- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Gatot Nurmantyo Sulit Masuk Arena Pilpres 2019 ... kecuali


TS
q4bill
Gatot Nurmantyo Sulit Masuk Arena Pilpres 2019 ... kecuali
Ketua Umum PPP: Gatot Nurmantyo Sulit Masuk Arena Pilpres 2019
16/03/2018, 18:52 WIB
Jenderal Gatot Nurmantyo saat diwawancarai usai upacara serah terima jabatan Panglima TNI di Lapangan Upacara Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu, (9/12/2017).(KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)
SURABAYA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy berpendapat, berat bagi Gatot Nurmantyo masuk di arena Pilpres 2019 meskipun ada kelompok yang mendukungnya. Namun, menurut dia, sebagai warga negara Indonesia, hak mencalonkan dilindungi konstitusi, apalagi Indonesia memiliki sejarah pernah dipimpin purnawirawan TNI.
"Jadi sangat wajar bila masyarakat yang menginginkan TNI berkuasa kembali lewat pencalonan purnawirawan, tetapi menurut saya itu sangat sulit bisa terwujud,” ujarnya seusai menjadi dosen tamu di FISIP Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/3/2018). Dia kembali menegaskan bahwa di Pilpres 2019, dua figur yang bertarung di Pilpres 2014 bakal rematch, yakni Jokowi dan Prabowo.
"Saya masih yakin kontestan pilpres tinggal dua nama, Jokowi dan Prabowo. Calon lain sulit rasanya bersaing,” ujarnya. Baca juga: PPP Solo Dukung Gatot Nurmantyo Maju Pilkada Jateng 2018 Selain itu, sulit juga muncul poros baru. Menurut dia, poros hanya dua, yakni partai yang mendukung Jokowi dan partai yang mendukung Prabowo.
sf"Dari seluruh parpol, tinggal Partai Demokrat yang sampai sekarang belum menentukan sikap, sedangkan parpol lainnya sudah jelas sikapnya," tambahnya. Baca juga: Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo Masuk Daftar Cawapres Prabowo Meski belum mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden 2019, nama Gatot Nurmantyo sudah diperbincangkan sebagai salah satu capres. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah menyebut bahwa Gatot berpotensi untuk didukung dalam Pilpres 2019 mendatang.
https://regional.kompas.com/read/201...a-pilpres-2019
Menghitung peluang lahirnya 3 poros koalisi di Pilpres 2019
Sabtu, 24 Februari 2018 07:01Reporter :
Merdeka.com - PDIP akhirnya menyatakan mengusung Joko Widodo buat maju sebagai capres di Pilpres 2019. Dengan demikian, ada lima parpol yang sudah menyatakan mengusung Jokowi.
[size={defaultattr}]Lima partai tersebut yakni Partai Golkar (91 kursi DPR atau 14,75 persen), PPP (39 kursi DPR atau 6,53 persen), Partai NasDem (35 kursi DPR atau 6,72 persen), Hanura (16 kursi DPR atau 5,26 persen) dan terakhir adalah PDIP (109 kursi DPR atau 18,95 persen). Jika digabungkan jumlah perolehan kursi DPR kelima parpol itu adalah 290 kursi atau 52,21 persen suara nasional.[/size]
[size={defaultattr}]
Jumlah tersebut sudah jauh lebih dari cukup memenuhi syarat pencalonan capres yakni perolehan suara nasional minimal 25 persen atau perolehan kursi DPR minimal 20 persen (112 kursi DPR). Dengan demikian, ada lima parpol di dalam DPR yang berada di luar barisan pengusung Jokowi atau belum menyatakan mendukung siapa.[/size]
[size={defaultattr}]
Lima parpol tersebut yakni; Partai Gerindra (73 kursi DPR atau 11,81 persen) yang sudah tegas mau mengusung ketua umumnya Prabowo Subianto, lalu ada PKS (40 kursi DPR atau 6,79 persen), PKB (47 kursi DPR atau 9,04 persen), PAN (49 kursi DPR atau 7,59 persen), dan Partai Demokrat (61 kursi DPR atau 10,19 persen) yang belum menetapkan hati bakal mengusung siapa.[/size]
[size={defaultattr}]
Peluang adanya tiga poros koalisi pilpres 2019 pun sangat terbuka lebar. Sebab, jumlah kursi lima parpol yang berada di luar barisan pengusung Jokowi atau belum menyatakan mendukung siapa, yakni 270 kursi.[/size]
[size={defaultattr}]
Bagi Gerindra, jika menginginkan mengusung Prabowo, maka harus berkoalisi. Sebab, dengan 73 kursi DPR yang dimiliki, Gerindra masih membutuhkan 39 kursi buat mengusung Prabowo.[/size]
[size={defaultattr}]
Jika dilihat dari kedekatan selama ini dan koalisi di Pilkada, Gerindra memiliki peluang besar berkoalisi dengan PKS dan PAN. Jika salah satu saja dari PKS atau PAN berkoalisi dengan Gerindra, maka Prabowo memenuhi syarat buat mencalonkan. Sebab, 73 kursi DPR Gerindra jika ditambah jumlah kursi PKS atau PAN jumlahnya melewati 112 kursi DPR.[/size]
[size={defaultattr}]
Lantas bagaimana dengan Demokrat? Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono ini juga bisa membuat poros sendiri. Demokrat harus merangkul PKB dan PAN buat memenuhi syarat mengusung capres/cawapres.[/size]
[size={defaultattr}]
Sebab, Demokrat membutuhkan tambahan 51 kursi. Jika hanya berkoalisi dengan salah satu di antara PKB atau PAN, jumlah kursi tetap berada di bawah 112 kursi. Namun, jika PAN dan PKB bergabung jumlah kursi mencapai 157 kursi.[/size]
[size={defaultattr}]
Jika skema di atas terjadi, bisa dipastikan tiga pasangan capres cawapres bakal bertarung memperebutkan posisi orang nomor 1 di Indonesia. PDIP dan koalisinya memiliki Jokowi sebagai capres, tinggal siapa yang bakal menjadi cawapresnya masih menjadi misteri.[/size]
[size={defaultattr}]
Sementara poros kedua ada Gerindra dan PKS yang bisa saja mengusung Prabowo sebagai capres atau ada skenario lain Prabowo menjadi 'king maker' dan menunjuk capres dan cawapres yang akan diusung.[/size]
[size={defaultattr}]
Di poros ke tiga, ada Demokrat dan koalisinya, dengan AHY yang digadang-gadang Demokrat menjadi pemimpin masa depan 'the next leader', Muhaimin Iskandar (PKB) yang disebut-sebut layak menjadi cawapres dan Zulkifli Hasan (PAN).[/size]
[size={defaultattr}]
Pengamat politik CSIS Arya Fernandes menilai peluang terjadinya tiga poros koalisi di pilprea 2019 amat terbuka. Dia memprediksi akan ada poros PDIP yang mendukung Jokowi, lalu poros Gerindra yang mendukung Prabowo dan poros Demokrat yang mendukung AHY.[/size]
[size={defaultattr}]
"Jadi sangat terbuka adanya tiga poros koalisi," katanya kepada merdeka.com, Jumat (23/2).[/size]
[size={defaultattr}]
Soal Demokrat, menurutnya SBY akan mencoba mencalonkan AHY. Dia menilai sebagai mantan presiden, SBY tak akan mau menjadi 'pengikut'Jokowi atau Prabowo.[/size]
[size={defaultattr}]
"Nah sekarang tinggal bagaimana Demokrat menjalin komunikasi dengan parpol lain untuk diajak koalisi. Kalau tidak ya bakal ketinggalan dan kayak 2014 enggak dukung siapa-siapa," katanya.[/size]
[size={defaultattr}]
Sementara soal Jokowi, dia menilai soliditas parpol pendukungnya masih bisa berubah. Hal itu bisa terjadi karena faktor cawapres Jokowi.[/size]
[size={defaultattr}]
"Jika misal nanti Jokowi pilih cawapres A lalu ada parpol pendukungnya kecewa, itu bisa berubah. Jadi semuanya masih mungkin," katanya.[/size]
[size={defaultattr}]https://www.merdeka.com/politik/menghitung-peluang-lahirnya-3-poros-koalisi-di-pilpres-2019.html[/size]
[size={defaultattr}]Survei: Pilpres 2019 Didominasi Tiga Parpol
SELASA, 02 JANUARI 2018 , 22:04:00 WIB [/size]
[size={defaultattr}]
KBPRI. Tiga partai politik (parpol) masih menjadi pilihan tertinggi masyarakat di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Yakni, PDI Perjuangan, Partai Golkar dan Gerindra.
"Dalam survei top of mind partai yang dipilih masyarakat, responden paling banyak memberikan pilihannya terhadap ketiga parpol yang kini masih tercatat sebagai penguasa kursi parlemen terbanyak," kata Direktur Utama SMRC, Djayadi Hanan dalam siaran persnya, Selasa (2/1).[/size]
[size={defaultattr}]
Rinciannya, PDIP unggul dengan 21,4 persen, disusul Golkar 9,4 persen dan Gerindra 6,8 persen. Selanjutnya, diikuti Demokrat 5,4 persen dan PKB 4,0 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Sedangkan PKS mendapat 2,7 persen, PPP 2,0 persen, Nasdem 1,6 persen, Perindo 1,4 persen, PAN 1,4 persen, Hanura 0,4 persen, PKPI 0,1 persen, PBB 0,1 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Dalam skema pertanyaan semi terbuka, PDIP kembali menempati posisi teratas dengan perolehan nilai sebesar 27,6 persen, Golkar 12,1 persen, Gerindra 8,9 persen, Demokrat 7,7 persen, dan PKB 6,3 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Sedangkan PKS 3,8 persen, PPP 3,3 persen, Nasdem 2,9 persen, Perindo 2,6 persen, PAN 2,0 persen, partai yang dipimpin Jokowi 1,2 persen, Hanura 1,1 persen, PBB 0,3 persen, PSI 0,1 persen, PKPI 0,1 persen dan Partai Idaman 0,1 persen.
Seperti diketahui, perolehan suara PDIP pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, menunjukkan peningkatan dukungan signifikan.
Di sisi lain, empat parpol besar lainnya justru mengalami penurunanan atau cenderung stabil.[/size]
[size={defaultattr}]
Golkar yang memperolah 14,75 persen pada Pileg 2014 turun menjadi 12,1 persen berdasarkan temuan survei tersebut.[/size]
[size={defaultattr}]
Sedangkan Gerindra yang memperoleh 11,81 persen pada Pileg 2014 lalu, turun menjadi 8,9 persen. Demokrat juga turun dari 10,19 persenmenjadi 7,7 persen. Begitu juga PKB yang medapat 9,04 persen pada Pileg 2014 turun menjadi 6,3 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Berdasarkan hasil survei SRMC, perbuahan perolehan suara parpol ini tak lepas dari banyaknya pemilih yang berpindah pilihan ke parpol lain alias swing voters.[/size]
[size={defaultattr}]
Swing voters tersebut, paling banyak ditemukan di kalangan pemilih Demokrat sebesar 51 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Lalu disusul oleh PAN 50 persen, PPP dan Hanura masing-masing 47 persen, Gerindra 45 persen, dan Golkar 38 persen.
"Untuk partai yang paling sedikit swing voternya adalah PKS sebesar 20 persen dan PDIP 23 persen," jelas Djayadi.[/size]
[size={defaultattr}]
Dengan adanya temuan ini, Djayadi menilai bahwa kesetiaan warga Indonesia kepada parpol cenderung lemah. Pemilih di Indonesia, menurutnya, sangat terbuka dan menuntut partai bekerja lebih keras untuk mendapat keyakinan mereka.[/size]
[size={defaultattr}]
Survei nasional SMRC ini dilakukan pada 7-13 Desember 2017 dengan melibatkan 1.220 responden. Sampel ditarik secara acak dengan margin of errornya 3,1 persen. [/size]
[size={defaultattr}]http://politik.rmol.co/read/2018/01/02/320669/Survei:-Pilpres-2019-Didominasi-Tiga-Parpol-[/size]
-----------------------
Gatot Nurmantyo bisa saja menjadi koalisi ketiga, yaitu bila partai Demokrat, PKB dan PAN bergabung mengusungnya untuk calon mereka di {ilpres 2019. Tapi syaratnya lumayan berat, yaitu:
1. Muhaimin Iskandar dikecewekan Jokowi dan Prabowo untuk menjadi cawapres mereka. Hal ini cukup alasan bagi Muhaimin untuk membawa PKB ke gerbong koalisi baru itu. Tapi syaratnya berat, dipastikan Muhaimin mintanya jadi cawapres Gatot.
2. Demokrat memang "sakit hati"dan putus asa untyk bergabung ke Jokowi/PDIP/Megawati dan Prabowo. Memilih bikin koalisi sendiri.
3. PAN dan PPP bersedia mendukung koalisi baru itu tanpa meminta jabatan Cawapres, dan SBY rela bila AHY untuk sementara tidak menjadi cawapres dulu.
16/03/2018, 18:52 WIB
Jenderal Gatot Nurmantyo saat diwawancarai usai upacara serah terima jabatan Panglima TNI di Lapangan Upacara Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu, (9/12/2017).(KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)
SURABAYA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy berpendapat, berat bagi Gatot Nurmantyo masuk di arena Pilpres 2019 meskipun ada kelompok yang mendukungnya. Namun, menurut dia, sebagai warga negara Indonesia, hak mencalonkan dilindungi konstitusi, apalagi Indonesia memiliki sejarah pernah dipimpin purnawirawan TNI.
"Jadi sangat wajar bila masyarakat yang menginginkan TNI berkuasa kembali lewat pencalonan purnawirawan, tetapi menurut saya itu sangat sulit bisa terwujud,” ujarnya seusai menjadi dosen tamu di FISIP Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/3/2018). Dia kembali menegaskan bahwa di Pilpres 2019, dua figur yang bertarung di Pilpres 2014 bakal rematch, yakni Jokowi dan Prabowo.
"Saya masih yakin kontestan pilpres tinggal dua nama, Jokowi dan Prabowo. Calon lain sulit rasanya bersaing,” ujarnya. Baca juga: PPP Solo Dukung Gatot Nurmantyo Maju Pilkada Jateng 2018 Selain itu, sulit juga muncul poros baru. Menurut dia, poros hanya dua, yakni partai yang mendukung Jokowi dan partai yang mendukung Prabowo.
sf"Dari seluruh parpol, tinggal Partai Demokrat yang sampai sekarang belum menentukan sikap, sedangkan parpol lainnya sudah jelas sikapnya," tambahnya. Baca juga: Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo Masuk Daftar Cawapres Prabowo Meski belum mendeklarasikan diri sebagai bakal calon presiden 2019, nama Gatot Nurmantyo sudah diperbincangkan sebagai salah satu capres. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah menyebut bahwa Gatot berpotensi untuk didukung dalam Pilpres 2019 mendatang.
https://regional.kompas.com/read/201...a-pilpres-2019
Menghitung peluang lahirnya 3 poros koalisi di Pilpres 2019
Sabtu, 24 Februari 2018 07:01Reporter :
Merdeka.com - PDIP akhirnya menyatakan mengusung Joko Widodo buat maju sebagai capres di Pilpres 2019. Dengan demikian, ada lima parpol yang sudah menyatakan mengusung Jokowi.
[size={defaultattr}]Lima partai tersebut yakni Partai Golkar (91 kursi DPR atau 14,75 persen), PPP (39 kursi DPR atau 6,53 persen), Partai NasDem (35 kursi DPR atau 6,72 persen), Hanura (16 kursi DPR atau 5,26 persen) dan terakhir adalah PDIP (109 kursi DPR atau 18,95 persen). Jika digabungkan jumlah perolehan kursi DPR kelima parpol itu adalah 290 kursi atau 52,21 persen suara nasional.[/size]
[size={defaultattr}]
Jumlah tersebut sudah jauh lebih dari cukup memenuhi syarat pencalonan capres yakni perolehan suara nasional minimal 25 persen atau perolehan kursi DPR minimal 20 persen (112 kursi DPR). Dengan demikian, ada lima parpol di dalam DPR yang berada di luar barisan pengusung Jokowi atau belum menyatakan mendukung siapa.[/size]
[size={defaultattr}]
Lima parpol tersebut yakni; Partai Gerindra (73 kursi DPR atau 11,81 persen) yang sudah tegas mau mengusung ketua umumnya Prabowo Subianto, lalu ada PKS (40 kursi DPR atau 6,79 persen), PKB (47 kursi DPR atau 9,04 persen), PAN (49 kursi DPR atau 7,59 persen), dan Partai Demokrat (61 kursi DPR atau 10,19 persen) yang belum menetapkan hati bakal mengusung siapa.[/size]
[size={defaultattr}]
Peluang adanya tiga poros koalisi pilpres 2019 pun sangat terbuka lebar. Sebab, jumlah kursi lima parpol yang berada di luar barisan pengusung Jokowi atau belum menyatakan mendukung siapa, yakni 270 kursi.[/size]
[size={defaultattr}]
Bagi Gerindra, jika menginginkan mengusung Prabowo, maka harus berkoalisi. Sebab, dengan 73 kursi DPR yang dimiliki, Gerindra masih membutuhkan 39 kursi buat mengusung Prabowo.[/size]
[size={defaultattr}]
Jika dilihat dari kedekatan selama ini dan koalisi di Pilkada, Gerindra memiliki peluang besar berkoalisi dengan PKS dan PAN. Jika salah satu saja dari PKS atau PAN berkoalisi dengan Gerindra, maka Prabowo memenuhi syarat buat mencalonkan. Sebab, 73 kursi DPR Gerindra jika ditambah jumlah kursi PKS atau PAN jumlahnya melewati 112 kursi DPR.[/size]
[size={defaultattr}]
Lantas bagaimana dengan Demokrat? Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono ini juga bisa membuat poros sendiri. Demokrat harus merangkul PKB dan PAN buat memenuhi syarat mengusung capres/cawapres.[/size]
[size={defaultattr}]
Sebab, Demokrat membutuhkan tambahan 51 kursi. Jika hanya berkoalisi dengan salah satu di antara PKB atau PAN, jumlah kursi tetap berada di bawah 112 kursi. Namun, jika PAN dan PKB bergabung jumlah kursi mencapai 157 kursi.[/size]
[size={defaultattr}]
Jika skema di atas terjadi, bisa dipastikan tiga pasangan capres cawapres bakal bertarung memperebutkan posisi orang nomor 1 di Indonesia. PDIP dan koalisinya memiliki Jokowi sebagai capres, tinggal siapa yang bakal menjadi cawapresnya masih menjadi misteri.[/size]
[size={defaultattr}]
Sementara poros kedua ada Gerindra dan PKS yang bisa saja mengusung Prabowo sebagai capres atau ada skenario lain Prabowo menjadi 'king maker' dan menunjuk capres dan cawapres yang akan diusung.[/size]
[size={defaultattr}]
Di poros ke tiga, ada Demokrat dan koalisinya, dengan AHY yang digadang-gadang Demokrat menjadi pemimpin masa depan 'the next leader', Muhaimin Iskandar (PKB) yang disebut-sebut layak menjadi cawapres dan Zulkifli Hasan (PAN).[/size]
[size={defaultattr}]
Pengamat politik CSIS Arya Fernandes menilai peluang terjadinya tiga poros koalisi di pilprea 2019 amat terbuka. Dia memprediksi akan ada poros PDIP yang mendukung Jokowi, lalu poros Gerindra yang mendukung Prabowo dan poros Demokrat yang mendukung AHY.[/size]
[size={defaultattr}]
"Jadi sangat terbuka adanya tiga poros koalisi," katanya kepada merdeka.com, Jumat (23/2).[/size]
[size={defaultattr}]
Soal Demokrat, menurutnya SBY akan mencoba mencalonkan AHY. Dia menilai sebagai mantan presiden, SBY tak akan mau menjadi 'pengikut'Jokowi atau Prabowo.[/size]
[size={defaultattr}]
"Nah sekarang tinggal bagaimana Demokrat menjalin komunikasi dengan parpol lain untuk diajak koalisi. Kalau tidak ya bakal ketinggalan dan kayak 2014 enggak dukung siapa-siapa," katanya.[/size]
[size={defaultattr}]
Sementara soal Jokowi, dia menilai soliditas parpol pendukungnya masih bisa berubah. Hal itu bisa terjadi karena faktor cawapres Jokowi.[/size]
[size={defaultattr}]
"Jika misal nanti Jokowi pilih cawapres A lalu ada parpol pendukungnya kecewa, itu bisa berubah. Jadi semuanya masih mungkin," katanya.[/size]
[size={defaultattr}]https://www.merdeka.com/politik/menghitung-peluang-lahirnya-3-poros-koalisi-di-pilpres-2019.html[/size]
[size={defaultattr}]Survei: Pilpres 2019 Didominasi Tiga Parpol
SELASA, 02 JANUARI 2018 , 22:04:00 WIB [/size]
[size={defaultattr}]
KBPRI. Tiga partai politik (parpol) masih menjadi pilihan tertinggi masyarakat di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Yakni, PDI Perjuangan, Partai Golkar dan Gerindra.
"Dalam survei top of mind partai yang dipilih masyarakat, responden paling banyak memberikan pilihannya terhadap ketiga parpol yang kini masih tercatat sebagai penguasa kursi parlemen terbanyak," kata Direktur Utama SMRC, Djayadi Hanan dalam siaran persnya, Selasa (2/1).[/size]
[size={defaultattr}]
Rinciannya, PDIP unggul dengan 21,4 persen, disusul Golkar 9,4 persen dan Gerindra 6,8 persen. Selanjutnya, diikuti Demokrat 5,4 persen dan PKB 4,0 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Sedangkan PKS mendapat 2,7 persen, PPP 2,0 persen, Nasdem 1,6 persen, Perindo 1,4 persen, PAN 1,4 persen, Hanura 0,4 persen, PKPI 0,1 persen, PBB 0,1 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Dalam skema pertanyaan semi terbuka, PDIP kembali menempati posisi teratas dengan perolehan nilai sebesar 27,6 persen, Golkar 12,1 persen, Gerindra 8,9 persen, Demokrat 7,7 persen, dan PKB 6,3 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Sedangkan PKS 3,8 persen, PPP 3,3 persen, Nasdem 2,9 persen, Perindo 2,6 persen, PAN 2,0 persen, partai yang dipimpin Jokowi 1,2 persen, Hanura 1,1 persen, PBB 0,3 persen, PSI 0,1 persen, PKPI 0,1 persen dan Partai Idaman 0,1 persen.
Seperti diketahui, perolehan suara PDIP pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2014, menunjukkan peningkatan dukungan signifikan.
Di sisi lain, empat parpol besar lainnya justru mengalami penurunanan atau cenderung stabil.[/size]
[size={defaultattr}]
Golkar yang memperolah 14,75 persen pada Pileg 2014 turun menjadi 12,1 persen berdasarkan temuan survei tersebut.[/size]
[size={defaultattr}]
Sedangkan Gerindra yang memperoleh 11,81 persen pada Pileg 2014 lalu, turun menjadi 8,9 persen. Demokrat juga turun dari 10,19 persenmenjadi 7,7 persen. Begitu juga PKB yang medapat 9,04 persen pada Pileg 2014 turun menjadi 6,3 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Berdasarkan hasil survei SRMC, perbuahan perolehan suara parpol ini tak lepas dari banyaknya pemilih yang berpindah pilihan ke parpol lain alias swing voters.[/size]
[size={defaultattr}]
Swing voters tersebut, paling banyak ditemukan di kalangan pemilih Demokrat sebesar 51 persen.[/size]
[size={defaultattr}]
Lalu disusul oleh PAN 50 persen, PPP dan Hanura masing-masing 47 persen, Gerindra 45 persen, dan Golkar 38 persen.
"Untuk partai yang paling sedikit swing voternya adalah PKS sebesar 20 persen dan PDIP 23 persen," jelas Djayadi.[/size]
[size={defaultattr}]
Dengan adanya temuan ini, Djayadi menilai bahwa kesetiaan warga Indonesia kepada parpol cenderung lemah. Pemilih di Indonesia, menurutnya, sangat terbuka dan menuntut partai bekerja lebih keras untuk mendapat keyakinan mereka.[/size]
[size={defaultattr}]
Survei nasional SMRC ini dilakukan pada 7-13 Desember 2017 dengan melibatkan 1.220 responden. Sampel ditarik secara acak dengan margin of errornya 3,1 persen. [/size]
[size={defaultattr}]http://politik.rmol.co/read/2018/01/02/320669/Survei:-Pilpres-2019-Didominasi-Tiga-Parpol-[/size]
-----------------------
Gatot Nurmantyo bisa saja menjadi koalisi ketiga, yaitu bila partai Demokrat, PKB dan PAN bergabung mengusungnya untuk calon mereka di {ilpres 2019. Tapi syaratnya lumayan berat, yaitu:
1. Muhaimin Iskandar dikecewekan Jokowi dan Prabowo untuk menjadi cawapres mereka. Hal ini cukup alasan bagi Muhaimin untuk membawa PKB ke gerbong koalisi baru itu. Tapi syaratnya berat, dipastikan Muhaimin mintanya jadi cawapres Gatot.
2. Demokrat memang "sakit hati"dan putus asa untyk bergabung ke Jokowi/PDIP/Megawati dan Prabowo. Memilih bikin koalisi sendiri.
3. PAN dan PPP bersedia mendukung koalisi baru itu tanpa meminta jabatan Cawapres, dan SBY rela bila AHY untuk sementara tidak menjadi cawapres dulu.
0
1.2K
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan