- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mayoritas pelaku korupsi pegawai Pemda, negara tekor banyak


TS
PalugadaExt
Mayoritas pelaku korupsi pegawai Pemda, negara tekor banyak

Perkara korupsi tak hentinya terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun. Sepanjang 2017, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 1.249 perkara dengan 1.381 terdakwa yang telah mendapatkan hukuman. Dari ribuan terdakwa itu, pegawai pemerintah daerah kabupaten, kota, dan provinsi menjadi juara sebagai pelaku korupsi tertinggi selama tiga tahun berturut-turut.
ICW meluncurkan pemantauan perkara korupsi yang sudah divonis oleh pengadilan selama 2017 pada Kamis (3/5/2018). ICW melakukan pemantauan dan pengumpulan data vonis tindak pidana korupsi, mulai tingkat Pengadilan Tipikor, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Militer, hingga Mahkamah Agung.
Dari keseluruhan perkara yang dipantau, Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri memiliki jumlah perkara dan terdakwa terbanyak yaitu sebanyak 1.092 terdakwa (79,07 persen). Pengadilan tingkat banding pada Pengadilan Tinggi memutus perkara korupsi terhadap 255 terdakwa (18,46 persen), dan Mahkamah Agung sebanyak 34 terdakwa (2,46 persen).
Dari pelaku korupsi yang telah divonis itu, sebanyak 456 terdakwa (32,97 persen) berlatar belakang pegawai pemerintah kabupaten, kota dan provinsi.
Profesi lainnya yang menyumbang terdakwa korupsi adalah swasta dengan 224 terdakwa (16,20 persen), Kepala Daerah sebanyak 94 terdakwa (6,80 persen); BUMN/BUMD sebanyak 37 terdakwa (2,68 persen), kampus sebanyak 34 terdakwa (2,46 persen); dan anggota legislatif DPR/DPRD dengan 33 terdakwa (2,39 persen).
Dari enam kategori itu, pegawai pemda dan kepala daerah termasuk profesi yang paling melonjak dalam menyumbangkan terdakwa korupsi. Pada 2017 ini, ada 456 terdakwa dari kalangan pemda, naik dari 217 terdakwa pada 2016. Kenaikan signifikan disumbangkan kepala daerah dengan jumlah terdakwa 94 orang, naik hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya dengan 32 terdakwa.
"Latar belakang profesi pelaku korupsi menunjukkan ada masalah serius dalam tata kelola pemerintahan daerah, di mana aparatur sipil Negara atau pegawai pemda masih selalu menduduki posisi pertama sebagai pelaku korupsi," kata Peneliti ICW Lalola Easter dalam keterangan tertulisnya.
Begitu pula dengan sektor swasta yang tetap menempati posisi kedua sejak 2015-2017. Patut diduga, korupsi yang melibatkan keduanya adalah korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa, maupun dalam konteks penerbitan izin usaha. Karena hanya dalam konteks itulah terdapat persinggungan langsung antara pegawai pemda dengan swasta.
Negara masih tekor
Hukuman denda dan ganti rugi belum menutupi kerugian negara. Terdapat disparitas yang sangat tinggi antara total kerugian negara dengan pidana tambahan uang pengganti yang dijatuhkan kepada terdakwa.
Dalam catatan ICW, total pidana tambahan berupa uang pengganti hanya sebesar 4,91 persen dari total keseluruhan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi 2017.
Pada 2017, jumlah pidana denda yang berhasil diidentifikasi dijatuhkan oleh pengadilan adalah sebesar Rp110,6 miliar dan jumlah pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp1,4 triliun. Keseluruhan pidana itu masih jauh untuk menutupi besarnya kerugian keuangan negara yang diidentifikasi dari vonis tipikor 2017 yaitu sebesar Rp29 triliun.
Jumlah kerugian negara yang relatif kecil itu terjadi karena pengadilan masih cenderung menjatuhkan pidana denda yang relatif rendah. Berdasarkan pemantauan tren vonis semester dua 2017, mayoritas pidana denda dijatuhkan dengan jumlah yang minimal yaitu, Rp0-Rp50 juta.
Pidana tambahan uang pengganti diharapkan dapat menjerakan para pelaku, karena ada upaya pemiskinan pula yang ditempuh oleh penegak hukum. "Itulah mengapa perlu untuk menerapkan Undang-Undang Pencucian Uang, agar uang yang tidak teridentifikasi keberadaannya dapat ditarik kembali untuk pengembalian aset negara," tulis ICW.
Jumlah denda dan pidana tambahan yang kecil itu seiring dengan tren vonis terhadap terdakwa korupsi yang ringan. ICW membagi tingkatan vonis menjadi tiga, yaitu ringan dalam rentang kurang dari 4 tahun, sedang 4-10 tahun, berat dengan hukuman lebih dari 10 tahun.
Rata-rata vonis pidana penjara yang dijatuhkan terhadap terdakwa tipikor di tiap tingkat pengadilan hanya 2 tahun 2 bulan penjara. ICW menyayangkan ringannya pidana penjara karena berarti para terpidana korupsi tidak akan mengalami efek jera yang diharapkan.
sumber : beritagar.id
0
1.2K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan