- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Yusril Ihza Mahendra Balas Surat Terbuka dari Adik Ahok, Sebut Minta Maaf


TS
lucy...pinder
Yusril Ihza Mahendra Balas Surat Terbuka dari Adik Ahok, Sebut Minta Maaf
Quote:
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Adik Ahok, Harry Basuki melayangkan surat terbuka kepada Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra.
Tindakan ini ia lakukan lantaran terdapat ucapan yang dinilai kontroversial oleh Yusril yang menyinggung kewarganegaraan Ayah Ahok.
Menurut Yusril, Ahok tidak terlahir sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
“Ahok tidak lahir sebagai Warga Negara Indonesia, itu bisa dicek di catatan sipil.”
Yusril mengaku mengenal baik Ahok karena berasal dari satu daerah.
Menurut Yusril, orang tua Ahok, Tjoeng Kiem Nam atau Indra Tjahaja Purnama, memilih menjadi Warga Negara Tiongkok pada masa penentuan warga negara pada 1962.
Hal itu membuat Ahok yang lahir pada 1966, juga berstatus Warga Negara Tiongkok, bukan WNI.
Jika Ahok mencalonkan diri jadi presiden Indonesia, itu tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamandemen pada 2003.
Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 menyatakan calon presiden dan calon wakil presiden harus Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri."
Yusril Ihza mengatakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu baru memilih menjadi Warga Negara Indonesia sekitar tahun 1986.
Dengan demikian, Ahok tidak memenuhi syarat sebagai calon presiden Indonesia seperti yang tersebut dalam UUD 1945.
Hal ini mendapat tanggapan langsung dari adik bungsu Ahok, Harry Basuki Tjahaja Purnama.
Harry mempertanyakan kenapa nama ayahnya dibawa-bawa dalam urusan politik Ahok.
“Kalau ini urusannya dengan Ko Ahok, itu urusan Bang Yusril dengan Ko Ahok. Tapi kalau menyangkut bapak saya, maaf ini menyangkut saya,” kata Harry dikutip dari The Jakarta Post.
Berikut ini isi surat Harry Basuki yang ditulis di Jakarta, 1 April 2018:
Surat terbuka buat Bang Yusril.
Ngimana abang kabarnya ikam.
Saya baru pulang dari Belitung, dari makam bapak saya. Hari ini bertepatan dengan hari raya Paskah.
Saya cukup terkejut dengan berita pernyataan Bang Yusril mengenai Bapak saya di acara Islamic di Medan.
Pertama, saya tidak mengerti, kenapa nama bapak saya dibawa-bawa di acara tersebut. Dikatakan bahwa bapak saya memilih menjadi WNA dan kami menjadi warga negara Indonesia tahun 1986.
Kalau ini urusannya dengan Ko Ahok, itu urusan Bang Yusril dengan Ko Ahok. Saya sendiri berhubungan baik dengan adik Bang Yusril. Tapi kalau menyangkut bapak saya, maaf ini menyangkut saya.
Kedua, saya berpikir bagaimana bapak saya yang memiliki nasionalisme tinggi, (lebih) memilih (menjadi) warga negara asing dan baru menjadi WNI sekitar tahun 1986? Padahal bapak saya selalu mengajarkan nilai-nilai nasionalisme dan kami semua sekolah di SD Negeri 3 Gantung.
Yang ketiga, bagaimana Bang Yusril tahu kalau bapak saya lebih memilih WNA, sedangkan umur Bang Yusril saja masih muda? Apa bapak saya bilang ke abang, keluarga abang atau hanya kesimpulan abang saja? Saya tidak tahu sulit atau tidaknya mengurus (menjadi) WNI waktu itu.
Bapak saya lahir di desa air tangga / simpang pesak, Belitung Timur. Beliau meninggalkan nama baik dan selalu dikenang membantu masyarakat yang membutuhkan. Begitulah almarhum bapak saya.
Yang terakhir, tentu saya ingin tahu dan melihat akte kelahiran saya. Di situ jelas tertulis bahwa saya lahir sebagai Warga Negara Indonesia. Apakah bisa (kalau) bapak saya WNA tapi anaknya lahir sudah WNI ?
Saya tidak bermaksud apa-apa. Hanya ingin meluruskan bahwa bapak saya almarhum bernama : INDRA TJAHAJA PURNAMA. Silahkan lihat di akte kelahiran saya. Dan bapak saya adalah Warga Negara Indonesia yang sangat-sangat cinta tanah air.
Bapak yang selalu ingin anak-anaknya sekolah agar pulang dapat membantu dan membangun masyarakat di kampung halamannya.
Salam,
Harry Basuki
Mendapat surat tersebut, Yusril membalasnya.
Melalui akun Instagram pribadinya @yusrilihzamd dirinya menuliskan catatan sebagai berikut:
TANGGAPAN SAYA ATAS SURAT TERBUKA ADIK AHOK
Ceramah saya di Medan itu berkaitan dengan draf penyusunan UUD 45 terkait syari’at Islam dan syarat menjadi Presiden yang semula disepakati yakni “orang Indonesia asli dan beragama Islam”.
Kesepakatan tentang syariat Islam dihapuskan setelah melalui pembahasan, dan syarat presiden harus “beragama Islam” ini kemudian entah bagaimana ceritanya turut hilang dengan disahkannya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.
Yang tersisa adalah “orang Indonesia asli”. Namun syarat “orang Indonesia asli” akhirnya hilang juga dengan amandemem UUD 45 pada tahun 2003.
Rumusan Pasal 6 ayat (1) UUD 45 yang baru menyatakan bahwa Presiden adalah warganegara sejak kelahirannya dan tidak pernah memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
Dalam konteks di atas itu saya memberi contoh tentang Ahok, yang menurut UUD 45 tidak bisa menjadi Presiden karena tidak memenuhi syarat sebab tidak terlahir sebagai warganegara Indonesia.
Mengapa Ahok tidak terlahir sebagai WNI? Jawabannya sederhana karena ayah Ahok, Tjung Kim Nam adalah warganegara Tiongkok. Sebelumnya beliau mempunyai dwi kewarganegaraan.
Sesuai UU No 62/1958 tentang Kewarganegaraan RI, status dwi kewarganegaraan harus diakhiri dengan cara memilih salah satu: jadi WNI atau jadi WN RRT.
Kesepakatan pengakhiran status dwi kewarganegaraan itu dicapai dan dirumuskan dalam “Persetujuan Soenario-Tjou En Lai”, antara Menlu RI dan Menlu RRT.
Maka orang Cina di Indonesia pada tahun 1962 disuruh memilih. Ayah Ahok Tjung Kim Nam memilih warganegara RRT.
Ahok lahir 1966, maka Ahok otomatis ikut warganegara ayahnya, RRT.
Ketika ayah Ahok dinaturalisasi, maka Ahok otomatis menjadi WNI ketika itu dia berusia 20 tahun di tahun 1986.
Nama Ahok ada dalam SKBRI Tjung Kim Nam yang telah dinaturalisasi tahun 1986 itu.
Jadi ketika mencontohkan Ahok dalam kasus di atas, mau tidak mau saya harus menjelaskannya secara kronologis, sehingga menyebut nama ayah mereka mendiang Tjung Kim Nam tidak dapat dihindari.
Hal ini semata2 saya kemukakan sebagai contoh karena Ahok pernah menyatakan kepada publik, keinginannya untuk menjadi Presiden RI.
Dengan penjelasan kronologis itu, Ahok praktis tidak memenuhi syarat menjadi Presiden RI sebagaimana diatur Pasal 6 ayat (1) UUD 45.
Saya menyimak surat terbuka Adik Ahok di berbagai media online dan meminta saya agar mohon maaf karena menyinggung kewarganegaraan ayah mereka.
Kalau sekiranya saya salah dan keliru, tentu saya dengan segala kerendahan hati saya akan memohon maaf.
Namun yang menjadi pertanyaan saya: Adakah yang salah dan keliru dalam pidato saya di Medan itu?
http://lampung.tribunnews.com/2018/04/05/yusril-ihza-mahendra-balas-surat-terbuka-dari-adik-ahok-sebut-minta-maaf?page=all
Tindakan ini ia lakukan lantaran terdapat ucapan yang dinilai kontroversial oleh Yusril yang menyinggung kewarganegaraan Ayah Ahok.
Menurut Yusril, Ahok tidak terlahir sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
“Ahok tidak lahir sebagai Warga Negara Indonesia, itu bisa dicek di catatan sipil.”
Yusril mengaku mengenal baik Ahok karena berasal dari satu daerah.
Menurut Yusril, orang tua Ahok, Tjoeng Kiem Nam atau Indra Tjahaja Purnama, memilih menjadi Warga Negara Tiongkok pada masa penentuan warga negara pada 1962.
Hal itu membuat Ahok yang lahir pada 1966, juga berstatus Warga Negara Tiongkok, bukan WNI.
Jika Ahok mencalonkan diri jadi presiden Indonesia, itu tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamandemen pada 2003.
Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 menyatakan calon presiden dan calon wakil presiden harus Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri."
Yusril Ihza mengatakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu baru memilih menjadi Warga Negara Indonesia sekitar tahun 1986.
Dengan demikian, Ahok tidak memenuhi syarat sebagai calon presiden Indonesia seperti yang tersebut dalam UUD 1945.
Hal ini mendapat tanggapan langsung dari adik bungsu Ahok, Harry Basuki Tjahaja Purnama.
Harry mempertanyakan kenapa nama ayahnya dibawa-bawa dalam urusan politik Ahok.
“Kalau ini urusannya dengan Ko Ahok, itu urusan Bang Yusril dengan Ko Ahok. Tapi kalau menyangkut bapak saya, maaf ini menyangkut saya,” kata Harry dikutip dari The Jakarta Post.
Berikut ini isi surat Harry Basuki yang ditulis di Jakarta, 1 April 2018:
Surat terbuka buat Bang Yusril.
Ngimana abang kabarnya ikam.
Saya baru pulang dari Belitung, dari makam bapak saya. Hari ini bertepatan dengan hari raya Paskah.
Saya cukup terkejut dengan berita pernyataan Bang Yusril mengenai Bapak saya di acara Islamic di Medan.
Pertama, saya tidak mengerti, kenapa nama bapak saya dibawa-bawa di acara tersebut. Dikatakan bahwa bapak saya memilih menjadi WNA dan kami menjadi warga negara Indonesia tahun 1986.
Kalau ini urusannya dengan Ko Ahok, itu urusan Bang Yusril dengan Ko Ahok. Saya sendiri berhubungan baik dengan adik Bang Yusril. Tapi kalau menyangkut bapak saya, maaf ini menyangkut saya.
Kedua, saya berpikir bagaimana bapak saya yang memiliki nasionalisme tinggi, (lebih) memilih (menjadi) warga negara asing dan baru menjadi WNI sekitar tahun 1986? Padahal bapak saya selalu mengajarkan nilai-nilai nasionalisme dan kami semua sekolah di SD Negeri 3 Gantung.
Yang ketiga, bagaimana Bang Yusril tahu kalau bapak saya lebih memilih WNA, sedangkan umur Bang Yusril saja masih muda? Apa bapak saya bilang ke abang, keluarga abang atau hanya kesimpulan abang saja? Saya tidak tahu sulit atau tidaknya mengurus (menjadi) WNI waktu itu.
Bapak saya lahir di desa air tangga / simpang pesak, Belitung Timur. Beliau meninggalkan nama baik dan selalu dikenang membantu masyarakat yang membutuhkan. Begitulah almarhum bapak saya.
Yang terakhir, tentu saya ingin tahu dan melihat akte kelahiran saya. Di situ jelas tertulis bahwa saya lahir sebagai Warga Negara Indonesia. Apakah bisa (kalau) bapak saya WNA tapi anaknya lahir sudah WNI ?
Saya tidak bermaksud apa-apa. Hanya ingin meluruskan bahwa bapak saya almarhum bernama : INDRA TJAHAJA PURNAMA. Silahkan lihat di akte kelahiran saya. Dan bapak saya adalah Warga Negara Indonesia yang sangat-sangat cinta tanah air.
Bapak yang selalu ingin anak-anaknya sekolah agar pulang dapat membantu dan membangun masyarakat di kampung halamannya.
Salam,
Harry Basuki
Mendapat surat tersebut, Yusril membalasnya.
Melalui akun Instagram pribadinya @yusrilihzamd dirinya menuliskan catatan sebagai berikut:
TANGGAPAN SAYA ATAS SURAT TERBUKA ADIK AHOK
Ceramah saya di Medan itu berkaitan dengan draf penyusunan UUD 45 terkait syari’at Islam dan syarat menjadi Presiden yang semula disepakati yakni “orang Indonesia asli dan beragama Islam”.
Kesepakatan tentang syariat Islam dihapuskan setelah melalui pembahasan, dan syarat presiden harus “beragama Islam” ini kemudian entah bagaimana ceritanya turut hilang dengan disahkannya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.
Yang tersisa adalah “orang Indonesia asli”. Namun syarat “orang Indonesia asli” akhirnya hilang juga dengan amandemem UUD 45 pada tahun 2003.
Rumusan Pasal 6 ayat (1) UUD 45 yang baru menyatakan bahwa Presiden adalah warganegara sejak kelahirannya dan tidak pernah memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
Dalam konteks di atas itu saya memberi contoh tentang Ahok, yang menurut UUD 45 tidak bisa menjadi Presiden karena tidak memenuhi syarat sebab tidak terlahir sebagai warganegara Indonesia.
Mengapa Ahok tidak terlahir sebagai WNI? Jawabannya sederhana karena ayah Ahok, Tjung Kim Nam adalah warganegara Tiongkok. Sebelumnya beliau mempunyai dwi kewarganegaraan.
Sesuai UU No 62/1958 tentang Kewarganegaraan RI, status dwi kewarganegaraan harus diakhiri dengan cara memilih salah satu: jadi WNI atau jadi WN RRT.
Kesepakatan pengakhiran status dwi kewarganegaraan itu dicapai dan dirumuskan dalam “Persetujuan Soenario-Tjou En Lai”, antara Menlu RI dan Menlu RRT.
Maka orang Cina di Indonesia pada tahun 1962 disuruh memilih. Ayah Ahok Tjung Kim Nam memilih warganegara RRT.
Ahok lahir 1966, maka Ahok otomatis ikut warganegara ayahnya, RRT.
Ketika ayah Ahok dinaturalisasi, maka Ahok otomatis menjadi WNI ketika itu dia berusia 20 tahun di tahun 1986.
Nama Ahok ada dalam SKBRI Tjung Kim Nam yang telah dinaturalisasi tahun 1986 itu.
Jadi ketika mencontohkan Ahok dalam kasus di atas, mau tidak mau saya harus menjelaskannya secara kronologis, sehingga menyebut nama ayah mereka mendiang Tjung Kim Nam tidak dapat dihindari.
Hal ini semata2 saya kemukakan sebagai contoh karena Ahok pernah menyatakan kepada publik, keinginannya untuk menjadi Presiden RI.
Dengan penjelasan kronologis itu, Ahok praktis tidak memenuhi syarat menjadi Presiden RI sebagaimana diatur Pasal 6 ayat (1) UUD 45.
Saya menyimak surat terbuka Adik Ahok di berbagai media online dan meminta saya agar mohon maaf karena menyinggung kewarganegaraan ayah mereka.
Kalau sekiranya saya salah dan keliru, tentu saya dengan segala kerendahan hati saya akan memohon maaf.
Namun yang menjadi pertanyaan saya: Adakah yang salah dan keliru dalam pidato saya di Medan itu?
http://lampung.tribunnews.com/2018/04/05/yusril-ihza-mahendra-balas-surat-terbuka-dari-adik-ahok-sebut-minta-maaf?page=all
kalo emang salah ya disanggah dong..jgan cuma ngomong muter2 tanpa menjawab substansi..adu data..kan om ucil sendiri udah bilang kalo data dia ttg keluarga tjung kim nam salah maka akan segera minta maaf

Masalah nya tuh sedehana loh sebenernya..tjung kim nam wna apa bukan..titik..kalo bisa membantah ini kelar perkara..kok malah muter2 nyeritain bapaknya nasionalis..didik anak2nya gimana bla bla bla..pekok

Btw om ucil ini kalo nulis runut dan sistematis yak..hebat emang..

0
6.9K
Kutip
92
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan