Kaskus

News

dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Kerikil Tajam Penghayat Kepercayaan Cilacap di Dunia Pendidikan


Kerikil Tajam Penghayat Kepercayaan Cilacap di Dunia Pendidikan

Selasa, 24 April 2018 09:44

 

Kerikil Tajam Penghayat Kepercayaan Cilacap di Dunia Pendidikan

khoirul muzaky

Penghayat Kepercayaan 

Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki

TRIBUNJATENG.COM, CILACAP - Setahun sebelum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa terbit, dua sekolah setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Cilacap lebih dulu membuka kelas untuk mata pelajaran kepercayaan.

Adelia Permatasari, seorang siswi baru SMAN 1 Cilacap kala itu berani mengawali perubahan. Suatu hari, 2015, saat proses pengisian formulir daftar ulang, ia berontak karena pada kolom agama formulir itu tidak mengakomodir kepercayaan.

Soal keyakinan, Adelia tak mau berkompromi. Ia enggan berdusta dengan mengakui agama tertentu yang bukan dia imani.

"Saya sudah tanya ke guru, kok tidak ada kolom kepercayaan, katanya sih memang gak ada, harus pilih agama," katanya

Adelia menuntut persamaa hak. Ia meminta pihak sekolah memberikan layanan pendidikan kepercayaan selama tiga tahun dia belajar di situ.

Selembar surat bermaterai yang diatandatani bersama orang tua menegaskan tuntutannya itu.

Kerikil Tajam Penghayat Kepercayaan Cilacap di Dunia Pendidikan

Penghayat Kepercayaan (khoirul muzaky)

Keberanian Adelia ini sempat membuat pihak sekolah kalang kabut. Pemerintah tidak punya tenaga pendidik khusus kepercayaan. Sementara ada warga negara yang menuntut hak pendidikannya dilayani.

Untung Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI) Cilacap mau berbaik hati kepada negara. Mereka siap menyediakan guru penghayat untuk mengajar anak-anak mereka di sekolah tanpa gaji.

Sudah cukup bagi Adelia untuk membohongi diri. Sejak duduk di Sekolah Dasar (SD) sampai SMP, ia harus mengikuti mata pelajaran agama tertentu demi mencapai kelulusan.

Ia terpaksa mempelajari agama lain agar nilai mata pelajaran agama di rapotnya tetap keluar. Meski batinnya bergolak ketika harus mempraktikkan ibadah agama tertentu saat ujian praktik.

"Saya ikut mapel agama untuk formalitas saja. Tapi deg-degan, kalau suruh maju hafalan. Saya gak bisa baca, paling saya cari kitab yang ada latinnya, lalu saya baca latinnya itu,"katanya

Adelia tak ragu menegaskan jati dirinya sebagai siswi penghayat di sekolahnya. Ia memahami konsekuensi atas keberaniannya membawa hal baru di dunia pendidikan. Namanya sempat jadi bahan perbincangan di sekolah.

Kerikil Tajam Penghayat Kepercayaan Cilacap di Dunia Pendidikan

Penghayat Kepercayaan (khoirul muzaky)

Hingga penyelenggara sekolah yang menjadi kepanjangan tangan pemerintah tak punya alasan untuk menolak permintaannya.

Adelia lega. Ia tak lagi harus mengikuti mapel agama di luar keyakinannya. Ia bisa memperdalam pengetahuan kepercayaan yang selama ini tidak pernah didapatkannya di sekolah.

Meski dalam perjalanannya tak mudah. Ruang pembelajarannya bisa berpindah-pindah, tergantung ruang mana yang kosong saat jam pelajaran dimulai. Lebih sering dia belajar di aula karena ruangan itu jarang terpakai.

"Pakai topeng terus-terusan lama-lama pasti pengap, kadang kita perlu membukanya. Untungnya di sini, teman-teman bisa memahami dan anggap keyakinan urusan masing-masing,"katanya

Saleh, Kepala SMP N Gandrungmangu Cilacap terkaget saat seorang siswa dan orang tuanya datang kepadanya dan meminta untuk dilayani pendidikan kepercayaan, 2016 silam.

Mereka menyertakan surat pernyataan bermaterai yang menegaskan soal permohonan tersebut. Ia bingung bukan kepalang. Pengetahuan regulasi mengenai layanan pendidikan kepercayaan belum sampai padanya.

Terlebih, pihaknya tidak memiliki tenaga pendidik untuk mengajarkan mata pelajaran itu. Karena keterbatasan itu, Saleh tak bisa mengambil keputusan segera.

Tetapi alasan yang disampaikan penghayat itu membuat dia tak bisa mengelak. Mereka meminta persamaan hak sebagai warga negara untuk mendapat layanan pendidikan dari pemerintah.

"Baru setelah saya ikut Bintek kepercayaan di Semarang, saya baru mendapat jawaban yang pasti kaitannya dengan tenaga pendidik. MLKI mau menyediakan gurunya,"katanya

Dwi Saputro dan tiga siswa lainnya di SMP N 3 Gandrungmangu telah dua tahun terakhir ini medapat layanan pendidikan kepercayaan.

Meski dalam perjalanannya, mereka harus melaluinya susah payah. Belum ada kelas khusus untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) siswa penghayat.

Ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS) atau Perpustakaan disulap jadi kelas untuk KBM mereka.

Belum lagi, anak anak ini harus kuat mental menghadapi aneka cibiran dari teman yang suka mempermasalahkan keyakinannya.

"Ada perbedaannya setelah tahu saya penghayat. Kadang teman-teman ngomongin, Cuma penghayat,"kata Dwi

"Alon-alon waton kelakon, gremet-gremet penting selamet", falsafah itu dipegang teguh para penghayat dalam memperjuangkan hak sipik mereka sejak zaman kemerdekaan.

Kerikil Tajam Penghayat Kepercayaan Cilacap di Dunia Pendidikan

Penghayat Kepercayaan (khoirul muzaky)

Pengakuan penghayat kepercayaan di dunia pendidikan hanyalah satu di antara keberhasilan dari perjuangan panjang Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MKLI) untuk mendapatkan persamaan hak di segala bidang.

Paskareformasi, perjuangan itu mulai digelorakan, ketika ratusan pasangan penghayat di Cilacap dicap pasangan kumpul kebo karena perkimpoian mereka tidak bisa dicatatkan di Dinas Pencatatan Cipil (capil).

Pengurusan administrasi kependudukan kerap terlunta karena kepercayaan tidak masuk dalam kolom agama, sampai urusan sosial semisal sarasehan kelompok selalu diawasi dan wajib izin aparat keamanan.

Saat pemerintah mau membuka diri, hak sipil penghayat mulai disamakan dengan pemeluk agama lain, mereka baru berpikir soal regenerasi. Anak-anak penghayat perlu dipikirkan pendidikannya karena selama ini haknya terampas.

Padahal, pendidikan jadi jembatan untuk menghasilkan generasi penghayat yang berkualitas agar mampu meneruskan perjuangan pendahulunya.

"Amanat UUD negara wajib melayani pendidikan setiap warga negaranya. Ketika ada warga yang memintanya, negara wajib memberikan haknya. Ini terjadi pada 2015 ketika siswi SMA N 1 Cilacap Adelia Permatasari meminta sekolah untuk mengajarkan mapel kepercayaan,"kata Sekretaris MLKI Cilacap Muslam Hadiwuguna Putra

Keberanian anak itu menggugah MLKI untuk lebih serius memikirkan pendidikan anak-anak mereka. Pihaknya lantas menyiapkan tenaga pendidik untuk membantu sekolah dalam memberikan layanan kepada siswa penghayat.

Kerikil Tajam Penghayat Kepercayaan Cilacap di Dunia Pendidikan

Penghayat Kepercayaan (khoirul muzaky)

Langkah Adelia kemudian diikuti seorang siswa penghayat di sekolah lain. Mijil, siswa SMP N 1 Jeruklegi meminta kepala sekolahnya agar menyediakan layanan pendidikan untuk penghayat, 2015 silam.

Setahun berlalu, setelah dua sekolah di Cilacap itu membuka kelas untuk penghayat dengan landasan Undang-udang Dasar (UUD), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan baru menerbitkan Permendikbud Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan untuk Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME).

Lahirnya Permendikbud itu semakin menguatkan kepercayaan diri penghayat dalam mendorong sekolah-sekolah lain di Cilacap agar mau membuka kelas kepercayaan.

12 sekolah lain, mulai tingkat SD hingga SMA mengikuti jejak dua sekolah sebelumnya untuk membuka kelas mata pelajaran kepercayaan atas permintaan siswa atau orang tua.

"Pembukaan kelas itu harus melalui permohonan anak dan orang tua dengan surat pernyataan bermaterai. Lalu sekolah koordinasi dengan kami untuk kami sediakan tenaga pengajarnya,"katanya

Jumlah penghayat kepercayaan di Cilacap cukup besar. MLKI mencatat, terdapat sekitar 100 ribu penghayat kepercayaan di Cilacap yang tersebar di 29 paguyuban. Tentu, di antara mereka adalah anak penghayat yang belum terlayani pendidikannya di sekolah.

Tetapi untuk mengoptimalkan implementasi aturan itu di sekolah bukan tanpa sandungan. Tidak semua sekolah mau menuruti permintaan siswanya untuk membuka kelas kepercayaan.

Beberapa sekolah sempat menolak mengakomodir mapel kepercayaan dengan beragam dalih. Ada pihak sekolah di Cilacap Barat yang berkilah belum mendapat surat perintah kedinasan sehingga belum berani membuka kelas, hingga alasan penolakan dari komite terkait penyelenggaraan mapel tersebut. Bahkan, ada guru yang mengintimidasi siswanya agar kembali ke mata pelajaran agama sehingga siswa tertekan.

Jenjang pendidikan pengajar kepercayaan yang tak sampai sarjana juga sempat dipermasalahkan sehingga sekolah tertentu menolak diadakan kelas kepercayaan. Belum lagi masalah fanatisme guru tertentu yang kurang menerima keberadaan penghayat karena dianggap manusia tak beragama.

Namun Muslam manyebut hambatan itu hanya terjadi di awal. Sekarang, sebagian mereka mulai tersadar seiring dengan sosialisasi yang semakin masif oleh pemerintah mengenai regulasi kepercayaan.

"Kami sifatnya ngemong, gak mau bentrok. Mengalah bukan berarti kalah. Kami jelaskan soal regulasi dan pemahaman mengenai keperayaan . Kalau masih ngotot, kami tidak teruskan, tapi malaporkan kejadian itu ke kepala dinas,"katanya

Tekanan demi tekanan sempat diterima anak maupun guru penghayat di awal KBM mereka di sekolah. Siswa dan guru penghayat bukan hanya harus berhadapan dengan gunjingan dari peserta didik lain, namun juga lingkungan sekolah semisal guru hingga wali murid yang memandang sinis kelompok minoritas.

Kerikil Tajam Penghayat Kepercayaan Cilacap di Dunia Pendidikan

Penghayat Kepercayaan (khoirul muzaky)

Tak dipungkirinya, masih ada guru maupun siswa yang berpikiran eskslusif hingga keberatan dengan kehadiran penghayat di sekolah.

Tak ayal, hal tersebut memengaruhi mental anak penghayat. Siswa yang kuat mental karena didikan orang tua di rumah tak terpengaruh dengan tekanan itu. Namun tidak bagi anak yang kurang siap menghadapinya, mereka memilih kembali ke mapel agama dan menyembunyikan keyakinannya.

"Yang parah itu ada guru bilang, bagaimana sih, anak mau dibawa kemana kok tidak beragama. Sehingga ada siswa yang tadinya sudah menyatakan penghayat, kemudian loncat ke agama,"katanya

Kepala Seksi Sekolah Dasar (SD) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap Untung Mayogo mengapresiasi peran MLKI yang getol mendorong pelayanan pendidikan kepercayaan di sekolah.

Pihaknya hanya memfasilitasi agar amanat UUD tentang pendidikan karakter dan Permendikbud Nomor 27 tahun 2016 bisa teriplementasikan. Tetapi ia mengakui masih ada sekolah-sekolah yang keberatan membuka kelas mapel kepercayaan.

Penolakan itu ia pastikan bukan dari lembaga, namun perorangan kepala sekolah atau guru yang belum sepemahaman dengan pemerintah dalam memahami regulasi.

Padahal pihaknya sudah menyosialisasikan regulasi terkait layanan pendidikan kepercayaan kepada seluruh kepala sekolah tingkat pendidikan dasar. Sayang, tidak ada mekanisme sanksi terhadap sekolah yang menolak membuka kelas kepercayaan untuk siswa penghayatnya.

Selama ini, dinas hanya memberikan imbauan persuasif kepada bawahannya yang keberatan membuka kelas penghayat.

"Karena baru bersifat edaran dari kemendikbud, jadi kami hanya beri imbauan ke sekolah. Kalau memang ada siswa penghayat silakan difasilitasi. Ini soal beda pemahaman saja dari pihak sekolah, karena ini sesuatu yang baru, masih butuh proses,"katanya

Permendikbud Nomor 27 tahun 2016 yang baru mengatur secara umum mengenai layanan pendidikan penghayat ditandatangani Mendikbud Anies Baswedan di akhir pemerintahannya. Regulasi turunannya, terutama menyangkut Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) mengenai penerapan regulasi itu di sekolah sampai saat ini belum diterimanya.

Peraturan yang belum rinci itu tak ayal membuat dinas sulit melangkah dalam mengoptimalkan pemberlakuan pendidikan kepercayaan di sekolah-sekolah.

Karena itu pihaknya tidak bisa berbuat banyak, kecuali sebatas memfasilitasi siswa penghayat agar mereka bisa mendapatkan layanan pendidikan di sekolah. Belum ada bantuan keuangan khusus untuk pelaksanaan pendidikan kepercayaan di sekolah, termasuk pemberian honor kepada guru penghayat yang mengabdikan dirinya demi terlaksananya pendidikan itu.

"Perlu ada juklak juknis agar benar-benar aturan itu bisa diterapkan di sekolah. Sekarang sekolah mau melaksanakan atau tidak, tidak ada sanksi, sifatnya hanya edaran dan sekolah bisa saja menolak. Tapi kalau aturannya disamakan dengan mapel agama lain, mungkin kami bisa lebih tegas,"katanya

Jumlah sekolah yang membuka kelas kepercayaan nyatanya terus bertambah. Para orang tua dan siswa mulai berani menunjukkan jatidiri sebagai penganut kepercayaan agar mendapat layanan pendidikan sesuai keyakinan.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Cilacap Taufiq Hidayatulloh mengatakan, pihaknya ikut bersosialisasi agar layanan pendidikan untuk siswa penghayat terlaksana dengan baik.

Baru-baru ini, pihaknya bahkan menerima aduan dari dua kepala sekolah SMA di Kecamatan Majenang dan Wanareja Cilacap Barat yang kebingungan lantaran siswa penghayatnya enggan diberi mapel agama. Mereka kewalahan menuruti permintaan anak didiknya itu lantaran tidak memiliki tenaga pendidik untuk mapel baru tersebut.

Menurut Taufik, keterbatasan jumlah pengajar jadi persoalan tersendiri dalam pelaksanaan pendidikan kepercayaan ini. Sementara sekolah yang menerima permintaan layanan pendidikan itu dari siswanya jumlahnya terus bertambah.

Di sisi lain pemerintah tidak memiliki tenaga pendidik profesional yang mampu memberikan layanan pendidikan kepercayaan.

Tenaga pendidik akhirnya diambil dari pelaku kepercayaan MLKI setempat tanpa gaji dari pemerintah.

"Untungnya MLKI siap menyediakan tenaga pendidik itu. Kami koordinasi dengan mereka jika ada sekolah yang siswa penghayatnya meminta dilayani. Guru penghayat ini saya sebut pejuang,"katanya. (*)


http://jateng.tribunnews.com/2018/04...didikan?page=4

Lebih bagus lagi kalo pendidikan agama dihapus aja
0
1.3K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan