulai dari latar belakang sejarah, kondisi lingkungan, ekonomi, hingga keadaan sosial masyarakat dimana generasi itu hidup. Menurut sosiolog Mannheim dalam artikel
tirto.idmenunjukkan bahwa manusia-manusia di dunia ini akan saling memengaruhi dan membentuk karakter yang sama karena melewati masa sosio-sejarah yang sama. Berdasarkan teori itu, para sosiolog—yang bias Amerika Serikat—membagi manusia menjadi sejumlah generasi: Generasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi Baby Boomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y alias Milenial, lalu Generasi Z.
Quote:
1. Sandwich Generation (Generasi Sandwich)
Menurut Psikolog Nadya Pramesrani, M. Psi, dalam
vemale.comadalah julukan bagi mereka yang mengurusi orang tua dan mengurusi anak pada saat yang bersamaan terutama secara finansial/keuangan, sehingga disebut juga dengan
Generasi Sandwich.. Artinya generasi ini terbebani oleh 3 tekanan, yaitu dia harus mampu menghidupi dirinya sendiri, menghidupi orang tuanya, dan menghidupi keluarganya (anak & istri) jika sudah berkeluarga.
Orang - orang jaman dulu, sudah memikirkan hal ini, dan tekniknya sangat sederhana, yaitu dengan memperbanyak keturunan. Mereka berharap, investasi mereka dalam bentuk anak diharapkan bisa menghidupinya saat sudah memasuki usia pensiun atau usia senja. Oleh karena itu, timbul istilah yang dinamakan dengan
banyak anak banyak rejeki, lantas apakah hal itu sudah menyelesaikan persoalan? Pemikiran orang tua seperti itu layaknya
Skema Ponzi dalam ilmu ekonomi, dimana beban terbesar akan semakin ditanggung pada tatanan yang paling rendah. Jika hal ini dilakukan oleh para orang tua, maka dalam skema keluarga yaitu anak, cucu, sampai cicit. Jadi hidup yang berat saat ini, bisa dikatakan karena perilaku para leluhur yang belum berpikir mengenai keberlanjutan yang seimbang.
Quote:
2. Memiliki Anak berarti Siap Hidup Mahal
Bagi generasi Millenial yang teredukasi, secara otomatis akan mempersiapkan diri dan keturunannya agar mendapatkan hidup yang layak menurut standar yang sedang mereka jalani. Dalam artikel yang dikeluarkan oleh
tirto.idmenunjukkan bahwa estimasi biaya membesarkan anak di Indonesia hingga usia 21 tahun adalah sebesar Rp2.945.102,750. Angka itu didapat dari asumsi makanan merupakan makanan kebutuhan pokok tiga kali sehari, lantas biaya pendidikan yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan utama, kebutuhan tempat tinggal, transportasi, dan biaya kesehatan.
Penyesuaian harga menggunakan rumus present/future value dengan interest rate: 2010-2015 menggunakan inflasi sementara 2015-2020 menggunakan inflasi forecast 2020: 3,81% (rata-rata 2015-2020). Dengan proporsi pengeluaran 31,3 persen, lalu transportasi 20,9 persen, kemudian pendidikan 16,4 persen, kesehatan 9,2 persen, pakaian 6,4 persen dan kebutuhan lainnya 14,2 persen. Itu adalah pengeluaran bulanan yang diasumsikan untuk satu anak, jika anda memiliki lebih dari satu anak maka kebutuhan yang anda keluarkan akan bertambah.
Estimasi biaya tersebut memang tidak bersifat pasti, yang pasti kalau anak memiliki bakat DNA yang lebih cerdas dibandingkan teman - temannya kemungkinan besar biaya tesebut akan semakin berkurang karena tawaran beasiswa akan banyak berdatangan, dan sebelum selesai kuliah - pun akan banyak pula tawaran pekerjaan. Tapi berapakah persentase anak yang cerdas paling tidak lebih dari 5 orang dalam satu kelas dengan populasi 30 anak, lantas bagaimaan dengan yang lainnya?
Quote:
3. Lebih Pintar Secara Edukasi daripada Orang Tua, Namun Lebih Miskin
Anak jaman sekarang siapa sih yang tidak sekolah? Menurut data
bps.go.idbahwa tingkat melek huruf di Indonesia sudah mencapai 95% arti nya tingkat penetrasi pendidikan di Indonesia juga sudah semakin baik. Idealnya, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik tingkat kesejahteraannya. namun sayangnya hal ini tidak berlaku.
Dalam artikel
womantalk.com menunjukkan bahwa menurut Institute of Fiscal Studies (IFS), Inggris, millennial tak akan sekaya generasi pendahulunya. IFS menelaah evolusi pendapatan dan jumlah kekayaan warga Inggris dari tahun 2006 dan menemukan bahwa jumlah kekayaan orang-orang berusia 45 hingga 54 tahun naik hingga rata-rata 6 ribu poundsterling, sementara yang berusia 25 hingga 34 hanya naik sekitar 4 ribu poundsterling. Temuan serupa dari McKinsey Global Institute juga mendapati, antara tahun 2005 hingga 2014, sebanyak 70% rumah tangga mengalami penurunan pendapatan.
Tren ini bukan hanya terjadi di Inggris. Forbes melaporkan, di tahap karier yang sama, millennial secara global mendapat gaji 20% lebih rendah dibandingkan generasi pendahulunya. Salah satu alasannya menurut Forbes adalah, millennial memiliki pendidikan lebih tinggi ketimbang generasi lalu. Jika dulu di usia akhir 20an Gen X atau baby boomers sudah punya pengalaman kerja yang cukup banyak, maka millennial baru saja menyelesaikan pendidikan pascasarjana. Hal ini membuat millennial kalah dalam soal pengalaman. Diakui atau tidak, dalam banyak bidang pekerjaan, pengalaman matang lebih berharga dibandingkan pendidikan tinggi tapi minim pengalaman.
Quote:
4. Sudah Lebih Miskin, Tapi Gaya Hidup Tinggi
Hal ini kian diperparah dengan gaya hidup millenial yang tergolong tinggi dimana menurut
bisnis.comBanyak sekali penelitian mengenai pergeseran pola hidup generasi millennial. Bahwa generasi baru ini adalah penggerak utama konsumsi dalam sistem perekonomian dunia. Ternyata, sebagian besar dari mereka adalah konsumen dari gengsi dan gaya hidup prestisius untuk kelas menengah-atas. Mereka adalah generasi yang selalu mengikuti dan up to date dengan tren terkini, dan berusaha mencari peluang bisnis dengan caranya sendiri.
Biasanya, mereka tidak segan mengucurkan banyak uang untuk belanja produk fesyen atau kosmetik terbaru, gadget berteknologi termutakhir, otomotif teranyar, sewa jasa transportasi premium online, atau makan di cafe dan restoran kekinian. Mereka beranggapan dengan terus mengikuti gaya hidup kekinian, hal tersebut akan menunjang karier mereka dan membuka peluang networking yang lebih baik. Untuk membangun jejaring, tidak sedikit orang yang harus janjian rapat di cafe atau restoran mahal.
Quote:
5. Lapangan Pekerjaan Terancam Kehadiran Robot
Otomasi telah dan dunia digital telah semakin meringkas peran manusia. Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, di sela-sela kegiatan annual meeting IMF-World Bank di Kantor Pusat IMF, Washington, Rabu (11/10/2017) waktu setempat. "Karena teknologi muncul banyak sekali robot yang bisa menggantikan tenaga kerja manual yang selama ini dikerjakan oleh yang skil-nya rendah," yang dimuat dalam
detik.com. Dan dalam artikel yang dimuat
merdeka.comBerdasarkan kajian McKinsey sekitar 52,2 juta pekerjaan di Indonesia berpotensi hilang digantikan oleh proses otomatisasi.
Memang benar bahwa manusia yang dapat beradaptasi dengan kondisi seperti ini akan tetap dapat bertahan, dan akan ada pekerjaan - pekerjaan baru yang mendukung jalannya revolusi industri 4.0 Namun, secara tidak langsung menunjukkan bahwa peran manusia akan semakin terminimalisir. Pertanyaannya adalah, seberapa besar populasi yang dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru ini? Berapa banyak manusia yang kompeten? Revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan dunia digital, dunia digital sangat melekat pada kecerdasan numerik, sedangkan hasil
PISA-OECDmenunjukkan bahwa kapabilitas numerikal dalam hal ini Matematika, Literasi, dan Sains dimana orang - orang Indonesia berada pada peringkat 63 dari 72 negara yang disurvei.
Begitulah kesulitan - kesulitan hidup yang dialami generasi Millenial, Mungkin saja hal ini tidak dibayangkan oleh generasi sebelumnya. lantas bagaimana kita menyikapinya? Jika masih ada kesulitan lain yang belum disebutkan silakan tuliskan pada komentar kalian ya!
Salam
Millenial Kaya Raya
Quote:
Sumber literasi:
tirto.id
bisnis.com
detik.com
merdeka.com
womantalk.com
oecd.org