Kaskus

Hobby

zheilahAvatar border
TS
zheilah
Mengenal dan Mengenang "1998" Lewat Fiksi
Hai Gan, Sis

Ane permisi ikutan meramaikan thread buku, semoga berkenan. Mohon saran dan masukannya juga.

------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------


Bulan Mei ini rasanya pas deh momennya kalau ane mengajak bareng-bareng saling berbagi tentang karya fiksi yang mengangkat tema seputar tahun 1998. Bagi yang tahun segitu masih orok atau malah dalam proses depe tentu gak banyak tahu tentang apa yang terjadi. Ane juga masih kecil, ingetnya cuma emak-bapak suka ngeluh aja kalau dimintain duit jajan gegara krisis moneter emoticon-Cape d... (S).


Padahal tahun 1998 merupakan tahun yang penting dalam pembabakan Indonesia, baik dalam politik, sejarah, dan kehidupan secara keseluruhan. Makanya ane sih penasaran dan pengen ngerti, kalau ngerti kan enak ya gan, gak gampang ditipu ma diprofokasi.


Ane gak paham-paham amat ma politik, suka konslet otaknya kalau disuruh ngapalin tanggal ma tahun, jadi lebih milih kepo lewat fiksi. Kalau ada yang bilang fiksi itu cuma rekaan, ya memang rekaan, tapi gak berarti "cuma". Fiksi bercerita tentang fakta dengan caranya tersendiri, menawarkan penggambaran suasana, ya sisi humanis alias kemanusiaan dari satu peristiwalah gan.


Nah, langsung saja di awah ane bagi karya fiksi bertema 1998 yang pernah ane baca. Recomended buat Agan dan Sista semua.


Laut Bercerita

Spoiler for "Novel Laut Bercerita":


Laut Berceritaini novel teranyarnya Leila S. Chudori, terbit sekitar akhir tahun 2017 kemarin. Novel ini banyak menceritakan gambaran kehidupan mahasiswa di Jogja masa Orde Baru, yah tahun 90-an sampai menjelang reformasi 1998. Berhubung tokoh utama novel ini, Biru Laut, merupakan aktifis jadi yang banyak dipaparkan ya kehidupan mahasiswa ala aktifis zaman itu. Mahasiswa golongan kupu-kupu atau yang  doyan ngemol, kagak tahu dah nasib dan keberadaan mereka.


Beberapa hal khas yang dilakukan mahasiswa aktifis zaman segitu seperti yang digambarkan di novel ini di antaranya adalah sembunyi-sembunyi foto kopi buku yang dilarang pemerintah. Kalau sekarang sih kayaknya mahasiswa Jogja masih pada suka foto kopi buku, cuman beda sebab sih: lebih murah ketimbang belli yang asli emoticon-Ngakak (S).

Selain itu mereka juga ngontrak satu rumah yang jauh dari keramaian buat dipakai diskusi, juga merencanakan aksi dalam rangka mengkritisi pemerintah. Maklum waktu itu kegiatan diskusi-diskusi sering dicurigai dan aktifis juga jadi sasaran intel.


Sampai mnedekati akhir tahun 90-an diceritakan kalau suasana Indonesia semakin panas dan genting. Biru Laut dan kawan-kawannya harus berpindah-pindah tempat buat sembunyi karena mereka dikejar-kejar aparat. Sampai akhirnya Biru Laut tertangkap di tempat persembunyiannya yang terakhir.


Khas sekali ala Leila S. Chudori yang pinter buat menyeret pembaca pada jalinan cerita terus ngaduk-aduk perasaan, ane baca novel ini suka sedih-sedih sesek gimana gitu. Membayangkan berbagai macam jenis siksaan yang dialami Biru Laut setelah tertangkap udah bikin hati miris, tambah nyesek lagi pas Biru Laut lagi disiksa itu ada yang foto-fotoin dia, eh rupanya yang memfoto itu dulunya menyusup jadi teman sesama aktifis yang dipercayainya. Duh jleb, hati berasa rengginang yang diremet jadi serpihan. Belum lagi membaca curhatan emak-emak yang anaknya jadi aktivis dan hilang gak tahu rimbanya. Pedih di atas pedih itu kalau lihat emak sedih perkara anaknya gan.


Di bagian akhir novel, lewat adik Biru Laut, Asmara Jati, ada ditawarkan semacam pandangan bagaimana menyikapi peristiwa "1998" setelah berlalunya itu peristiwa. Dibahas bagaimana keluarga yang ditinggalkan menghadapi kehilangan anggota keluarga, seperti aksi kamisan itu lho gan. Ada juga harapan bahwa Indonesia jadi lebih baik lagi. Bagi yang belum baca, ayo baca gan, novelnya bagus kok. Yang sudah baca bolehlah dibagi pengalaman bacanya ya.


"Gerimis yang Sederhana"

Spoiler for "Gerimis yang Sederhana":


Karya fiksi yang satu ini berupa cerpen karya Eka Kurniawan. Seperti judulnya, kesan awal membaca cerpen ini adalah alurnya yang sederhana. Bercerita tentang dua orang dari Indonesia yang sama-sama lagi di Amerika dan berencana ketemu buat semacam kencan buta. Pas mau ketemuan, sang tokoh perempuan yang namanya Mei malah muter-muter di jalan, tidak berani masuk ke restoran tempat Effendi, tokoh laki-lakinya, menunggu sebab di sana ada pengemis.


Bagi ane, di sinilah kepiawaian Eka Kurniawan mengemas suatu tema yang berat menjadi cerpen yang gampang dicerna, seolah ringan dan enak dibaca tapi menyentuh tepat pada pokok persoalan yang mau dibahas. Ketakutan Mei pada pengemis itu menjadi gambaran bagaimana trauma korban kerusuhan Mei 1998 begitu dalam membekas, sampai-sampai terasa tidak masuk akal bagi orang yang tidak mengalami trauma itu.


Perlahan dan lirih diungkapkan dalam cerpen ini bahwa Mei adalah seorang keturunan Tionghoa yang pindah dari Indonesia ke Amerika gara-gara kerusuhan Mei 1998. Pas kerusuhan itu Mei hampir dirudapaksa oleh pengemis, makanya dia gemeteran kalau ketemu pengemis.


Humor satir jadi ending yang menyegarkan di cerpen ini. Kalau ane ngelihat sih akhirnya Mei berdamai dengan traumanya, yang digambarkan dengan bahwa Mei mau membantu Effendi mencari pengemis yang ada di restoran tadi. Sebab, Effendi gak sengaja ngasih cincin kimpoinya bersamaan dengan recehan pada si pengemis. Cowok di mana-mana mah gitu, eh yang disalahin pelakor. Ups, maaf gan, sis, meleng pembahasannya emoticon-Hammer (S).


Buat yang udah sering baca cerpen bertema Mei 1998, "Gerimis yang Sederhana" ini mesti dibaca juga. Cerpen ini bisa jadi penyegar di antara cerpen-cerpen lain yang bertema sama. Kan biasanya cerpen tentang Mei 1998 kemasannya muram dan suram.


Sebenarnya masih ada banyak lagi karya fiksi yang mengangkat tema peristiwa 1998, atau berlatar tahun itu, dengan berbagai gaya dan bermacam sudut fokus penceritaan. Di antaranya ada Samankarya Ayu Utami, Sekuntum Nozomi punya Marga T, 1998 karya Ratna Indraswari Ibrahim, cerpen-cerpen di berbagai media, dan lain-lainnya.


Ane bahas dua karua fiksi di atas itu dulu saja. Monggo ditambahin sama Agan dan Sista daftarnya jika berkenan. Boleh juga saling berbagi pengalaman, pengetahuan, dan kesan dari membaca fiksi-fiksi dengan tema besar 1998.

emoticon-Jempolemoticon-Jempolemoticon-Jempol

0
7.7K
51
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan