- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Adil seharusnya tidak boleh tawar-menawar. Tidak adil tidak Pancasilais ฅ•ω•ฅ


TS
babygani86
Adil seharusnya tidak boleh tawar-menawar. Tidak adil tidak Pancasilais ฅ•ω•ฅ
Kita semua semestinya tahu bahwa di kehidupan sehari-hari maupun saat beraktivitas di media sosial, setiap orang bersamaan kedudukannya di depan hukum tidak terkecuali Ibu Saulina boru Sitorus.

Japaya yang berseteru dengan Saulina menggugat nenek 92 tahun itu bersama enam orang lainnya, mereka adalah Marbun Naiborhu (46), putra kandung Saulina; lalu keponakan Saulina, yakni Maston Naiborhu (46); Jesman Naiborhu (45); Luster Niborhu (62); Bilson Naiborhu (59); dan Hotler Naiborhu (52). Pohon durian itu milik Japaya telah berumur 10 tahun. Pohon durian tersebut ditebang oleh Marbun Naiborhu kemudian diangkat ke pinggir tambak, tugu, agar tidak mengenai semen bangunan Boigodang Naiborhu yang sedang dibangun. Japaya mengaku rugi senilai ratusan juta karena pohon durian di lahan yang dibangun tugu ditebangi oleh keluarga Saulina. Sementara itu, Saulina mengaku sudah mendapatkan izin dari empunya tanah wakaf untuk dijadikan tempat membangun tugu. Japaya melaporkan Saulina dan terdakwa lainnya pada 1 Maret 2017 lalu ke Polsek Lumban Julu, Tobasa.
Dan tegas kata Adil yang dua kali disebut dalam Pancasila, sila kedua dan kelima, adalah a=tanpa dan deal=tawar menawar. Adalah jadinya adil seharusnya tidak boleh tawar-menawar. Tidak adil tidak Pancasilais.
http://www.tribunnews.com/regional/2...g-pohon-durian
http://medan.tribunnews.com/tag/saul...a-boru-sitorus
http://www.tribunnews.com/seleb/2018...menebang-pohon
http://www.tribunnews.com/regional/2...lelah?page=all
https://www.jawapos.com/read/2018/01...nenek-92-tahun
Quote:

Japaya yang berseteru dengan Saulina menggugat nenek 92 tahun itu bersama enam orang lainnya, mereka adalah Marbun Naiborhu (46), putra kandung Saulina; lalu keponakan Saulina, yakni Maston Naiborhu (46); Jesman Naiborhu (45); Luster Niborhu (62); Bilson Naiborhu (59); dan Hotler Naiborhu (52). Pohon durian itu milik Japaya telah berumur 10 tahun. Pohon durian tersebut ditebang oleh Marbun Naiborhu kemudian diangkat ke pinggir tambak, tugu, agar tidak mengenai semen bangunan Boigodang Naiborhu yang sedang dibangun. Japaya mengaku rugi senilai ratusan juta karena pohon durian di lahan yang dibangun tugu ditebangi oleh keluarga Saulina. Sementara itu, Saulina mengaku sudah mendapatkan izin dari empunya tanah wakaf untuk dijadikan tempat membangun tugu. Japaya melaporkan Saulina dan terdakwa lainnya pada 1 Maret 2017 lalu ke Polsek Lumban Julu, Tobasa.
Quote:
Jadi jangan dikaburkan dengan alasan apa pun. Tetapi kenapa banyak orang yang bereaksi terhadap penahanan Ibu Saulina boru Sitorus? Penyebabnya satu, semata-mata karena di depan mata kita secara vulgar tersaji ketimpangan hukum. Pisau hukum tajam ke bawah, majal ke atas. Dan salah satu yang paling jelas adalah mengapa orang seperti Saulina boru Sitorus ditahan, sementara beberapa tersangka atau terdakwa yang lebih dari apa yang dilakukan Saulina malah tidak ditahan?
Realitanya di negara kita, Indonesia, banyak sekali penyimpangan terhadap hukum. Terutama bagi mereka yang berkuasa di mata hukum. Tidak ada salahnya masyarakat banyak yang menilai bahwa hukum di Indonesia itu cacat. Hukum di Indonesia kebanyakan tajam ke bawah dan tumpul di atas, artinya semua orang yang memiliki uang pasti bisa membeli hukum. Sulit rasanya untuk menutupi realita hukum di Indonesia yang sudah terbukti faktanya. Contoh paling nyata adalah penegakan hukum terhadap para koruptor, hal ini dinilai terlalu ringan daripada apa yang telah mereka perbuat untuk melukai rakyat Indonesia. Proses hukum yang tertutup dan banyaknya rekayasa hukum yang menipu rakyat untuk kepentingan oknum sudah cukup dinilai sebagai puncak kehancuran hukum di Indonesia. Rakyat akan percaya apabila hukum di Indonesia ditegakkan secara benar dan transparan. Oleh sebab itu, pemerintah harus turun tangan dalam penegakkan hukum itu sendiri. Karena memang sulit hukum ditegakkan apabila sudah cacat dari atas dan masyarakat menganggap hukum sebagai kejahatan bukan keadilan.

Mungkin ada yang bertanya, memangnya salah menahan Saulina boru Sitorus? Kalau menurut KUHAP, tidak! Menurut KUHAP, tersangka atau terdakwa bisa ditahan apabila dikhawatirkan melarikan diri, merusak, dan menghilangkan barang bukti dan mengulang tindak pidana yang dilakukan. Tanya ke nurani, apakah seorang Saulina boru Sitorus yang tua yang renta bisa melakukan pencurian kayu balok itu di hutan lagi? Itu misalnya. Nah persyaratan subjektif ini dalam KUHAP berada di wilayah abu-abu, di mana sering disalahgunakan oleh oknum penegak hukum yang takluk pada uang, pada kuasa atau pada pengaruh.
Realitanya di negara kita, Indonesia, banyak sekali penyimpangan terhadap hukum. Terutama bagi mereka yang berkuasa di mata hukum. Tidak ada salahnya masyarakat banyak yang menilai bahwa hukum di Indonesia itu cacat. Hukum di Indonesia kebanyakan tajam ke bawah dan tumpul di atas, artinya semua orang yang memiliki uang pasti bisa membeli hukum. Sulit rasanya untuk menutupi realita hukum di Indonesia yang sudah terbukti faktanya. Contoh paling nyata adalah penegakan hukum terhadap para koruptor, hal ini dinilai terlalu ringan daripada apa yang telah mereka perbuat untuk melukai rakyat Indonesia. Proses hukum yang tertutup dan banyaknya rekayasa hukum yang menipu rakyat untuk kepentingan oknum sudah cukup dinilai sebagai puncak kehancuran hukum di Indonesia. Rakyat akan percaya apabila hukum di Indonesia ditegakkan secara benar dan transparan. Oleh sebab itu, pemerintah harus turun tangan dalam penegakkan hukum itu sendiri. Karena memang sulit hukum ditegakkan apabila sudah cacat dari atas dan masyarakat menganggap hukum sebagai kejahatan bukan keadilan.

Mungkin ada yang bertanya, memangnya salah menahan Saulina boru Sitorus? Kalau menurut KUHAP, tidak! Menurut KUHAP, tersangka atau terdakwa bisa ditahan apabila dikhawatirkan melarikan diri, merusak, dan menghilangkan barang bukti dan mengulang tindak pidana yang dilakukan. Tanya ke nurani, apakah seorang Saulina boru Sitorus yang tua yang renta bisa melakukan pencurian kayu balok itu di hutan lagi? Itu misalnya. Nah persyaratan subjektif ini dalam KUHAP berada di wilayah abu-abu, di mana sering disalahgunakan oleh oknum penegak hukum yang takluk pada uang, pada kuasa atau pada pengaruh.
Quote:
Yang juga cukup sering terjadi adalah penyalahgunaan Alokasi Dana Desa. Jika memang masyarakat mempunyai bukti yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan di muka hukum atas dugaan penyelewengan dana desa (korupsi) dimaksud, maka masyarakat berhak melaporkan oknum tersebut kepada pihak aparat penegak hukum atas proses tindak lanjut. Perbuatan penyalahgunaan keuangan desa seperti penyalahgunaan Alokasi Dana Desa merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh perangkat desa. Apabila dilakukan, maka yang bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Masyarakat dapat membuat pelaporan atau pengaduan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat serta kepada Pemerintah Supra Desa (Kecamatan), mengenai obyek kegiatan serta perkiraan nilai kerugian yang diselewengkan. Dalam pelaporan ataupun pengaduan tersebut, perlu disertai dengan penjelasan konkrit mengenai obyek kegiatan yang menjadi dugaan tindak penyelewengan. Dalam hal tidak ada tindak lanjut dari kedua lembaga dimaksud atas pelaporan yang telah dilakukan, maka masyarakat dapat menyampaikan dugaan penyelewengan dana desa kepada Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Bupati cq. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa, serta Inspektorat Daerah Kabupaten.
Jadi intinya, mari kita tengok ke batin kita, fenomena Nenek Saulina boru Sitorus sungguh mengusik hati nurani dan melindungi pelaku korupsi yang lebih “jahat” dari Saulina boru Sitorus, sungguh telah membumihanguskan hati nurani.

Masyarakat dapat membuat pelaporan atau pengaduan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat serta kepada Pemerintah Supra Desa (Kecamatan), mengenai obyek kegiatan serta perkiraan nilai kerugian yang diselewengkan. Dalam pelaporan ataupun pengaduan tersebut, perlu disertai dengan penjelasan konkrit mengenai obyek kegiatan yang menjadi dugaan tindak penyelewengan. Dalam hal tidak ada tindak lanjut dari kedua lembaga dimaksud atas pelaporan yang telah dilakukan, maka masyarakat dapat menyampaikan dugaan penyelewengan dana desa kepada Pemerintah Kabupaten, dalam hal ini Bupati cq. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa, serta Inspektorat Daerah Kabupaten.
Jadi intinya, mari kita tengok ke batin kita, fenomena Nenek Saulina boru Sitorus sungguh mengusik hati nurani dan melindungi pelaku korupsi yang lebih “jahat” dari Saulina boru Sitorus, sungguh telah membumihanguskan hati nurani.
Dan tegas kata Adil yang dua kali disebut dalam Pancasila, sila kedua dan kelima, adalah a=tanpa dan deal=tawar menawar. Adalah jadinya adil seharusnya tidak boleh tawar-menawar. Tidak adil tidak Pancasilais.
Spoiler for Referensi:
http://www.tribunnews.com/regional/2...g-pohon-durian
http://medan.tribunnews.com/tag/saul...a-boru-sitorus
http://www.tribunnews.com/seleb/2018...menebang-pohon
http://www.tribunnews.com/regional/2...lelah?page=all
https://www.jawapos.com/read/2018/01...nenek-92-tahun
0
1.9K
Kutip
10
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan