Kaskus

Entertainment

schacherAvatar border
TS
schacher
Mengapa Kita Tidak Minta Uang dari Negara?
Banyak orang mengeluhkan kesenjangan sosial. Sebagian lagi mengeluhkan pajak.

Kalau kita merasa orang yang bekerja keras kurang kaya, mintalah pengurangan pajak. Kalau kita merasa kesenjangan sosial terlalu tinggi, mintalah pemerintah membayar citizen dividend.

Banyak pengusaha kecil di indo, terutama pengusaha online, ketakutan dengan pajak. Mereka bukannya berpikir bagaimana mengembangkan bisnis, tetapi berpikir bagaimana mengurangi pajak. Ini amat mengurangi pertumbuhan bisnis mereka. Di dunia online setiap pengusaha harus bersaing dengan pengusaha dari seluruh dunia. Majoritas pengusaha di negara lain tidak bayar pajak. Kalau pengusaha online kita bayar pajak dan harus bersaing dengan yang tidak bayar, ya habis, profit pengusaha online kita.

Penjual nasi goreng di dekat rumah saya butuh kulkas supaya dia bisa menyimpan ati ampla. Kulkas harganya paling 3 juta. Tapi dia nggak punya modal. Saya mau minjemin, temen bisa jadi musuh (kalo nggak bayar). Kan susah. Meminjamkan uang ke orang lain bukan bisnis saya. Nanti saya meminjam minjamkan saya ditangkap lagi karena operasi finansial tanpa ijin.

Kasih aja saja tiap penduduk dewasa Jakarta 5-10 juta setahun. Uangnya ya dari sisa anggaran yang diselamatkan dari korupsi dan sisa anggaran yang tidak terserap APBD di daerah masing masing. Jaman Ahok sisa anggaran kan 30 trilyun. Kalo penduduk diatas 18 tahun jumlahnya 3 juta ya tiap orang bisa kebagian 10 juta setahun.

Majoritas pengusaha kecil bisa melipat gandakan uang jauh lebih cepat dari pengusaha besar. Marginal gain dari kapital mereka masih tinggi karena dicampur dengan pekerjaan. Satu juta rupiah untuk orang kecil jauh lebih berarti dari pada satu juta rupiah untuk orang besar.

Suku bunga di jepang hanya 0.5 persen. Tetapi seorang pengusaha kecil bisa mendapat return mungkin sekitar 100%-300% setahun. Modal awal yang cukup memungkinkan mereka mengembangkan bisnis. Tapi apakah penjual nasi goreng di dekat rumah saya punya access ke pasar modal jepang? Ya tentu tidak. Banyak teman saya meminjam ke saya dan mengembalikan pinjaman dengan return 10% sebulan. Katanya duitnya nyangkut musti diputar. Itu juga saya pinjamkan hanya sekali sekali.

Pengurangan pajak dan citizen dividend bisa melancarkan oli pembangunan jauh lebih baik dari korupsi. https://news.detik.com/berita/292961...i-pembangunan.

Korupsi hanya dinikmati segelintir pejabat dan cukong yang menyogok mereka. Melobby negara menghasilkan return sering kali sampai 100 kali lipat. Kalau dibiarkan, nantinya cukong cukong itu mensponsori terrorist supaya pion mereka terpilih. Lalu orang yang bilang kita dibodohi dipenjara dengan alasan yang tidak masuk akal.

Mekanisme pasar bisa jadi lebih cost effective dari pembangunan infrastrukture http://presidenri.go.id/infrastruktur.html. Majoritas infrastuktur penting dibangun oleh swasta kok. Infrastrukture terpenting di Jakarta adalah kecepatan internet. Dan itu kan kita bayar first media dan mnc.

Membangun jalan di mana mana bagus. Tapi fiber optik dan free wifi di seluruh Indonesia bisa jadi jauh lebih cost effective. Dan yang biasanya lebih tau itu adalah mekanisme pasar bukan pemerintah. Ya saya mungkin tidak bisa terlalu kritik karena memang saya lihat Ahok amat cost effective memanage anggaran Jakarta.

Tapi sebagai pemilih saya betul kebingungan. Bahkan betul anggaran di manage dengan baik juga saya verifikasinya gimana? Saya kan hanya pemilih biasa, bukan ahli pertanahan, kenegaraan, dan public policy. Saya tetap prefer Pak Dhe karena saingannya bener bener konyol dan nggak ada track record. Tapi saya juga tidak bisa menyalahkan kalau orang lain pilih yang konyol. Ya saya saja separuh bingung.

Pemerintah memang tidak seharusnya pegang duit gede gede. Biarkan semua diatur oleh swasta dan mekanisme pasar.

Pemerintah juga bisa menghilangkan pajak untuk setiap orang berpenghasilan dibawah 1 m- 2m per tahun. Pemerintah juga bisa menghilangkan untuk penghasilan yang tidak didapatkan di wilayah Indonesia, seperti bisnis bisnis online, spekulasi dan lain lain. Toh orang orang seperti itu tidak memanfaatkan fasilitas dan infrastrukture negara dalam bisnis mereka.

Jadi pengusaha kecil tidak harus peduli pajak sampai mereka cukup kaya untuk bayar akuntant.

Masalah dari pengurangan pajak adalah ini bisa meningkatkan kesenjangan sosial. Ya sudah. Sebagian dibagi sebagai citizen dividend. Simple kan? Tidak perlu lagi kita ribut apakah garam boleh diimport atau tidak. Dengan kucuran dana dari citizen dividend, kita import semua barang yang memang bisa diproduksi lebih murah di luar negeri, dan petani garam bisa punya modal untuk mengerjakan sesuatu yang bisa diexport.

Baik Jokowi maupun Ahok tidak menaikkan pajak, mereka hanya enforce peraturan pajak yang sudah ada. Tetapi dari Anies, Ahok, Jokowi, Prabowo, tidak ada satu pun yang kampanye mengurangi pajak atau membayar citizen dividend.

Ibaratnya toko, menurunkan pajak itu mengurangi harga dan membuat toko kita dibanjiri konsumen (tourist, investasi, dll.). Membayar citizen dividend member incentive bagi pemegang saham untuk memilih pemimpin yang efficient dan effective.

Membayar citizen dividend memudahkan orang kecil yang mau berusaha untuk mendapatkan modal awal. Gagal, mereka bisa coba lagi tahun depan. Menurunkan pajak menolong orang kecil yang mau kaya.

Orang kaya? Uang mereka di Swiss.

4 tahun lalu, Jokowi dan Ahok jadi gubernur Jakarta.

Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya terjadi.

Sisa anggaran banyak.

Bertahun tahun saya tinggal di Jakarta. Kali jorok. Banjir. Macet.

Ternyata dengan anggaran yang sudah dikurangi, kali jadi bersih, banjir berkurang, jalanan di perlebar dimana mana, lubang pun hilang.

Ahok dan Jokowi mengkonfirmasi apa yang semua penganut mazbah kapitalis sudah tau. Selama ini negara kita di manage dengan amat tidak efficient.

Pajak terlalu tinggi. Negara kita sebetulnya kebanyakan duit. Bikin negara itu marginnya lumayan.

Mengapa begitu? Karena korupsi tinggi. Ya ya. Koruptor jahat. Bla bla.... Tapi kok bisa orang korup dan tidak efficient kepilih lagi kepilih lagi? Kok yang milih aneh. Apakah pemilih kita dibodohi atau dibohongi? Atau apa?

Masalahnya adalah majoritas masyarakat kita punya incentive yang terlalu kecil untuk efficiensi negara.

Banyak masyarakat kita seolah olah tidak berpikir kalau korupsi itu jelek, kalau efficiency itu bagus.

Dan itu tidak bisa disalahkan. Memang kalau negara dibangun efficient keuntungan kita apa? Kalau toh ada, tidak jelas kan?

Ahok mempermudah ijin. Saya jarang mengurus ijin. Pengusaha biasa diperas ratusan juta, yang tau hanya pengusaha itu. Konsumen harga barang jadi naik, tetapi juga tidak tahu component biaya.

Saya dengar orang yang digusur Ahok dapat apartment. Apa mereka happy? Yang dukung Ahok bilang ya. Yang benci Ahok bilang tidak.
Saya tidak tahu. Kan saya tidak ikut digusur. Kalau saya peduli nasib orang yang digusur, kemungkinan saya tidak memilih, secara rational, kepentingan saya sendiri, dan saya memang tidak tahu pasti.

Tempat yang tadinya banjir jadi tidak banjir. Ya rumah saya memang tidak pernah banjir. Saya tidak merasakan juga. Paling yang punya tanah yang happy harga tanah naik. Dan itu malah merugikan pekerja karena biaya sewa kost juga naik.

Pak Dhe membangun infrastrukture dengan amat efficient. Dalam 4 tahun Pak Dhe membangun 5000 km jalan. Apakah itu cost effective? Boleh dibilang susah bagi siapapun tau. Yang biasanya tau sesuatu harus dibangun atau tidak adalah pihak swasta. Mereka punya cost. Mereka punya revenue (tol). Mereka tinggal hitung. Kalau masuk mereka masuk. Untung mereka untung. Rugi mereka semua yang tanggung. Kita tidak harus peduli.

Tetapi kalo pemerintah bangun infrastrukture, bahkan itu dilakukan dengan baik sekalipun, rakyat tidak tahu. Rakyat taunya ya pajak tidak naik korupsi turun lalu ya sudah.

Keuntungan dari hilangnya korupsi dan peningkatan efficiensi ekonomi tidak bisa dirasakan jelas oleh kita semua. Jadi korupsi menjadi seolah olah agenda berikut dalam hati pemilih. Banyak pemilih, misalnya, memilih berdasarkan agama, berdasarkan kegantengan wagub, berdasarkan hal hal lain, yang ntah bagaimana jadi terlihat lebih penting.

Kita bilang itu tidak rasional. Lha yang rasional apa? Kalau perusahaan tidak bagi dividend, rasional kah bagi sebagian pemegang saham untuk meminta perusahaan yang menguntungkan kelompok mereka?

Coba kalo negara ini bisnis. Lalu ada CEO dengan pengeluaran lebih kecil bisa produksi barang lebih banyak. Artinya tentu saja profit naik.

Yang untung siapa? Ya pemegang saham. Dan semua pemegang saham bisa ikut merasakan keuntungan ini dengan amat jelas. Harga saham yang mereka pegang naik. Atau mereka dapat dividend yang jumlahnya jelas.

Sekali lagi, bagaimana pemegang saham diuntungkan?

Pembagian dividend
Kenaikan harga saham.

Dan kedua hal ini bisa terukur dengan jelas.

Saya bingung. Wowo, Jokowi, Ahok, Anies, kok nggak ada yang punya program bagi bagi citizenship dividend ya?

Mungkin selama ini kita menganggap negara kita seperti club atau yayasan nirlaba yang misinya melindungi segenap penduduk Indonesia, bla bla bla bla....

Coba kita lihat negara kita sebagai perusahaan. Kita warganya pemegang sahamnya. Pajak itu uang proteksi. Pemerintah itu organisasi preman/mafia yang terkuat. Dan infrastrukture, keamanan, ya produk yang dijual negara kita. Penduduk adalah konsumennya. Presiden kita adalah CEO. Gubernur adalah branch manager. Anggota DPR adalah board of director kita. Suatu waktu kita mungkin akan punya koloni atau daerah protektorat, ya kita bisa anggap itu semacam subsidiary.

Sebagai pemegang saham, wajar dong kalau kita dapat dividend. Apa lagi kalau memang itu duit sudah tidak tahu lagi mau kemana. Dari pada duitnya ilang di korupsi, ya bagi ke pemegang saham saja. Ini memberi incentive bagi pemegang saham untuk pilih CEO yang benar. Kalau tidak, ngapain?

Yang ada warga kita semuanya rent seeking. Ada yang mau melarang import garam, supaya harga garam naik, dan supaya mereka lebih untung. Apa bedanya ribuan petani garam yang ingin pemerintah membatasi import garam dengan pengusaha korup yang nyogok pejabat supaya biaya pembetulan air mancur DPR bisa di mark up? Bedanya yang kedua sukses. Ya nggak tau sampai kapan.

Amat gampang sekali kita menginginkan negara berpihak pada kita, pada agama kita, pada industri kita. Ujung ujungnya warga negara lain juga tug of war dan menginginkan hal yang sama. Lalu yang untung gede pejabat.

Coba. Ada tidak perusahaan yang bilang ke pemegang sahamnya. "Saudara saudara sekalian. Kita punya sisa laba. Yuk kita bangun patung buat dewa Zeus." Konyol sekali kan? Mungkin pemegang saham yang memuja dewa Zeus happy. Tapi pemegang saham lain kan tidak. Nantinya pemegang saham lain mau bangun kuil Ares gimana?

Sama sama punya satu lembar saham, ya dapat dividendnya sama. Konflik kepentingan bisa dihindari dan pemegang saham akan bersatu meningkatkan return of investasi dari kepemilikan saham mereka. Kalau tidak, yang tidak happy akan protest, laba perusahaan berkurang, dan valuasi perusahaan pun turun.

Tetapi sebagian dari warga negara kita ingin negara kita jadi negara agama dan memberi status special untuk agama mereka. Ya nggak ada dividend? Wajar mereka minta yang aneh.

Di negara seperti Indonesia, pembagian dividend ini diberikan melalu process yang bersifat distortif. Ada yang mau bikin tempat ibadah sambil mempersulit orang lain beribadah. Ada yang mau memberi KJP. Ada yang mau menutup Alexis. Ada yang mau melarang import garam. Kalau negara melarang import, harga garam naik. Konsumen dirugikan. Ilmu ekonomy bilang kalau kerugian konsumen lebih besar dari keuntungan petani garam.

Ilmu ekonomy bilang kalau pendirian tempat ibadah, penutupan alexis dan pemberian KJP sebetulnya distortif juga tetapi itu pembahasannya panjang. Itu masalah lain.

Bagaimana kita bisa membagi keuntungan ke warga?

Ya bagi saja cash.

Misal gubernur seperti Ahok menghemat 30 trilyun. Dari pada duit buat ormas, atau dimakan anggota DPR, atau buat yang aneh aneh, kasih saja tiap warga Jakarta dewasa 10 juta pertahun. Beres kan?

Tidak semua pajak jadi cash. Sebagian besar pajak tetap bisa digunakan untuk infrastrukture. Sebagian lagi bisa untuk menurunkan pajak. Lihat Singapore. Pajak penghasilan mereka hanya 10% dan mereka hanya memajaki penghasilan yang dibuat di Singapore. Ternyata lebih dari cukup untuk membangun infrastruktur yang baik. Mengapa?

Karena pajak yang murah mendatangkan pengusaha. Singapore, itu ibaratnya toko jual obral. Konsumen banyak dan akhirnya profitnya pun lebih besar.

Negara memberi jasa perlindungan, contract enforcement, dan infrastrukture. Negara menjual service itu seharga pembayaran pajak. Selisihnya adalah profit negara. Dan sebagai warga negara kita kan pemegang saham dari negara itu. Ya salah dimana saya?

Apa yang equivalent dari kenaikan harga saham untuk negara?

Ya facilitas umum, seperti jalan, jalan tol, kendaraan umum, dan lain lain. Masalahnya majoritas fasilitas umum, seperti internet dan wifi kan sudah disediakan oleh swasta. Manfaat yang kita dapatkan sebagai warga negara ya hanya kita nikmati kalau kita tinggal di daerah yang sama.

Ini ada solusi lain yang lebih complex. Anda lihat negara vanuatu? Mereka menjual kewarganegaraannya dengan valuasi $200k. Banyak negara lain juga menjual kewarga negaraan dengan valuasi $100k. Jadi satu kewarganegaraan saja dari negara kecil harganya 2.5 M.

Masak negara kita tidak bisa?

Berapa harga warga negara kita? Ya simple. Kalau negara kita maju, orang pasti mau beremigrasi kemari. Nah kita charge duit. Visa kependudukan sekian. Kewarga negaraan sekian. Saya kira itu bisa jadi pemasukan besar.

Uangnya buat dividend lagi.

Pembagian dividend juga susah dikorupsi. Kalau pemerintah bangun sekolah atau UPS, pengusaha bisa mark up harga. Tetapi kalau pemerintah memberi tiap warga dewasa 10 juta rupiah, misalnya, per tahun, dan ternyata tiap warga hanya mendapat 990 ribu, masak kita tidak protest?

Saya dengar uang yang dihemat oleh Ahok pindah ke pemerintah pusat. Artinya uang itu dikuasai gubernur lain yang mungkin tidak seeficient Ahok. Artinya tidak jelas sisa anggaran itu bagus atau jelek. Tapi kalau tiap pemilih kebagian, kan jadi jelas.

Nah dengan adanya dividend, dan infrastrukture yang baik, kewarga negaraan kita mulai punya valuasi seperti saham. Kewarganegaraan bisa diwariskan. Bisa dibeli lagi kalau mau punya anak banyak. Bisa macam macam.

Kalau Pak Dhe ngutang lagi, kita jadi bisa tau itu ide bagus atau tidak. Lihat saja price per earning ratio dari kewarga negaraan kita, kita ambil resiprokalnya. Lalu kita bandingkan dengan bunga hutang. Kalau earning per price atau return of investment masih lebih tinggi dari bunga hutang, ya pinjam terus Pak Dhe. Nggak apa.

Sebetulnya masih banyak lagi improvement yang bisa membuat sebuah negara makmur. Saya kira sudah ada ilmu ekonomy yang mempelajarinya. Yang penting, untung rugi bisa "terukur". Rent seeking dan inefficiency bisa berkurang. Kita semua bisa makmur. Dan kita semua ada "manfaat" yang kita bisa rasakan yang semua dari kita bisa rasakan, hitung, dan ukur. Kalau tiap orang dapat dividend dari sisa anggaran gubernur mereka, otomatis mereka akan pilih gubernur yang paling efficient. Kita pun makmur.

Simple kan?




Diubah oleh schacher 05-04-2018 14:10
0
1.7K
22
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan