- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Apa Itu Agama Kaharingan?


TS
dewaagni
Apa Itu Agama Kaharingan?
Apa Itu Agama Kaharingan?
Nasaruddin Umar

(Foto: istimewa)
AGAMA Kaharingan salah satu agama yang sering dimunculkan sebagai contoh agama lokal. Namun bagi para pengikut agama atau kepercayaan ini menganggap justru agama tertua dalam sejarah umat manusia ialah agama Kaharingan.
Mereka mengklaim agama ini ada sejak Raying Hatalla Langit menciptakan alam semesta. Mereka mengklaim agama Kaharingan sebagai agama Hello (lama/tua), agama Huran (kuno), atau agama Tato-hiang (agama nenek moyang). Mereka menolak agama Kaharingan sebagai bagian dari agama Hindu, Budha, atau Islam, walaupun di dalam ajaran agama ini memiliki beberapa unsur kesamaan dengan ketiga agama tersebut.
Hasil penelitian Kementerian Agama (2012) menemukan bahwa agama atau kepercayaan Kaharingan masih hidup dan dipertahankan secara turun temurun oleh orang-orang Dayak di Kalimantan. Peneliti ini menggunakan karya Tjilik Riwut dalam bukunya berjudul Panatau Tatu Hiang sebagai salahsatu referensi di dalam menggambarkan masyarakat Dayak dan agama Kaharingan-nya.
Di dalam buku itu dijelaskan bahwa orang-orang Dayak berasal dari langit ke tujuh lalu diturunkan ke bumi dengan menggunakan Palangka Bulau (tempat sesajian yang terbuat dari emas) oleh Raying Hatallah Langit (Allah). Semenjak 200 tahun SM lalu orang-orang Melayu datang ke Kalimantan membuat komunitas Dayak meninggalkan wilayah pantai dan masuk menyebar ke daratan.
Masyarakat Dayak memiliki sistem kekerabatan yang sangat kuat. Tercermin dari rumah adatnya yang besar, dihuni oleh banyak keluarga dari satu marga. Rumah besar itu dibagi-bagi berdasarkan keluarga kecil dengan cara memetak bagian dalam rumah itu. Namun di dalam waktu yang banyak mereka berinteraksi secara kental satu sama lain yang biasanya dipimpin oleh orang tua yang dituakan sekaligus pemimpin adat dan agama/kepercayaan dalam lingkungan keluarga tersebut.

Semua bangunan rumah adat, mulai dari struktur, bentuk, tangga, pembagian ruang, sampai kepada penataan halaman dan pekerangan rumah diatur oleh adat. Di halaman depan rumah biasanya ada bangunan berupa patung berukuran tinggi disebut Sapundu yang berfungsi untuk tiang tambatan binatang yang akan dikorbankan dalam acara adat. Di halaman depan atau belakang masih ada bangunan lain disebut Sanndung yaitu tempat menyimpan kerangka keluarga yang telah meninggal dan telah dilakukan prosesi ritual bernama tiwah.
Dalam kepercayaan orang-orang Dayak, khususnya yang masih mempertahankan agama Kaharingan, menekankan ada tiga relasi yang benar-benar harus dijaga secara harmonis, yaitu hubungan manusia dengan Raying Hatalla, hubungan antara sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semsta.
Selama manusia konsisten memelihara dengan baik ketiga hubungan tersebut maka manusia akan selamat dan bahagia. Sebaliknya jika hubungan satu sama lain terganggu atau rusak maka dampak negatifnya akan dirasakan dan dialami manusia. Agama Kaharingan cenderung menekankan Kemahaesaan Tuhan (Raying Hatalla). Mereka berkeyakinan bahwa tidak ada suatu kekuatan yang bisa mengalahkan Dia dan hanya satu-satunya Dialah yang menjadi obyek penyembahan.
Ritual keagamaan sering terlihat pada saat ada upacara tertentu seperti pesta perkimpoian, kelahiran bayi, pemberian nama bayi, dan kematian. Di antara upacara keagamaan/kepercayaan yang lazim diadakan ialah memberikan persembahan kepala musuh di dalam upacara Tiwah.
Mereka percaya bahwa kelak arwah musuh yang kepalanya dipotong akan menjadi pelayan bagi orang tua mereka kelak di Lewu Liaw (akhirat). Namun kesimpulan yang diperoleh peneliti kementerian agama, ajaran ini tidak termasuk digariskan oleh Raying Hatalla, jadi seolah hal itu murni adat.
https://m.inilah.com/news/detail/219...ama-kaharingan
Nasaruddin Umar

(Foto: istimewa)
AGAMA Kaharingan salah satu agama yang sering dimunculkan sebagai contoh agama lokal. Namun bagi para pengikut agama atau kepercayaan ini menganggap justru agama tertua dalam sejarah umat manusia ialah agama Kaharingan.
Mereka mengklaim agama ini ada sejak Raying Hatalla Langit menciptakan alam semesta. Mereka mengklaim agama Kaharingan sebagai agama Hello (lama/tua), agama Huran (kuno), atau agama Tato-hiang (agama nenek moyang). Mereka menolak agama Kaharingan sebagai bagian dari agama Hindu, Budha, atau Islam, walaupun di dalam ajaran agama ini memiliki beberapa unsur kesamaan dengan ketiga agama tersebut.
Hasil penelitian Kementerian Agama (2012) menemukan bahwa agama atau kepercayaan Kaharingan masih hidup dan dipertahankan secara turun temurun oleh orang-orang Dayak di Kalimantan. Peneliti ini menggunakan karya Tjilik Riwut dalam bukunya berjudul Panatau Tatu Hiang sebagai salahsatu referensi di dalam menggambarkan masyarakat Dayak dan agama Kaharingan-nya.
Di dalam buku itu dijelaskan bahwa orang-orang Dayak berasal dari langit ke tujuh lalu diturunkan ke bumi dengan menggunakan Palangka Bulau (tempat sesajian yang terbuat dari emas) oleh Raying Hatallah Langit (Allah). Semenjak 200 tahun SM lalu orang-orang Melayu datang ke Kalimantan membuat komunitas Dayak meninggalkan wilayah pantai dan masuk menyebar ke daratan.
Masyarakat Dayak memiliki sistem kekerabatan yang sangat kuat. Tercermin dari rumah adatnya yang besar, dihuni oleh banyak keluarga dari satu marga. Rumah besar itu dibagi-bagi berdasarkan keluarga kecil dengan cara memetak bagian dalam rumah itu. Namun di dalam waktu yang banyak mereka berinteraksi secara kental satu sama lain yang biasanya dipimpin oleh orang tua yang dituakan sekaligus pemimpin adat dan agama/kepercayaan dalam lingkungan keluarga tersebut.

Semua bangunan rumah adat, mulai dari struktur, bentuk, tangga, pembagian ruang, sampai kepada penataan halaman dan pekerangan rumah diatur oleh adat. Di halaman depan rumah biasanya ada bangunan berupa patung berukuran tinggi disebut Sapundu yang berfungsi untuk tiang tambatan binatang yang akan dikorbankan dalam acara adat. Di halaman depan atau belakang masih ada bangunan lain disebut Sanndung yaitu tempat menyimpan kerangka keluarga yang telah meninggal dan telah dilakukan prosesi ritual bernama tiwah.
Dalam kepercayaan orang-orang Dayak, khususnya yang masih mempertahankan agama Kaharingan, menekankan ada tiga relasi yang benar-benar harus dijaga secara harmonis, yaitu hubungan manusia dengan Raying Hatalla, hubungan antara sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semsta.
Selama manusia konsisten memelihara dengan baik ketiga hubungan tersebut maka manusia akan selamat dan bahagia. Sebaliknya jika hubungan satu sama lain terganggu atau rusak maka dampak negatifnya akan dirasakan dan dialami manusia. Agama Kaharingan cenderung menekankan Kemahaesaan Tuhan (Raying Hatalla). Mereka berkeyakinan bahwa tidak ada suatu kekuatan yang bisa mengalahkan Dia dan hanya satu-satunya Dialah yang menjadi obyek penyembahan.
Ritual keagamaan sering terlihat pada saat ada upacara tertentu seperti pesta perkimpoian, kelahiran bayi, pemberian nama bayi, dan kematian. Di antara upacara keagamaan/kepercayaan yang lazim diadakan ialah memberikan persembahan kepala musuh di dalam upacara Tiwah.
Mereka percaya bahwa kelak arwah musuh yang kepalanya dipotong akan menjadi pelayan bagi orang tua mereka kelak di Lewu Liaw (akhirat). Namun kesimpulan yang diperoleh peneliti kementerian agama, ajaran ini tidak termasuk digariskan oleh Raying Hatalla, jadi seolah hal itu murni adat.
https://m.inilah.com/news/detail/219...ama-kaharingan
0
1.4K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan