Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

azizm795Avatar border
TS
azizm795
Sosok Aman Abdurrahman Dalam Tragedi Mako Brimob
 Lima anggota Brimob dan satu narapidana teroris tewas dalam bentrokan yang terjadi di Blok C, Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Selasa, (8/5), malam. Dalam insiden tersebut sempat terjadi penyanderaan seorang anggota polisi oleh para napi teroris. Salah satu tuntutan mereka adalah bertemu dengan Aman Abdurrahman, terdakwa kasus bom Thamrin yang sangat dihormati di kelompoknya karena sangat teguh memegang ideologi. Oman Rochman, begitu ia biasa dipanggil, juga dikenal memiliki kapasitas akademik yang baik. Iapun dijuluki sebagai ‘singa tauhid.’
Baca juga : Apakah Rusuh Rutan Brimob Karena Masalah Makanan
Pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kamis (15/2) silam, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Oman dengan hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup karena keterkaitannya dengan bom Thamrin dan sederet aksi terorisme di Indonesia.
Hari ini, Jumat (11/5) Aman dijadwalkan akan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda tuntutan. Namun pengacaranya, Asludin Hatjani  belum bisa memastikan apakah sidang hari ini tetap berlangsung atau tidak, usai kerusuhan di Mako Brimob yang menewaskan enam orang. Menurutnya sidang bergantung pada kesiapan jaksa, demikian seperti dilaporkan CNN. 
Baca juga : IPW Minta Rutan Brimob Dibubarkan
Selain kasus bom Thamrin, Aman didakwa mengarsiteki Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun 2016, Bom Thamrin (2016) dan Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017).
Aman Abdurrahman setidaknya pernah terjerat hukum sebanyak tiga kali dalam hidupnya. Semuanya terkait serangkaian aksi terorisme di Indonesia. Aparat kepolisian pernah menangkapnya atas insiden ledakan bom di kawasan Cimanggis, Depok yang terjadi pada 21 Maret 2004 silam.
Baca juga : Dari Komnas HAM untuk POLRI yang Sabar
Pada kasus tersebut, Aman divonis hukuman penjara selama tujuh tahun. Dalam sidang pembacaan vonis yang belangsung pada 2 Februari 2005, ia terbukti melanggar Pasal 9 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang Kepemilikan Bahan-bahan Peledak.
Setelah menjalani masa hukuman, Aman kembali ditangkap karena terbukti turut membiayai pelatihan kelompok teroris di Jantho, Aceh Besar. Pria kelahiran Sumedang, Jawa Barat pada 1972 ini kemudian divonis 9 tahun penjara pada 2010 oleh PN Jakarta Barat. Dia pun dijebloskan ke Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, tempat dimana kemudian ia membentuk Jamaah Anshar Daulah (JAD) sebagai wadah untuk mendukung khilafah Islamiyah. Dan saat muncul kelompok ISIS, Oman mendeklarasikan dukungan terhadap kelompok tersebut. 

Aman didakwa sebagai otak lima aksi teror (foto: Okezone)
Saat HUT ke-72 RI, Pada 17 Agustus 2017, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengumumkan remisi bebas kurungan penjara terhadap lima narapidana terorisme. Aman Abdurrahman yang dipidana 9 tahun penjara termasuk di antaranya. Selain Aman, ada juga Agus Abdillah Bin Rojihi (alm) dan Mohammad Thorik Bin Sukara (alm) dengan pidana 7 tahun penjara serta Anshar Apriadi Bin Anwar Asis Manggung dengan pidana 3 tahun 6 bulan penjara.
Namun empat hari sebelum menerima remisi dan menjalani pembebasan bersyarat, Aman Abdurrahman dibawa ke Mako Brimob di Depok, Jawa Barat. Langkah itu diambil karena kepolisian tampaknya tidak ingin memberi kesempatan bagi Aman untuk menyebarkan ideologi jihadnya di luar penjara.
Hingga saat terjadi insiden kerusuhan di Blok C, Mako Brimob Kelapa Dua, pada Selasa, (8/5), malam, Aman Abdurrahman masih berstatus sebagai tahanan. Ia didakwa terlibat kasus teror bom Sarinah di kawasan Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, yang terjadi pada Januari 2016. Menurut penasihat hukum Aman Abdurrahman, Asrudin Hatjani kliennya ditempatkan dalam sel tahanan yang berbeda dengan tahanan lain yang melakukan kericuhan di Rutan Mako Brimob.
Jaksa Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, telah mendakwa Aman dengan pasal 14 juncto pasal 6, subsider pasal 15 juncto pasal UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ia diancam pidana penjara yakni seumur hidup atau hukuman mati.  
Sedangkan dalam dakwaan sekunder, Aman didakwa dengan pasal 14 juncto pasal 7, subsider pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ia diancam dengan pidana penjara seumur hidup.
Dalam sidang lanjutan perkara teror bom Thamrin yang menjerat Aman Abdurrahman, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan seorang dosen Universitas Indonesia (UI) sebagai saksi ahli, di PN Jakarta Selatan, Selasa, 17 April 2018 lalu. Di persidangan, saksi bernama Solahudin menjelaskan biografi dan sepak terjang Aman Abdurrahman dalam jaringan terorisme Indonesia.
Solahudin mengatakan awal mulanya Aman Abdurrahman merupakan mahasiswa di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (Lipia), di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Aman merupakan mahasiswa cerdas yang menguasi kitab-kitab dalam bahasa Arab. Ia dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude.
“Dia dinyatakan lulus secara cumlaude atau Mumtaz. Dia juga hafal kitab-kitab kuning di luar kepala,” ujar Solahudin dalam kesaksiannya di depan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan pada Selasa (17/4).
Setelah lulus kuliah, Aman Abdurrahman dipilih menjadi imam masjid As Shofa di daerah Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Ia dikenal oleh masyarakat sebagai ustadz salafi.
Aman juga pernah mendirikan Majelis Taklim Nusantara (MTN). Dia bahkan sempat menggunakan masjid Al-Fatah Yakpi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, sebagai markas dan tempat pengajian. Selanjutnya mereka pindah ke Masjid Islamic Centre Bekasi. Namun, karena diusir warga, mereka kemudian mencari tempat lain.
Menurut Solahudin, nama Aman Abdurrahman tidak langsung poluler di kalangan kelompok ekstrimis. Ia mulai dibicarakan ketika tiba-tiba namanya disebut telah terlibat dalam insiden bom Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat pada tahun 2004. Ia dituding berperan paling besar karena memberikan pelatihan.
Menurut kesaksian salah satu pengikut Aman, Saiful, dalam sidang lanjutan kasus bom Thamrin yang digelar pada Selasa (6/3), pada 2004 Aman Abdurrahman pernah menggunakan Kawasan hutan di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat sebagai tempat latihan fisik.
"Ustad Aman kader saya kalau di pelatihan. Saya yang menggelar pelatihan militer," kata Saiful saat memberi keterangan di depan hakim. Pelatihan militer yang dimaksud Saiful adalah pelatihan yang menggunakan fisik, namun tidak diperlengkapi dengan senjata. Salah satu instruktur pada pelatihan yang diikuti sekitar 20 orang itu, adalah Abu Gar alias Nasrudin Mukthar yakni pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) cabang Ambon.
Selanjutnya, Aman Abdurrahman terlibat dalam pendanaan latihan militer kelompok Islam di Aceh pada 2010. Di dalam masa tahanan, ia menginisiasi lahirnya kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terbentuk pada akhir 2014.
“Kelahiran JAD ini ada inisiatif di lapas Kembang Kuning. Inisiator adalah Aman Abdurrahman," ujar Solahudin, pria yang juga pegiat di Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial, Universitas Indonesia tersebut.
Jadi, keterkaitan Aman Abdurrahman pada kasus bom Thamrin, menurut Solahudin, itu karena semua pelaku yang terlibat dalam bom Thamrin merupakan anggota JAD. Sedangkan Aman sendiri adalah salah satu pengagas berdirinya kelompok JAD.



https://law-justice.co/sosok-aman-ab...ko-brimob.html

Sumber: www.law-justice.co
0
2.5K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan